Pages

Tuesday, October 29, 2019

Dia yang hidup kembali

Ketika mataku tertumbuk pada matanya yang hampir tertutup penutup wajah, ada getar kejut yang tak terhingga di dalam pikiran saya. Bukankah di Facebook dia  diumumkan meninggal dan siapapun yang mengenalnya mengirimkan emotikon menangis sebagai tanda belasungkawa. Seiring pengumuman kematiannya, siapapun, termasuk saya, tidak lagi memikirkan dimana dan kapan dia dikuburkan. Etika media sosial menyatakan terlalu tidak sopan untuk mengunggah foto prosesi penguburan dan tidak mungkin orang yang telah meninggal sempat mengirimkan foto penguburan dirinya sendiri.

Saya merasa perlu untuk memastikan bahwa yang kulihat adalah benar dia adanya. Dia yang pertama kali mengatakan bahwa perempuan ditentukan oleh bentuk alisnya. Pernyataan yang membuatku blingsatan. Selama ini, saya tidak pernah mengurusi alis, tidak pernah memperhatikan ke arah mana alis menunjuk, berapa bulu yang tumbuh di luar garis alis asli,  serta tetek bengek lainnya yang saya pandang hanya bikin repot hidup. 

Penuh selidik, saya mencoba menangkap dengan sejalas-jelasnya seperti apa alisnya. Dia seolah tidak memedulikan apapun yang terjadi di sekitarnya. Dia duduk terjepit disela paha-paha yang dipaksakan bisa menempel pafa bangku kereta api khusus perempuan. Tubuhnya yang selalu kuanggap sebagai representasi badan manusia tersopan dalam hal makan, vegan, terlihat meliuk-liuk terdorong energi sisa dari kereta api yang dipaksa berhenti pada setiap stasiun.

Alis itu, alis dia! Mungkinkah seorang yang telah mati masih meninggalkan alis untuk menandai keberadaan sesaatnya pada kefanaan?

Saya tak mau melepaskan pandangan dari alis itu. Tatapan yang kupaksakan mampu mengambil kesimpulan bahwa itu adalah dia. Dia yang berjarak kurang dari empat meter dari tempat dimana saya duduk sekarang. Terlihat memejamkan matanya, mungkin dia mencari istirahat untuk mata indahnya yang dilindungi alis kebanggannya.

"Kamu harus perbaiki garis alis kamu," dia memberikan saran atas nama kesempurnaan penampilan seorang teller pegawai bank. Dia kemudian dengan khusyuk menjelaskan bagiamana cara merapikan alis dengan tanpa menyakiti kulit dan harga diri.

No comments:

Post a Comment