Pages

Friday, May 18, 2018

Mati di negeri sendiri

Cianjur adalah kota kecil dengan jumlah mall hanya perlu satu jari untuk mewakilinya. Mall ini adalah satu-satunya mall yang memberikan mata kesempatan untuk membaca deretan judul-judul buku baru dan buku yang baru terbit. Kebahagiaan menikmati sinopsis buku harus dihapus karena  tempatnya berubah menjadi tempat yang membawa siapapun seolah tidak berada di Cianjur.

Seluruh bagian toko bertuliskan huruf-huruf asing, mungkin Taiwan,  mungkin Korea, mungkin Jepang. Pun, seluruh sudut tidak menyisakan seincipun untuk tulisan berbahasa Indonesia, apalagi bahasa Sunda. Yang masih mengingatkan bahwa toko itu masih di Cianjur adalah penjaga tokonya masih berbahasa Indonesia ketika diajak berbicara dalam bahasa Sunda!

Barang-barang yang dijual berfokus pada kebutuhan penghuni terbesar penduduk Cianjur,, yakni perempuan. Tas-tas lucu,  sepatu-sepatu imut, ,  sendal-sendal keren,  cermin-cermin cantik, pernak-pernik unik, semuanya berderet rapi dan  yang membuat jantung melonjak, harganya murah sekali. Untuk tas keren tempat hape harganya hanya 45k.

Berjibun anak gadis remaja menilik barang-barang lucu tapi murah tersebut.  Kasir kerepotan dengan antrian pembeli yang merdeka berkomentar.  'Asyik ga harus ke luar negeri,  di sini juga ada, harganya murah lagi,' katanya diikuti sedikit tawa kikik genit anak puber. 

Membludaknya pembeli barang impor dengan harga nan murah membuat pedagang tas lokal, sendal lokal, dompet lokal, dan pernak-pernik rambut buatan lokal mengurut dada. Bentuk lucu dan godaan merk barang luar negeri lebih menguatkan keputusan untuk menyokong produk luar negeri. Produk-produk lokal menjadi jajaran yang menghiasi toko namun miskin pengunjung,  apalagi pembeli. 

Produk lokal secara perlahan meregang nasib dan takdirnya di tengah serbuan barang impor sebagai efek pelaksanaan MEA. Kemampuan produk asing yang menyediakan barang-barang konsumtif dengan model dan disain trendy membuat produk lokal terpaksa minggir. 

Kota Cianjur yang begitu kecil telah dirambah produk impor dan kehadirannya langsung digandrungi menjadi penambah cepatnya wafat produk lokal Cianjur. Kesenangan menggunakan produk non dalam negeri atau anggapan produk luar pasti keren, menggenapi produk lokal masuk kuburan. 

Produk lokal tentu telah teruji kualitasnya. Sebagai contoh Geco, makanan lokal Cianjur yang sehat. Baru-baru ini, di Cianjur dibuka toko makanan dari Paman Sam, gambar seorang kakek berjanggut, berkibar di sepanjang jalan. Semua orang, termasuk yang tidak punya niat makan, mendadak belok kiri untuk sekadar mencicipi. Melihat kondisi ini, aman jika menyimpulkan bahwa minimnya promosi mengakibatkan produk lokal, dalam hal ini Geco tidak dikenal siapapun kecuali mereka yang berusia 50 tahun ke atas. 

Perlu bantuan semua pihak agar produk lokal tidak meregang nyawa di tanah sendiri.  Salah satunya adalah kesadaran untuk menggunakan produk lokal.dan bangga menggunkan produk buatan negara sendiri. 

No comments:

Post a Comment