Pages

Tuesday, July 11, 2017

Masih Ngurus Paspor (Excel Series)

Hari kedua mengurusi paspor,  Excel dan saya disuguhi banyak pengalaman baru. Kami naik bis untuk menuju kantor imigrasi.

Perjalanan naik bis menarik bagi Excel. Sepertinya dia menikmati setiap event yang tersaji bergantian di dalam bis. Mulai dari orang yang  mohon maaf karena ada hartanya yang harus dia ambil dari penumpang bis. Duduk perkaranya begini. Penumpang bis dipandang orang mampu secara ekonomi makanya bisa bepergian.  Sedangkan si peminta maaf, memandang dirinya orang kurang beruntung secara ekonomi. Menurut aturan agama, orang miskin wajib mendapatkan sodakoh dan bantuan dari orang mampu. Nah, si peminta maaf ini menjalankan syariat agama. Dia menagih harta dari orang-orang mampu untuk diberikan kepada dirinya.

Di dunia ini sepertinya serba terbalik. Kasus peminta maaf karena hartanya masih ada pada kita, contoh nyata dunia terbalik. Sama terbaliknya dengan barang mencari pembeli. Setahu saya, dulu, pembeli datang ke pasar, ke warung, ke ruko, untuk mencari barang yang hendak dibeli. Kini, tidak berlaku lagi.

Pada bis, barang-barang berjenis-jenis datang ke pangkuan tanpa permisi dan tanpa ampun. Barang-barang tersebut silih berganti jatuh ke pangkuan. Mulai dari buku masakan, kue dodol, kacang Bogor, permen jahe, pulpen, kacamata, jam tangan, peniti, tisu, kipas, ring haoe, lampu led, dan barang-barang lainnya yang mungkin dianggap dibutuhkan setiap orang. Sebagai penumpang, saya tidak bisa menghindar dari serangan barang mencari pembeli. Masih beruntung jika hanya diserang barang saja. Yang menyedihkan ketika diserang secara verbal juga. Misalnya, 'haseum' artinya asem tidak ada yang membeli. Kalau ada yang meminta barang yang lain, si pemilik barang menyindir ,' nu geulis loba pamenta' atau orang cantik banyak maunya.

Hal lain yang menarik bagi Excel sepertinya pengamen dan video dangdut yang selalu melengkapi perjalanan. Khusus untuk lagu dangdut, saya merasa malu sendiri. Penyanyi dangdut dengan tanpa sensor bergoyang sesuka hati pada balutan baju minimalis. Kasihan Excel, anak usia sebelas harus menikmati suguhan musik dalam negeri dengan kualitas tanpa sensor.  Bagaimana jika Excel ketika ditanya temannya dari belahan dunia lain mengenai seperti apa musik di Indonesia. Bahaya sekali jika Excel menjawab dengan mendeskripsikan  penyanyi dangdut yang berputar tiada henti pada video player bis. 

Secara pribadi, saya sangat terkejut dengan syair lagu-lagu dangdut yang diperdengarkan pada bis. Penyanyi dengan tanpa beban melantunkan bahwa sudah tidak zaman perempuan setia. Karenanya dia bercumbu didepan pacar lamanya. Dia melanjutkan bahwa pacar tidak cukup satu. Dia juga mengulang-ulang bahwa dirinya perempuan masa kini, punya cinta sana sini, tidak dijajah laki-laki. 

Saya bergidik mendengar syair lagu dangdut tersebut. Sejak kapan definisi perempuan masa kini adalah perempuan yang mengumbar syahwat tanpa aturan. Negeri ini dicekoki syair dangdut, harus maklum jika yang diurus rakyat hanya seputar kepuasan sesaat. Tidak beda dengan syair lagu dangdut tadi 'bercumbu didepan pacar lama, dan merasa bahwa itu representasi dari emansipasi.
Emansipasi kebablasan.

Bis berjalan lambat,  sebentar-sebentar berhenti karena membludaknya buruh pabrik yang bertukar shift kerja. Saya berusaha menikmati perjalanan senormal mungkin. Syair lagu dangdut diabaikan, penjual dianggap tidak ada, pengamen dianggap bisu. Akhirnya tiba juga di tempat yang dituju.

Pengurusan paspor hari kedua, sedikit menyedihkan. Ketidaktahuan bisa merugikan seseorang.  Itu pula yang terjadi pada saya.

Kemarin saya diminta datang pukul 14. Dan saya datang pukul 13. Tapi, 'maaf Bu, antrian sudah habis pukul 12, balik lagi besok saja,' itu sambutan dari si adek praktikan yang menjaga bagian kartu antri.  Gosh, apa sesederhana itu untuk bulak balik? Saya senyum kecut  karena saya tidak bisa senyum asem seperti penjaja barang di bis.

Saya mencoba menghadap ke bagian pengambilan  dokumen dan menjelaskan perkaranya. Syukurlah saya ditanggapi dengan ramah dan diminta menunggu. Tidak lama saya dipanggil dan saya menerima nomor paspor untuk Excel. Paspornya sendiri bisa diambil Kamis, sesuai aturan pembuatan paspor. Paspor dapat diambil 3 hari setelah pembayaran.

Sambil menerima nomor paspor saya membayangkan masalah lanjutan dari kegiatan hari ini. Ketiadaan paspor semoga tidak menghambat pembuatan visa.
Hati saya dipenuhi kesedihan. Sedih ketika harus membayangkan bagaimana Excel kecewa tidak bisa berangkat. Menjadi satu dari tujuh peserta dari jutaan remaja Indonesia memang tidak mudah.

No comments:

Post a Comment