Pages

Saturday, September 2, 2017

Hari Ke-41 Citumang

Kunjungan ke Pangandaran bagi saya merupakan pemberian  kesempatan kepada tubuh untuk kembali bermain di sungai sebagaimana dialami pada masa kanak-kanak (catatan: kanak-kanak bagi mereka yang lahir tahun 60-70an). Sungai  Citumang  menjadi salah satu sungai yang mengajak kita kembali ke masa kecil dimana kita bisa bermain air sepuasnya,  saling percaya dengan teman,  dan sekaligus mendapatkan petualangan.
Citumang adalah salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran. Dari pusat kota Pangandaran memerlukan sekitar setengah jam. Perjalanan dapat menggunakan mobil sewaan dengan harga yang bisa negosiasi. Tempat kembali mengenang masa kanak-kanak berupa aliran sungai yang masih alami, dengan sedikit polesan untuk kepentingan kenyamanan.
Meninggalkan kota Pangandaran pada pukul 6.30, kita akan dibawa ke jalan kecil melewati pesawahan dan pemandangan kehidupan penduduk lokal. Sepanjang perjalananBagi  tidak banyak berpapasan dengan mobil lainnya kecuali yang bertujuan sama. Sesekali layang-layang terlihat terbang di atas pesawahan yang baru selesai dipanen.
Kita akan tiba di kamp tempat bertemunya calon peserta body rafting dengan para pemandu. Pemandu menjelaskan hal-hal dasar terkait pengamanan, misalnya cincin atau perhiasan sebaiknya dilepas untuk menghindari hilang, sendal dan segala macam alas kaki dibuka, dan segala barang termasuk hape sebaiknya tidak dibawa. 
Setelah mengenakan pelampung,  semua peserta body rafting berjalan sekitar 10 menit menuju ke badan sungai. Sepanjang jalan menuju sungai, mata kita akan disuguhi bentangan dinding batu cadas, akar-akar pohon, dan tanaman khas dataran  rendah dengan humiditas tinggi. Mendekati pinggir sungai, kita akan diajak berhenti untuk menikmati jamuan istimewa  yang dilakukan ikan. Bingung?
Terdapat tiga kolam buatan yang diisi ikan Nilem. Pada saat kaki kita dimasukkan ke dalam kolam, ikan-ikan kecil segera merubung kaki dan mereka memakan kotoran yang menempel di kaki misalnya kulit yang akan berganti. Jangan kaget, pada saat pertama ikan merubung kaki dan seolah melakukan peeling atau pembersihan,  rasanya agak sakit dan geli. Namun, jika dicoba dinikmati dan mencoba berdamai dengan ikan,  sensasi peeling oleh ikan menawarkan bagaimana manusia dan hewan saling ambil manfaat tanpa saling melukai.
Setelah sekitar lima menit menikmati dilayani ikan, kita diajak ke pingggir sungai. Dan bersiaplah untuk banyak mengandalkan rasa percaya diri. Bagi mereka yang tidak dapat berenang,  tidak jadi masalah karena tertolong oleh pelampung dan sepertinya tidak harus berenang karena body rafting (basa Sunda: papalidan) membiarkan tubuh kita terbawa air tanpa harus melawan arus sungai.
Spot pertama,  segera setelah tubuh masuk ke dalam aliran sungai, pemandu mengajak menguji nyali dengan loncat dari ketinggian 7 meter ke kedalaman 9 meter air sungai.  Untuk loncat bebas, kita harus naik akar-akaran dan setelah tiba di atas, barulah loncat. Loncat disarankan dengan berdiri tegak, kaki diusahakan  yang pertama jatuh agar tidak sakit. 
Setelah menikmati loncat dan adrenalin kembali  kumpul, kita diajak untuk masuk ke dalam gua yang  panjangnya sekitar 45 meter. Bagi yang tidak bisa berenang cara berenang melawan arus ialah dengan tidur telentang, saling pegang dan satu orang di depan menariknya. Air di dalam gua terasa lebih dingin. Pada bagian atas gua tidak terdapat stalaknit ataupun bekas-bekas cucuran air  yang berumur ratusan tahun. Hanya ada bagian kosong berongga dan buntu. Kemudian kita kembali melanjutkan petualangan melewati spot loncat, dan caranya, papalidan, atau biarkan tubuh kita terbawa arus. Jangan berusaha berdiri karena ada bagian sungai yang dalamnya sampai 12 meter.
Sekitar 10 meter dari spot loncat, kita akan diminta loncat lagi, tapi ketinggiannya hanya sekitar 2 meter.  Dari situ, kita papalidan lagi dan nanti akan diajak bergelantungan pada tali. Mirip Tarsan, bergelantungan pada tali dan menjatuhkan diri  ke sungai. Pada saat bergelantungan pada tali sebaiknya melalukan peregangan pada pergelangan tangan. Beban badan semuanya akan bertumpu pada tangan, jika ototnya kaget, bisa terkilir.
Segera setelah badan jatuh ke sungai, kita kembali menikmati jamahan air sungai yang dingin. Batu-batu yang licin sangat menantang untuk dilewati. Ujung-ujung batu  yang tajam memaksa konsentrasi tak putus  agar tidak terpeleset dan akhirnya terluka.
Batu-batu licin telah terlewati, kinj perjalanan sungai menuju titik akhir dan nanti naik ke darat. Setiap orang diminta mengikhlaskan dirinya mengapung di atas air, singkirkan rasa takut. Rasa takut mengakibatkan detak jantung tidak stabil dan badan tidak mengambang sempurna. Saya mencoba menyerahkan badan pada air. Sambil telentang menantang langit, dedaunan dan batang-batang kayu yang seolah sayap melebar ke atas sungai menjadi pemandangan yang mungkin hanya bisa dinikmati peserta body rafting yang membiarkan dirinya hanyut terbawa air. Telinga dicoba mendengar suara alam, pelan namun jelas terdengar ada suara burung, suara desir angin melewati daun, dan suara air. Kombinasi alam nan indah.
Saya membiarkan badan terbawa arus agak lama, kemudian mencoba menikmati badan yang seolah  tanpa bobot dengan berdiri dalam air. Saya bisa melihat hijaunya pemandangan  di sisi kiri kanan sungai. Saya berdoa semoga pemandangan ini tetap seperti ini sampai 100, 200 tahun yang akan datang. Saya berdoa agar tidak terpikir oleh siapapun untuk membeli tanah di sepanjang sungai dan dijadikan tempat tinggal atau tempat wisata yang sudah pasti akan mengubah wajah sungai. Jika jadi tempat tinggal,  paling tidak sungai akan tercemar air cuci sabun, dan ikan Nilem mengalami kiamat. Jika jadi tempat wisata, bukan tidak  mungkin dibuat tanggul, belokan buatan, atau danau buatan yang dicanangkan untuk perahu kecil bersolar. Jika yang kedua terjadi, bukan hanya ikan Nilem yang kiamat dan mati, tapi burung,  daun, air, bahkan orang-orang akan berubah.
Sekitar empat jam sejak mulai turun sampai kembali naik ke darat,  pikiran terasa dibarukan. Pikiran dipenuhi rasa bahagia karena sesaat telah lepas dari  segala urusan profesi dan tanggung jawab. Menyerahkan diri pada alam, berbaur  dengan irama, kekuatan,  dan keindahannya diperlukan tubuh. Oleh karenanya, izinkan tubuh kita kembali ke kegiatan masa kanak-kanak. Kegiatan yang tidak ada persaingan, tidak ada strata sosial, tidak ada asal usul, hanya bermain.

1 comment:

  1. mantap nih liburan panjang ke citumang bisa jadi option selain lembang bandung yang udh rame banget kalau libur panjang

    ReplyDelete