Pages

Saturday, January 28, 2017

Waspadai Perubahan Sosial-Etis menjadi Ekonomi-Egois

Seorang pria mendekati pekerja sebuah swalayan dan berkata,"Isi pulsa ke nomor ini, 2 kali, 500 ribu ".
Si pegawai segera melaksanakan permintaan pelanggan dengan segera.
Kemudian si pria berkata lagi, " tambah 500 ribu lagi".
Terdengar bunyi di hape si pria mengkonfirmasikan bahwa pulsa telah masuk.

Setelah selesai pengisian pulsa seharga 1 juta, si pelayan menagih uangnya. Pria itu berkata ,"aduh maaf, saya tidak bawa uangnya, nanti saya balik lagi ke sini ya".

Di Indonesia, saling percaya menjadi modal dalam sendi kehidupan sehari-hari. Misalnya, di sebuah rumah makan, pembeli langsung mengambil makanan, dan dibayar kemudian setelah selesai makan. Si penjual percaya bahwa pembeli tidak akan berbohong apalagi tidak mengakui makanan yang telah masuk ke perutnya.
Mengandalkan modal saling percaya, telah terjadi dan menjadikan bangsa ini terkenal memiliki nilai-nilai kepercayaan (trust) yang tinggi antar anggota komunitasnya.

Bergesernya nilai sosial-etis menjadi nilai ekonomi-egois  merugikan banyak pihak.
Tatanan nilai yang telah terbentuk  selain menjadi rusak juga melahirkan tata nilai baru yang sifatnya menanamkan bahwa tidak ada lagi kejujuran dan kebaikan di bumi ini. Efek panjangnya, terjadi pengajaran tidak tertulis bahwa menyelamatkan diri sendiri adalah prioritas karena selain diri sendiri, semuanya penipu.
Jika hal ini terjadi, setiap orang saling curiga dan berburuk sangka. Yang mengerikan, ketika seseorang benar-benar berbuat tulus disangka sebaliknya.

Menjaga keterpercayaan dari orang lain dan dari diri sendiri amatlah penting. Mengkhianatinya adalah meruntuhkan tatanan nilai yang selama ini murni menjadikan setiap individu bisa hidup berdampingan dengan baik.

No comments:

Post a Comment