Pages

Sunday, July 23, 2017

Hari Ke-7

Genap sudah, jatuh pada hari ini saya seminggu menjadi wali kelas 12 MIPA 6. Saya dapat mengatakan bahwa niat untuk mengajak peserta didik menjadi orang berbeda (to be different), tersampaikan dan tindakan untuk menjadi orang berbeda sedang dalam proses.
Sesungguhnya hari ini libur secara akademik. Sekolah berakhir pada hari Jumat. Namun sebagai wali kelas, saya tetap melakukan komunikasi dengan siswa bimbingan saya. Nama Ikrar melintas dalam benak. Apakah dia baik-baik saja? Hari Jum’at saya tidak bertemu dengannya. Melalui sms saya berkomunikasi dan kemudian saya merasa lega, dia mengabarkan bahwa dia dalam keadaan segar bugar.

Wadah komunikasi yang disepakati kelas adalah LINE. Bergabung dengan dunia LINE yang didalamnya dihuni orang hebat yang berada di kelas 12 MIPA 6, menarik. Mereka anak-anak yang peduli dan tanggap terhadap kejadian di sekitarnya. Ini pertanda baik. Selama ini ada kekhawatiran yang berlebihan bahwa anak-anak zaman sekarang kurang peduli dengan apa yang terjadi dengan lingkungannya. Hal ini tidak bisa digeneralisir (baca: disamaratakan). Para siswa, pada LINE, mereka sedang membicarakan tentang kebakaran yang asapnya terlihat membumbung tinggi. Salah seorang siswa yang tinggalnya agak jauh dari TKP namun melihat kepulan asapnya melaporkan hal tersebut. Teman-temannya merespon kejadian dengan harapan dan do’a semoga tidak ada korban dan apinya tidak merembet ke gedung lainnya.

Percakapan mereka tentang kebakaran, mengundang perhatian saya. Alex Spiegel (2011) mengatakan bahwa anggapan dan ekspektasi (harapan) guru mempengaruhi bagaimana siswanya bertindak dan bertingkah laku. Saya beranggapan semua siswa saya baik, bertanggung jawab dan peduli.  Kepercayaan itu membuat saya berbicara dan bersikap dengan cara yang berbeda. Efeknya, mereka menunjukkan sikap seperti yang saya asumsikan. Melalui LINE saya mencoba mengenal dan memahami keunikan mereka masing-masing. Saya yakin bahwa mereka bersikap mengikuti bagaimana saya bersikap terhadap mereka.

Saya juga menemukan bahwa siswa saya adalah anak-anak yang antusias untuk mengenal hal baru. Seorang siswa mengunggah tawaran seminar di IPB pada hari Sabtu. Mulanya mereka merasa ragu dan khawatir jika nanti pada saat seminar diberi pertanyaan atau mungkin ada tes. Saya tersenyum ketika membaca kekhawatiran mereka. Jelas terlihat bahwa mereka belum memiliki pengalaman mengikuti kegiatan seminar, lokakarya, simposium atau kegiatan pertemuan yang membahas satu topik yang disajikan oleh dosen (penyaji). Saya membantu menenangkan dengan menuliskan bahwa pada seminar, peserta biasanya datang, duduk, menyimak, dan mendapatkan sertifikat.

Dalam hati saya menambahkan, ‘Tentu saja peserta seminar yang baik bukan sekadar datang dan duduk. Dia harus berinteraksi dengan penyaji agar muncul pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan baru yang menawarkan solusi atau alternatif bagi masalah yang sedang dijadikan isu.’ Saya tidak terlalu memikirkan apakah siswa saya paham hal ini atau tidak. Saya tawarkan bahwa jika memerlukan izin dan surat resmi untuk mengikuti seminar, saya bisa membantu. Dengan memberikan surat izin, saya memberikan kesempatan kepada mereka untuk membuka kesempatan dan peluang baru, menemukan teman baru, dan melihat bagaimana remaja lain seusianya bertindak. Saya berharap dengan mengikuti seminar mereka lebih kaya secara pengalaman, lebih luas secara wawasan, dan lebih terdidik secara intelektual. Sering melihat dunia luar sangat penting untuk anak-anak yang sebentar lagi akan melanjutkan hidup di dunia perkuliahan.

Hal lain yang menyenangkan saya adalah mereka berusaha menggunakan Bahasa Inggris untuk bercakap pada LINE. Fenomena ini saya apresiasi tinggi-tinggi. Saya melihat bahwa mereka berusaha menunjukkan yang terbaik yang mereka mampu. Sebuah usaha yang luar biasa. Saya yakin, jika mereka terus menerus berusaha menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapan di LINE, perlahan namun pasti, kemampuan Bahasa Inggris mereka akan meningkat.

Yang membahagiakan adalah mereka satu persatu mulai berbagi link blog. Artinya mereka sudah mulai menulis untuk ‘Seri 365.’ Saya merasa trenyuh ketika ada seorang siswa yang mengaku bahwa dirinya tidak bisa membuat blog, namun dia bekerja keras untuk dapat membuatnya sendiri. Saya sangat terkejut, siswa yang mengaku tidak bisa membuat blog tadi kurang lebih dalam 3 jam telah berbagi link blog. Saya harus mengakui temuan Tom Stafford (2011) pada bukunya Teaching Visual Literacy yang menyebutkan bahwa Generasi Z yang besar pada tahun 2000an mereka adalah warga negara digital (digital native). Mereka memiliki kemampuan sosial, teknologi, dan teknologi yang berbeda dengan saya, yang lahir jauh sebelum jaman milenial.

Satu persatu link blog bermunculan di LINE. Saya menikmati sajian tulisan yang dibuat oleh siswa saya dengan ucap syukur. Mereka benar-benar sedang berada pada alur untuk menjadi orang yang berbeda. Wujud syukur saya, saya komunikasikan kepada siswa saya dengan mengunggah komentar pada setiap tulisan yang mereka unggah.  

Menjadi wali kelas memang anugerah besar yang luar biasa. Saya telah menemukan banyak hal dan pelajaran dari pertemuan selama satu minggu dengan siswa-siswa saya. 

No comments:

Post a Comment