Thursday, December 17, 2020

memoar

Kakakku mengejek bahwa sebagai adik tiri yang lemah, saya tidak akan punya kesempatan untuk mengecap kesejatian hidup. Selama ini, jangankan hidupku,  hidup ibuku saja ada di bawah kata-kata mereka. Kelihaian dan kelilicikan mereka dalam mengarang cerita sehingga membuat peran dan kerja keras ibuku dalam mengurus mereka, menjadi sangat buruk di mata ayah. Hardik dan pekik kecewa ayah pada upaya ibu mengurus rumah dan anak kerap terdengar.  Saya tak habis pikir, apakah ikatan sakral pernikahan membolehkan seorang perempuan dihina dan direndahkan akibat hasutan yang tidak pernah dicek  kebenarannya. Apakah tiga suara perempuan yang penuh dusta,  lebih terdengar untuk dipatuhi ketimbang suara pasangan hidup yang setiap detik mengabdikan dirinya untuk mensejahterakan anak tirinya  mengabaikan anaknya sendiri. Saya menonton drama ricuh dua kepribadian yang ditunjukkan kakak-kakak tiri yang kian hari kian piawai mengendalikan emosi ayah. Sebagai penonton, saya hanya bisa berkomen

No comments:

Post a Comment