Pages

Sunday, November 8, 2020

Wahyu menikah

 

Wahyudin di pelaminan


Selamat menikah Wahyu. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. 

Melihat Wahyu dihiasai senyum di pelaminan, pikiran saya melihat kembali ketika pertama kali kami bertemu. 

Saat itu saya sedang mencari-cari buku di FA yang wajib dimiliki oleh mahasiswa yang sedang menulis tesis. FA adalah tempat forokopian yang bisa mencetak buku sehingga nyaman dibaca, juga, menjual buku-buku yang terkait jurusan bahasa Inggris. 

Wahyu pun sedang mencari-cari buku untuk menuntaskan skripsinya. Kami berdua seolah dipertemukan untuk kemudian saling mengenal dan berbagi keluh kesah menyelesaikan kuliah. Saya menunjukkan beberapa buku yang bisa mendukung kelancaran skripsi Wahyu. Sejak itulah saya mengenal Wahyu. Saya tidak berani menyebut memiliki hubungan. Dalam konteks bahasa Indonesia, memiliki hubungan dimaknai sebagai ikatan yang berkaitan dengan perasaan. Namun, semenjak pertemuan itu, kami berdua secara rutin bertemu, berdiskusi, menjadi teman seperjuangan dalam menyelesaikan kuliah. Hubungan yang kami bangun  murni berbasis akademis, saling memajukan dan mendewasakan secara profesi. 

Wahyu telah menjadi guru ketika dia menyelesaikan skripsinya. Saya pun telah menjadi guru ketika menyelesaikan tesis. Kami berdua, sama-sama menjadi mahasiswa ketika di Bandung (kuliah) dan menjadi guru ketika di Cianjur (sekolah). Pertemuan kami menjadi rutin. Kehadiran Wahyu banyak membantu saya, misalnya saja bersedia menjadi subyek 'mentee' dalam penelitian teman saya, mengenalkan dunia pondok pesantren, menujukkan atmosfir dunia SMK, dan gambaran kehidupan seorang anak kyai terkenal. 

Saya mengagumi perjuangan Wahyu sehingga hari ini dia bisa berdiri di panggung menggandeng seorang gadis cantik. Perjuangan melanjutkan S2, sehingga berhasil meraih gelar Magister untuk pendidikan. Tidak sampai di situ, secara mandiri, Wahyu membiayai kuliahn S3-nya sendiri. Mungkin dalam waktu dekat-dekat ini akan lulus. Selamat.

Masih segar dalam ingatan saya ketika waktu merasa sangat menyesal karena tidak bisa mempersembahkan kelulusan S2-nya untuk ayah tercintanya. Saya juga masih bisa merasakan kekhawatiran yang luar biasa pada saat dua minggu sebelum pernikahan, ibunya Wahyu harus masuk rumah sakit. Sebagai anak bungsu, dia tidak mendapatkan layanan ekstra berupa fasilitas dari ayah, seperti yang diterima kakak-kakaknya. Tapi Wahyu telah menjadi dewasa melampaui umurnya.

Happy wedding Wahyu.
Foto yang diambil segera setelah walimahan
Foto yang disimpan untuk mengingatkan Wahyu kelak bahwa dia pernah melewati hari yang sangat bahagia. 
Foto yang menunjukkan bahwa kebahagiaan Wahyu juga menjadi kebahagiaan keluarga saya.

Again and again. HAPPY WEDDING WAHYU

No comments:

Post a Comment