Pages

Sunday, September 2, 2018

Guru menghadapi gurunya

Sabtu ini menghadirkan kegalauan. Saya sudah kontrak kerja dengan sekolah dimana saya dulu berSMA. Di sana saya bertanggungjawab untuk berbagi cara membuat soal yang menuntut penalaran. Bukan soal yang sukar, tapi soal yang meminta si peserta ujian mampu mentransfer satu konsep ke konsep lain, memproses informasi yang tersaji dalam bentuk stimulus soal, dan menggunakan informasi tersebut untuk menjawab kasus atau soal yang diberikan.

Peran saya sebagai penyaji di SMA dimana saya dulu berSMA menimbulkan sedikit kengerian. Kengerian yang pertama adalah karena guru-guru saya masih ada di sana. Saya sulit sekali memajangkan postur gambar diri saya berdiri di depan orang yang mengantarkan saya bisa berdiri di mana sekarang. Kekhawatiran terbesar adalah bisikan yang muncul dari dalam kepala saya sendiri, "Kamu berperan sebagai guru bagi gurumu sendiri. Kamu akan beradu tatap dengan mata gurumu sendiri. Kamu akan menemukan lidahmu kelu karena tergagap melihat gurumu yang duduk di jajaran bangku peserta."

Kengerian kedua terkait dengan produk. Kegiatan yang dishare menuntut ada hasil, produk secara paperless yang dibuat secara individu. Bukan produknya yang menjadi masalah. Proses pembimbingan untuk menghasilkan produk itulah yang menjadi masalah. Pembimbingan secara langsung artinya saya melakukan kontak langsung. Dalam pikiran saya, mereka masih guru-guru saya, bahkan masih terbayang bagaimana mereka membimbing saya di kelas dulu. Membalikkan posisi dari terbimbing jadi pembimbing, ngeri bagi saya.

Ada pepatah mengatakan, "Dengarkanlah apa yang diajarkannya, jangan melihat siapa yang mengajarkannya. Jika ilmu itu benar, sekalipun datangnya dari sumber yang tidak diharapkan, harus diterima jika mengandung kebenaran di dalamnya."
Saya berpegang teguh bahwa yang saya  sampaikan adalah kebenaran. Dengan berpegang pada itu, saya menguatkan diri untuk mampu berdiri di depan guru-guru saya.

Guru-guru saya memang sosok yang luar biasa. Selama waktu berbagi bahkan sampai selesaipun, saya dibantunya dengan memberikan saya keleluasaan untuk menyampaikan pesan sesuai amanat yang saya terima. Keterbukaan mereka dalam menerima saya, muridnya, mengajarkan hal baru bagi saya. Guru itu tidak pernah berhenti belajar, sekalipun gurunya adalah muridnya sendiri. 

No comments:

Post a Comment