Pages
Saturday, October 31, 2020
Temu Kangen Cawas
Berubah sesuai kodrat alam
llda jadi PNS
CGP reflection in.videos
Lomba guru
Reuni
Tuesday, October 27, 2020
Reuni
"Waktosna robih Bu, majeng. Sanés énjing tapi dinten ieu urang tepang téh." WA ti Santi katarima pas kuring keur niténan tulisan barudak SMAN 1 Cianjur.
Guru giru laptop ditinggalkeun. Bisi baé Santi ngan sakeudeung di SMAN 2 Cianjurna. Kuring indit ngeteyep maké mobil. Indit ngeteyep lain rerencepan, éstuning ngeteyep pédah tacan tapis mawa mobilna. Dina jandéla tukang mobil ngajeblag tulisan Belajar, mohon jaga jarak. Tulisan anu cukup keur ngabuktikeun yén kuring pantes ngeteyep mawa mobilna.
Santi téh pamajikanna Ervan. Ervan téh babaturan kuliah S2 UPI Bandung. Kuring kenal deukeutna mah ka Ervan, babaturan sakelas waktu kuliah. Ari ka Santi mah katalian ku Ervan.Sunday, October 25, 2020
Karakter Pelajar Pancasila harus dilatihkan
Mengizinkan keluhan ditulis dan dijadikan sebuah buku merupakan latihan pembentukan sikap bertangung jawab terhadap setiap kata yang diucapkan. |
Inikah karakter murid kita?
Berita buruknya bahasa dan perilaku murid kepada guru berkali-kali ditayangkan di layar kaca. Diudarakan secara audiovisual dari salah satu televisi swasta, seorang murid mencengkeram kerah baju gurunya ketika ditegur merokok di dalam kelas. Selain mengakibatkan gurunya terintimidasi secara fisik, murid tersebut mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan kepada gurunya. Pemandangan perilaku negatif yang memprihantinkan yang seharusnya tidak terjadi di kalangan pelajar Indonesia.
Negara Indoenesia yang berideologikan Pancasila, sejatinya anak-anak bangsa ini menghayati dan mengamalkan karakter Pancasila. Karakter-karakter positif pelajar Pancasila seperti beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebhinekaan global, mandiri, bernalar kritis, gotong royong, dan kreatif seharusnya menjadi profil unik personal para murid. Namun nilai-nilai tersebut tidak tercermin pada perilaku siswa yang sedang mencengkeram kerah baju gurunya. Nilai-nilai Pancasila seolah pudar dan tidak menjadi karakter khas anak Indonesia dalam kesehariannya.
Reflkesi pengajaran
Membekali siswa dengan karakter Pancasila melalui pembelajaran dan pengajaran perlu dilatihkan, dicontohkan sehingga kelak menjadi kebiasaan baik. Guru sebagai orang dewasa, berkewajiban untuk membimbing murid menjadi individu yang berkarakter positif.. Di bawah ini, disarikan contoh membentuk perilaku positif yakni kolaborasi atau gotong royong yang diharapkan ditunjukkan murid. Sumber contoh ini diambil dari video untuk para guru penggerak yang disediakan pada LMS elearning guru penggerak.
Guru A berkata kepada murid-muridnya bahwa para murid besok harus membawa alat-alat kebersihan. Tujuannya agar para murid membersihkan kelas, dan guru meminta para murid untuk menjadi juara kebersihan kelas. Memenuhi rencananya, guru A menyeru murid-muridnya dengan berujar, "Sekolah kita mengadakan lomba kebersihan. Besok, kamu semua membawa alat-alat kebersihan ya. Bersihkan kelasnya ya, agar kelas kita menjadi juara kebersihan." Esok harinya, para murid membersihkan kelas. Murid yang tidak membawa alat kebersihan dari rumah berebut alat kebersihaan. Diam-diam dia ingin memberikan kesan turut serta membersihkan kelas dan dia menunggu pujian dari guru A atas usahanya itu.
Guru B memiliki rencana yang sama yakni ingin agar kelasnya bersih. Berlawaman dengan Guru A, alih-alih meminta para murid membawa alat kebersihan dari rumah, dia mengajak para muridnya untuk mengamati kelas. Setelah mengamati kelas, guru B bertanya, "Setelah mengamati kondisi kelas, bagaimana kondisi kelas kita? Apa yang dapat kita lakukan agar kelas kita nyaman?" Seorang murid mengacungkan tangan dan mengajukan gagasan untuk secara bersama-sama membersihkan kelas. Gagasan murid ini disetujui oleh seluruh anggota kelas, maka kemudian pada esok harinya para murid bergotong royong membersihkan kelas dengan sukarela, riang, dan gembira. Mereka peduli dengan kebersihan kelas dan bersepakat untuk menjaga kebersihan kelasnya dengan cara tidak membuang sampah sembarangan baik di dalam ataupun di luar kelas.
Dari kedua ilustrasi di atas terlihat bahwa guru B melatihkan sikap kolaborasi atau gotong royong yang mendorong para murid untuk bekerja sama, peduli, suka rela, berbagi tanggung jawab dengan seluruh anggota kelas. Sikap gotong royong murid muncul sebagai respon merdeka dari para murid atas permintaan guru yang jawabannya bisa apa saja. Lain halnya dengan para murid yang belajar besama guru A. Para murid mendahulukan sikap kompetitif, ingin mendapatkan reward, ingin dipuji. Sikap ini sebagai akibat tidak adanya pilihan yang bisa diajukan para murid selain menurut (obey) terhadap masalah yang diajukan guru.
Kedua ilustrasi di atas mengimplikasikan bahwa ketika mengajukan sebuah masalah harus memberikan banyak pilihan kepada murid. Murid yang dilatih mengiyakan dilanjutkan dengan melakukan suatu tindakan tanpa pikir panjang, menghadirkan murid yang kelak mengerjakan sesuatu bukan berdasarkan kepedulian dan tanggung jawab. Gagasan murid harus diberi ruang untuk hidup dan muncul di dalam kelas. Guru tidak harus selalu menjadi penentu dan pengatur segalanya. Para murid adalah individu yang kaya pengalaman sehingga mereka mampu menawarkan solusi untuk permasalahan yang muncul di dalam kelas.
Sudah saatnya guru kembali merefleksikan praktik mengajarnya. Sudahkah pengajaran yang diberikannya memberikan ruang untuk para murid memperoleh pengalaman mempraktikan sikap dan nilai pelajar Pancasila. Apa yang menurut guru merupakan yang terbaik untuk murid, sebaiknya ditelisik ulang. Ajaklah murid berbicara dan dengarkan. Ketika guru lebih banyak mengajak murid untuk mengamati, kemudian mengambil tindakan berdasarkan hasil pengamatan, profil pelajar Pancasila, perlahan namun pasti akan muncul dan terekam secara visual.
Saturday, October 24, 2020
Hujan
Materi Bimtek Penilaian sekolah masa pandemi
LITERASI MEMBACA dan HOTS
Literasi membaca adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan bentuk-bentuk teks tertulis. Kemampuan literasi membaca diharapkan mampu membentuk karakter, menggali kemampuan berpikir kritis dan kreatif, dan mampu menumbuhkan partisipasi secara positif dalam komunikasi dan kerjasama. Pada era informasi saat ini, pada masa era informasi palsu (hoaks) aktivitas literasu membaca membutuhkan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Konten literasi membaca ada:
1. teks sastra (fiksi), stimulus: cerita rakyat, legenda, mitos, fiksi ilmiah, satir, puisi, drama, novel, pantun, cerita bergambar dan
2. teks informasi (non fiksi). situmulus: iklab, dokumen perusahaan/pemerintah (nota dinas, undangan, kontrak, pemberitahuan, pengumuman, dsb), berita, artikel, laporan, pidato, buku palajran, pamplet, brisur, buletin, infografis, label (makanan, obat), resep (masakan/minuman), ulasan (resensi buku/film/drama), jurnal ilmiah, laporan penelitian, buku panduan, dan editorial.
Konteks teks
1. konteks personal: hobi, cita-cita, peristiea atau pengalaman pribadi, memilih gaya hidup, perkejaan/profesi, dll yang bersifat personal (individu)
2. konteks budaya sosial: perekonomian, kebijakan politik, transportasi publik, makana khas, tarian, ataupun kebiasaan masyarakat, dll yang meliputi sosial dan budaya.
3. konteks saintifik: ilmu ruang angkasa, ilmu media/obat-obatan, kandungan gizi, ilmu fisika, cuaca/iklim, gejala alam, ilmu biologi, dll yang terkait dengan ilmuah dan teknologi.
Bagaimana dengan semua mata pelajaran?
Gunakan konteks mata pelajaran.
Level Kognisi literasi membaca:
1. menemukan informasi
a. Apa itu bertelekomunikasi? Siapa penemu istilah bertelekomunikasi? Apa tujuan Hillian merilis kata bertelekomunikasi? Siapa yang berpendapat bertelekomunikasi adalah komunikasi masa depan?
2. interpretasi
Apa hubungan antara yang disampaikan MOlly dengan yang disampaikan RIchard?
3. Evaluasi
Bagaimana mengembangkan konten bacaan, konteks bacaan, level kognisi untuk AKM Kelas.
AKM Kelas berfungsi formatif untuk memahami hasil belajar individu peserta didik.
Friday, October 23, 2020
Daftar di Majalah online Gareulis dan BPSDM
Menyontek meningkat pada pembelajaran daring
Thursday, October 22, 2020
Budaya dan Disiplin Positif
Memiliki kompetensi global namun berprilaku sesuai nilai-nilai Pancasila merupakan profil pelajar Pancasila. Profil yang ketiga adalah kemampuan gotong royong.
Kemampuan gotong royong adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan bersama-sama dengan sukarela agar kegaitan yang dilakukan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Kolaborasi, kepedulian dan berbagi adalah kunci keterlaksanaan gotong royong.
Bagaimana implementasi budaya dan disiplin positif gotong royong diajarkan di sekolah?
Mari kita lihat video singkat ini
Guru berperan sangat penting dalam membangun budaya dan disiplin positif. Dari video tadi terlihat bahwa guru pada sekolah A dan pada sekolah B memiliki tujuan yang sama yaitu menggerakkan seluruh murid untuk menjaga kebersihan yang diharapkan mengakar pada praktik di kelas dan menjadi budaya positif kelas sehingga membentuk karakter murid yang peduli kebersihan.
Untuk memenuhi itu, guru harus:
- Menginisiasi kolaborasi dalam melakukan refleksi berkala dengan melibatkan warga sekolah sebagai dasar untuk melakukan dan mengembangkan budaya positif dalam lingkungan sekolah.
- Memahami bagaimana langkah mewujudkan lingkungan budaya sekolah yang positif bagi aktivitas murid dan guru untuk senantiasa belajar dan mengembangkan karakter.
- Menumbuhkembangkan kemampuan dalam memetakan dan mewujudkan budaya positif di sekolah.
- Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep “Sekolah sebagai institusi pembentuk karakter” dengan konsep budaya positif seperti, cara melakukan kesepakatan kelas yang efektif, posisi kontrol guru yang sesuai dengan kebutuhan murid, dan penerapan proses disiplin yang efektif dalam membentuk sikap murid.
- Bersikap reflektif dan kritis terhadap konsep budaya positif di sekolah dan senantiasa mengembangkannya sesuai kebutuhan sosial dan murid.
- Menyusun langkah-langkah dan strategi aksi nyata dalam mewujudkan budaya positif di sekolah secara efektif dan mengembangkan karakter.
Wednesday, October 21, 2020
Keselarasan Kurikulum dengan Assesmen Nasional
Secara kurikulum tetap berbasis kompetensi yang diartikan sebagai penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang merupakan kemampuan yang benar-benar terlihat.
Secara filosofis mastery learning disebutkan bahwa semua orang dapat mempelajari semua hal dengan baik apabila mendapatkan pengajaran yang berkualitas sera waktu yang mencukupi.
AN ditujukan untuk mengevaluasi sistem pendidikan Indonesia.
AN Numerasi: 1) konten: bilangan, pengukuran dan geometri, data dan ketidakpastian, aljaar, 2) Proses Kognitif: pemahamahan, aplikasi, penalaran, 3) Konteks: personal, sosial kultural, saintifik.
AN Literasi: 1) konten tekss informasi, teks sastra, 2) proses kognitif: menemukan informasi, interpretasi dan inferensial, evaluasi dan refleksi, 3) konteks: personal, sosial budaya, saintifik.
AKM Literasi
Terdapat dua jenis teks literasi (membaca) yakni teks fiksi dan teks informasi. Teks fiksi diases dalam
Kebijakan UN dan AN
Donni Kesuma
Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan Pasal 67 ayat 1/ PP 19/2005 tengant SNP.
Manfaat hasil UN: pemetaan mutu program dan satuan pendidikan
Posisi UN saat ini dihapus oleh Mendikbud dalam arti menghentikan kegitannya berdasarkan hasil rapat terbatas pembahasan UN 24 Maret 2020.
AKM memetakan kualitas satuan pendidikan yang hasilnya digunakan sebagai umpan balik guru dan sekolah untuk perbaikan.
AKM untuk literasi terdiri dari dua bagian yaitu literasi teks fiksi dan literasi teks informasi. Literasi teks fiksi kelas 11 dan 12 kompetensi yang diujikan diantaranya mencakup:
A. Menemukan Informasi
B. Memahami
1. Memahami teks secara literal
- Menganalisis perubahan pada elemen intrinsik (kejadian/karakter/setting/konflik/alur cerita) pada teks sastra yang terus meningkat sesuai jenjangnya.
2. Menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak
- Menyimpulkan perasaan dan sifat tokoh serta elemen intrinsik lain seperti latar cerita, kejadian-kejadian dalam cerita berdasarkan informasi rinci di dalam teks sastra yang terus meningkat sesuai jenjangnya.
- Menyusun generalisasi (kesimpulan umum) dari hasil inferensi terhadap ide-ide yang terkandung di dalam teks sastra atau teks informasi. (5 Soal)
- Membandingkan hal-hal utama (misalnya karakter tokoh atau elemen intrinsik lain) dalam teks sastra yang terus meningkat sesuai jenjangnya.
C. Mengevaluasi dan merefleksi
1. Menilai format penyajian dalam teks
- Mengevaluasi penggunaan diksi dan majas (metafora, analogi, personifikasi) dalam teks sastra sesuai jenjangnya,
- Menilai kesesuaian pemilihan warna, tata letak, dan pendukung visual lain (grafik, tabel dll) dalam menyampaikan pesan/topik tertentu dalam teks sastra atau teks informasi yang terus meningkat sesuai jenjangnya. (1 Soal)
- Menilai dan mengkritisi elemen intrinsik (karakterisasi, alur cerita, latar) serta otentisitas penggambaran masyarakat pada teks sastra sesuai jenjangnya.