Semoga takdir memberikan kesempatan saya juga siapapun untuk selalu sadar pada hidup. Hidup yang dihiasi sakit dan ditunggu kematian sehingga dalam hidup selalu berbuat baik. Selalu mengagungkan kebesaran Tuhan, karena kasihNYAlah kita diberi kesempatan mendengar takbir.
Pages
Thursday, August 31, 2017
Hari ke-44 Jangan-jangan
Semoga takdir memberikan kesempatan saya juga siapapun untuk selalu sadar pada hidup. Hidup yang dihiasi sakit dan ditunggu kematian sehingga dalam hidup selalu berbuat baik. Selalu mengagungkan kebesaran Tuhan, karena kasihNYAlah kita diberi kesempatan mendengar takbir.
Hari Ke-43 Miskin Motivasi?
Waktu literasi terasa berlalu lebih cepat dari yang seharusnya. Senyap khas literasi dipenggal bel masuk jam pertama.
Tuesday, August 29, 2017
Hari Ke-40 Pangandaran Kini
Monday, August 28, 2017
Hari ke-42 Memaksa tidak lelah
Sepulang mengikuti kegiatan sekolah di Pangandaran, dengan perjalanan yang menguras energi, berangkat Jumat malam, pulang Minggu malam, secara alamiah badan terasa sakit, ngilu, pegal. Kegiatan body rafting selama 4 jam menghabiskan hampir semua tenaga yang sejak hari sebelumnya telah habis digunakan menyokong tubuh memenuhi keingintahuan pesisir pantai Pangandaran.
Badan hanya berkesempatan tidur 2 jam untuk kemudian tanpa bisa tawar menawar harus upacara Senin mulai pukul 6.45. Kepala tentu saja pusing akibat kurang tidur dan kelelahan. Namun guru tidak boleh tumbang pada saat upacara. Maka, dengan sekuat sisa tenaga yang ada, upacara dijalani sekhidmat orang lelah.
Belum sempat memikirkan apakah bisa duduk, bel jam pertama berbunyi. Saya harus masuk kelas, hari ini jam mengajar penuh mulai pukul 8.30 sampai pukul 15.45. Istirahat tidak mengurangi lelah untuk badan yang sudah lelah.
Gambaran di atas tidak menunjukkan betapa guru rapuh atau mudah menyerah. Gambaran di atas adalah hidup keseharian guru yang kurang lebih guru lain pun mengalami hal yang sama namun dengan variasi dan kualitas lelah yang berbeda. Bisa lelah karena kegiatan yang benar-benar menguras tenaga secara fisik, bisa lelah karena tekanan secara mental yang menguras semangat bekerja, bisa lelah karena kombinasi kegiatan fisik dan psikis yang mengakibatkan merasa berat untuk mengajar. Yang akan saya soroti adalah komposisi jumlah jam mengajar dalam sehari.
Guru bertanggungjawab mengajar minimal 24 jam dalam sebulan, dan dalam 5 hari per minggu. Jika dirata-ratakan, sehari guru bertanggung jawab mengajar selama 5 jam. Komposisi pembagian mengajar sehari ada yang 8 -10 jam, di lain hari 2 jam, bagi saya pribadi tidak efektif. Mengajar dari pagi sampai petang hanya dipotong istirahat menjadi tidak efektif. Ketidakefektifan sangat terasa pada saat mengajar pukul 14 ke atas pada saat kepala sudah tidak terlalu peka menangkap ide-ide cemerlang siswa. Ibarat gawai, makin siang makin over load. informasi yang datang dari siswa berjubel sehingga tidak sensitif menangkap gejala-gejala positif ataupun negatif siswa. Yang tertangkap hanya yang ekstrim saja. Akibatnya siswa berubah menjadi akut masalahnya pun tidak pula tertangkap.
Komposisi tidak seimbang, 10 jam vs 2 jam mengajar per hari menimbulkan ketidakefektifan dalam penggunaan waktu kosong. Pada saat full 10 jam, guru keluar masuk kelas, efektif di kelas. Pada saat 2 jam, guru menghabiskan waktu di ruang guru, menunggu waktu finger print pulang tiba. Efektif mengajar 2 jam atau 90 menit, sisanya? belum tentu efektif. Dikatakan efektif misalnya diisi oleh kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Tidak adanya ketetapan bagaimana mengisi jam kosong mengajar, selain dari menyiapkan rencana mengajar dan memeriksa hasil pekerjaan siswa, menjadikan guru lelah. Lelah secara non fisik karena harus memikirkan apa yang bisa dilakukan seharian.
Semoga yang saya tulis hanya perasaan saya saja. Guru, selelah apapun, tidak pernah lelah mengajar.
Thursday, August 24, 2017
Hari ke-38 Medan bikin geger dunia
Tetiba saya ingin menonton TV. Selama empat hari di Cosmo Amaroossa hotel, tidak terpikirkan memilih channel TV Cable saking ketatnya jadwal. Secara tertulis kegiatan mulai pukul 7.30, selesai 21.30, pada kenyataannya breakfast pukul 7 (artinya perlu paling tidak 2 jam untuk mandi dan mengecek materi yang hendak disajikan), dan tidur paling cepat pukul 22.30 seusai briefing malam.
Waktu 2 jam sebelum cek out bisa digunakan untuk menonton tivi yang sudah lebih dari 3 bulan tidak dilakukan. Bukan karena puasa dari mass media tapi memang tidak punya tivi.
Ketika klik televisi berbunyi, entah channel apa. Dalam bahasa Inggris disajikan berita tentang Indonesia (tidak ada kata Indonesia yang sempat didengar, namun kata "Medan" diartikan sebagai Indonesia).
Diceritakan ada seorang dukun bernama AS. Katanya dia bermimpi bertemu ayahnya. Dalam mimpinya dia disarankan meminum air liur 70 orang wanita agar ilmunya sebagai penyembuh (healer) sempurna. Diceritakan pula bahwa AS disebut Datuk karena dia menikahi tiga kakak beradik dan beranak pinak dalam satu rumah.
Tayangan dukun AS dipotong oleh adegan seorang lbu yang menangis tersedu-sedu penuh kecewa, dan duka yang tak terperikan. Dia ternyata salah satu lbu, yang anaknya menjadi korban kekejian Dukun AS. Si Anak bernama Dewi, seorang lbu muda, yang baru beranak 2 bulan. Dewi meminta bantuan dukun AS dan untuk terkabulnya keinginan Dewi, syaratnya dia harus berani dikubur setengah pinggang. Maka ritual penguburan dilakukan dibantu istri pertama dukun AS. Setelah dikubur di perkebunan tebu, Dewi dicekik sampai mati dan air liurnya diminum.
Dewi bukan korban satu-satunya. Mayatna ditinggalkan begitu saja. Akhirnya, mayat Dewi ditemukan. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, polisi menemukan 42 korban lainnya. Pencarian dihentikan karena mayat lainnya telah rusak dan sulit untuk dikenali.
Dukun AS melakukan pembunuhan selama hampir 7 tahun. Kemudian dukun AS dan istri pertamanya dihukum mati.
Menurut penggali berita, dukun AS sangat tenang ketika dipersidangan sehingga diragukan kondisi kejiwaannya. Kondisi kestabilan jiwanya dijelaskan ahli kejiwaan bahwa dukun AS sadar benar akan semua perbuatannya.
Fenomena mencari kekuatan supranatural dan magis banyak ditemukan dalam kamus budaya Indonesia. Pencarian kekuatan biasanya dengan harus memenuhi sarat tertentu yang terdengar tidak rasional. Berikut ditulis beberapa contoh cara yang beredar dari mulut ke mulut tentang cara mendapatkan kekuatan, yaitu dengan sarat menggagahi 40 gadis, harus mandi di 7 sumur berbeda, harus puasa makan tanpa garam selama 40 hari, harus puasa bicara selama 7 hari, harus tidur di makam keramat, harus memotong ayam hitam camani, harus memotong kepala kerbau, dan banyak yang lainnya yang beredar di setiap wilayah Indonesia.
Kembali pada kasus Medan yang direkam secara detil oleh tivi asing. Dukun AS menerima hukuman mati dengan cara ditembak. Mayatnya dikembalikan kepada keluarganya yang kebetulan satu kampung dengan Dewi. Masyarakat menolak mayat AS, mereka menganggap terlalu menyakitkan harus menguburkan mayat pembunuh dengan korban dalam satu hamparan tanah dalam satu kampung. Penolakan ini mengakibatkan mayat AS dibawa ke desa tetangga. Namun, desa tetangganya pun menolak menerima titipan 'mayat'. Akhirnya polisi membawa mayat AS sejauh 150km dari tempat yang direncanakan sebagai peristirahatan terakhirnya.
Orang yang dianggap kontroversial dan menghebohkan dunia semasa hidup, ternyata masih kontroversial dan menghebohkan pula ketika telah mati.
Wednesday, August 23, 2017
Hari Ke-22 Jangan Berhenti Berlatih agar Terampil
Tuesday, August 22, 2017
Hari ke-21 Tamu di Rumah Sendiri
Monday, August 21, 2017
Hari Ke-36 Gebyar Infak Buku
Hari yang dikhawatirkan itu tiba. Hari yang ditetapkan menjadi tonggak pelaksanaan literasi yang ditandai dengan memnginfakkan buku dari seluruh warga sekolah. Siswa diharapkan menginfakkan 1 buku non pelajaran, guru dan TU menginfakkan 5 buku.
Upacara berlangsung seperti biasa, saya khawatir himbauan infak tidak ditanggapi dengan hadirnya buku. Terik matahari pagi terasa lebih menyengat ketika pikiran diselimuti kekhawatiran. Upacara usai. Pembina upaca mengingatkan bahwa kita orang merdeka. Artinya memiliki keleluasaan untuk maju, tidak dijajah siapapun.
Acara infak dimulai. Satu persatu buku mulai menumpuk di meja di depan lapangan upacara. Para guru, di luar dugaan menginfakkan juga buku. Saya meminta bantuan Bapak Kepala Sekolah untuk melakukan sedikit seremoni penerimaan infak-dan-penyerahan-infak kepada siswa dan guru.
Saya menginventarisir buku yang diinfakkan guru, terdapat 153 ekspemplar. Alhamdulillah. Sebuah awal yang menggembirakan dan menjanjikan.
Saya menjelaskan kepada para wali kelas agar menginventarisir buku yang diinfakkan siswa. Kemudian pada hari Selasa ditentukan pengelola literasi di kelas. Tugasnya mencatat perputaran buku. Buku apa dibaca siapa, format untuk hal tersebut telah ada pada panduan. Selain itu, para wali kelas juga diminta agar meminta para siswa membawa satu buku tulis untuk dibuat jurnal harian membaca. Lagi-lagi, format ada pada panduan.
Satu dua mengeluh karena panduan dalam bentuk pdf yang unggah di WA enggan untuk mengaksesnya. Mereka meminta agar diprint outkan. Saya menjawab dengan meminta bantuan kepada pihak sekolah agar membantu mengeprintakan panduan dan pedoman pelaksanaan literasi untuk semua guru.
Permintaan dari para guru artinya pertanda keseriusan pelaksanaan literasi di sekolah.
Waktu terasa berjalan lebih cepat dari yang seharusnya. Pukul 8.00. Saya merekap infak buku dari guru pada format yang telah saya sediakan. Seorang guru mendekati saya meminta izin pertimbangan untuk keikutsertaan siswa lomba di Polban yang hari ini harus daftar secara online. Saya membantu menentukan jenis lomba dan peserta yang mungkin bisa ikut serta. Rembukan bersama akhirnya, dan muncul nama -nama peserta lomba.
Tiba-tiba telepon berbunyi. Suara dari seberang telepon menyebutkan bahwa dia daro travel yang akan menjemput saya ke Jakarta.
Saya memang akan berangkat ke Jakarta untuk menjadi salah satu pembahas pada Workshop sekolah rujukan di region 1. Waktu menjadi mahal ketika banyak hal yang harus diselesaikan dalam waktu yang sama. Semoga saya bisa memberikan sedikit warna baik di sekolah, bagi siswa, juga pihak lain yang sekiranya memerlukan bantuan saya.
Sunday, August 20, 2017
Hari ke-35 Memaksa literat
Bangun pagi buta (kepagian, waktu menunjukkan pukul 2.02) kepala telah penuh rangkaian aktivitas. Saya harus menyiapkan banyak hal untuk Gebyar Infak Buku pada Senin esok, 21 Agustus, di sekolah tempat saya mengajar. Saya 'memaksa' warga sekolah bersedia melaksanakan gerakan literasi dengan cara membaca 15 menit pada pukul 7.00 sampai 7.15 setiap hari Selasa, Rabu, dan Kamis.
Saya menggunakan kata 'memaksa' karena memang saya seolah mendesak warga sekolah agar bersetuju dengan kegiatan literasi. Mungkin bagi beberapa orang, saya dianggap ambisius karena menginginkan kegiatan yang setahun lalu telah ditolak pihak sekolah. Bagi saya, sesungguhnya, literasi berjalan, saya tidak mendapatkan untung; sebaliknya, literasi tidak berjalan, saya pun tidak rugi.
Tahun ini, entah bagaimana mulanya, jam kesatu mulai pukul 7.15, artinya ada waktu 15 menit tidak bertuan (mulai pukul 7.00 sampai 7.15). Saya kembali mengajak agar waktu tak bertuan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan pembiasaan membaca. Kali ini, diterima, dengan catatan saya jadi penanggung jawab kegiatan. Saya bersedia mencontohkan berliterasi. Saya diminta membuat panduan, program, dan hal lainnya yang terkait pelaksanaan literasi di sekolah.
Saya menyanggupi semuanya. Semoga dengan cara ini, saya membuka kesempatan kepada guru dan siswa untuk menjadi warga negara literat yang mampu berbahasa secara reseptif dan selanjutnya produktif mengomunikasikan bacaan dalam tulisan. Semoga saya tidak lagi mendengar keluhan siswa yang berkata mereka malas ujian karena soalnya berupa bacaan panjang-panjang. Malas mengerjakan tugas guru karena harus membaca buku dulu. Malas kerja kelompok karena harus menulis laporan. Semoga juga tidak mendengar guru yang kebingungan harus menulis tulisan populer apa di koran yang telah melakukan MoU dengan sekolah sejak 3 tahun lalu karena tidak punya bahan untuk dijadikan konten tulisan.
Saya kembali membuka file proposal kegiatan literasi yang tahun lalu telah diajukan kepada pihak sekolah. Beberapa bagian saya sesuaikan dan dipertajam sehingga sangat bersifat teknis, tanpa disadari saya telah membuat panduan. Saya pun membuat program perbulan agar memudahkan pihak berkepentingan melihat kemajuan dan menilai efektifitas program. Saya berpikir, penting sekali warga sekolah membaca panduan pelaksanaan literasi, juga mengetahui program selama satu tahun ajaran. Saya meminta izin pimpinan untuk mengunggah panduan dan program ke laman WA grup sekolah. Selain itu saya juga mengunggah petunjuk teknis yang harus dilakukan pada hari Senin ketika Gebyar Infak Buku dilaksanakan. Segera setelah diizinkan, saya unggah.
Hanya dua orang guru yang menunjukkan respon atas unggahan panduan, program dan petunjuk teknis. Saya berbicara pada diri sendiri bahwa tentu saja tidak akan viral. Berbeda dengan unggahan video, tulisan berbau agama atau anjuran khasiat obat, hoax artis, sudah pasti disediakan waktu untuk mengetahuinya. Panduan dan program tentu saja tidak semenggoda tulisan hoax.
Diluar dugaan, beberapa siswa menghubungi melalui LINE. Mereka menanyakan literasi. Saya jawab seperlunya, karena sepertinya yang bertanyapun tidak jelas apa yang hendak ditanyakan. Saya merasa sedikit tenang. Ternyata literasi disambut baik warga sekolah. Jumlah yang merespon bukan jadi ukuran bahwa literasi yang sedang saya paksakan tidak diterima. Siapa tahu, yang tidak merespon sesungguhnya telah literat dan tidak perlu mengkonfirmasi.
Rencana aktivitas yang berjejer sejak pukul 2 pagi, satu persatu selesai. Walapun, tersisa beberapa aktivitas yang belum tuntas, saya anggap saya telah melalui hari Minggu yang gemilang. Ajakan berliterasi diterima, itu sama maknanya dengan akan lahirnya perubahan besar dalam cara pikir. Membaca mengubah orang. You are what you read, anda adalah wujud dari yang anda baca. Jika anda membaca AlQuran, maka wujud ayat-ayatnya adalah sikap, prilaku dan aktivitas anda. Jika anda membaca Bumi Manusia, Pramoedya, maka sikap lembut anda pada nasib kaum perempuan adalah pengaruh internalisasi bacaan dengan kepribadian anda.
Membuat orang lain bersedia membaca merupakan keberhasilan dan jalan bagi terbukanya perubahan.
Saturday, August 19, 2017
Hari Ke-34
Sebulan lebih bersama 12 MIPA 6, saya sudah mulai kenal secara personal penghuni kelas ini. Setiap siswa dengan gaya, cara, katakter, bahkan masalahnya masing-masing. Semua menjadikan kelas ini menjadi unik sekaligus sempurna sebagai gambaran sebuah masyarakat kecil yang sedang mencoba meraih mimpinya.
Kelas saat ini sedang merasa gundah dengan persiapan ujian praktek seni budaya. Kesulitan yang dihadapi dimulai dari pencarian tema. Kemudian mencari pelatih. Terakhir yang terberat adalah mencari biaya untuk membayar pelatih dan kostum.
Kesulitan pertama, mencari tema. Berdasarkan permintaan dari guru seni budaya, para siswa diharuskan tampil secara klasikal namun dengan peran individual berkolaborasi menampilkan seni tari, seni suara, seni panggung, dalam satu paket tampilan. Penampilan yang melibatkan 39 orang siswa dengan hasil optimal tidaklah mudah. Harus ditemukan tema yang dapat memfasilitasi setiap siswa secara perorangan namun bisa menjadi bagian dari kelas. Saya hanya membayangkan mungkin, tampil dalam bentuk satu paket tema yang rasional, harus ada alur cerita. Tema cerita yang diusung harus secara adil melibatkan setiap siswa. Bisakah itu terwujud? Kekompakan kelas yang jadi taruhannya.
Kesulitan kedua, menemukan pelatih. Ujian seni budaya melibatkan tidak hanya satu kelas, namun 6 kelas. Hampir semua seniman dalam kota, habis teken kontrak. Siswa yang belum mendapatkan pelatih, mencari, hunting bertanya ke kakak kelas yang telah lulus dan telah lepas dari kesulitan ujian ini.
Saya lihat di LINE para siswa menemukan pelatih dari Bandung. Pelatih akan bulak balik dari Bandung. Sebuah rencana yang terdengar repot bagi saya. Pelatih yang lelah, harus melatih begitu banyak siswa. Semoga saja hal terburuk, seperti pelatih datang dan tidak bisa melatih karena kelelahan, tidak terjadi.
Kesulitan ketiga, biaya. Para siswa diminta membayar, satu orang 10.000 rupiah untuk sekali datang sebagai pengganti ongkos pelatih. Belum termasuk kostum, rias wajah dan properti. Melihat deretan yang harus dibayar, artinya tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan. Para siswa menyisihkan sebagian dari uang saku untuk ini. Padahal, banyak iuran lain yang juga harus dipenuhi. Saya dengar baru-baru ini para siswa harus berlatih infak, setiap orang berinfak sejumlah 25.000 rupiah dan harus selesai dibayar per 25 Agustus ini. Belum termasuk iuran bulanan untuk melengkapi pernak pernik kelas.
Saya melihat ada sisi baiknya yakni para siswa berlatih mengatur keuangannya. Namun sisi kurang pisitifnya adalah beban biaya ini kenapa baru muncul sekarang. Tidak bisakah sekolah memasukannya pada rapat orang tua dan menetapkan bahwa di kelas 12 orang tua mendapat beban tambahan untuk ujian praktek seni sekian, untuk beli sapu sekian, untuk infak sekian, untuk ujian praktek sekian, jumlah semuanya sekian. Para orang tua dapat mencicil perbulan sekian.
Uang saku siswa berada pada posisi tidak sehat. Full day school, berangkat pukul 6 pagi dan pulang pukul 6 sore, membutuhkan paling tidak 3 kali makan di sekolah. Sedangkan uang saku, sebagian besar siswa mengaku tidak naik. Bahkan ada siswa yang mengaku hanya diberi 10.000 rupiah perhari dan harus mencakup beli bensin.
Di luar yang dituliskan di atas, saya membayangkan bagaimana mereka berlatih. Bisa saja pada saat janjian, semua siswa siap hadir. Pada saat pelaksanaan ada sebagian yang tidak hadir. Hal ini akan merepotkan. Selain latihan terganggu karena tidak lengkapnya siswa, latihan akan jalan ditempat, susah maju, karena pelatih bolak balik melatih yang baru bergabung.
Selain itu saya membayangkan dimana mereka akan berlatih. Adakah alat musik dan perangkat pendukung lainnya siap? Ataukah harus menyewa lagi? Artinya biaya lagi. Sewa tempat, sewa alat, semuanya tentu tidak ada yang gratis.
Saya setuju dengan adanya ujian praktek pwr mata pelajaran. Namun tidak bisakah dibuat sedemikianrupa sehingga tidak menimbulkan kegundahan? Sebagai contoh, untuk mata pelajaran bahasa Inggris, jika mau menimbulkan kegundahan, buat ujian praktek berbicara dalam bentuk drama, per kelompok 5 sampai 7 orang, pada saat tampil gunakan kostum, properti, dan panggung. Niscaya dengan cara ini para siswa kalang kabut. Untuk menampilkan peran Red Riding Hood misalnya, bisa saja dia membuat baju merah kepada tukang jahit. Demi lengkapnya peran. Biaya mulai membeli kain sampai menjahit bukan sedikit. Hanya untuk tampil sekian menit. Bolehlah bajunya menyewa, misalnya untuk peran Cinderella, sewa baju, rias, dan asesoris lainnya, tetap saja mahal.
Yang diujikan bukan hanya bahasa Inggris, bagaimana jika mata pelajara lain meminta hal yang sama? Kiamat kecil yang nanti dirasakan siswa. Padahal mereka sedang menggiatkan diri menghadapi Ujian Nasional dan SBMPTN, hal yang lebih pokok.
Ujian praktek, tidak menjadi utama, namun menyita hampir semua perhatian siswa. Paradox tragis.
Friday, August 18, 2017
Jumat, 18 Agustus 2017
Pelajaran peminatan Bahasa Inggris untuk kelas 12 berdurasi 4 jam tanpa jeda. Sebagian siswa memandang hal ini sebagai siksaan. Siksa yang pertama adalah waktu yang dianggap terlalu lama untuk hanya sekadar belajar bahasa Inggris. Siksa kedua, belajar setelah pukul 12.45 ke atas, secara alamiah badan meminta istirahat, ngantuk muncul setiap saat. Siksa ketiga, memilih bahasa Inggris bukan karena minat, tapi karena anggapan, dibandingkan mengambil peminatan Kimia, Matematika; bahasa Inggris lebih enteng, karena tak ada hitung-hitung dan membuktikan rumus. Siksa keempat, guru yang selalu hadir mengajar dianggap tidak manusiawi karena siswa tidak berkesempatan menikmati jam kosong.
Di sisi lain, saya memandang 4 jam peminatan tanpa jeda sebagai kesempatan. Kesempatan pertama, membimbing dan menemani siswa mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru secara tuntas. Waktu yang panjang, memungkinkan saya untuk mengobservasi perkembangan individu secara lebih mendalam. Kesempatan kedua, 4 jam tanpa jeda artinya saya bisa mengimplementasikan setiap tahapan rencana mengajar sambil mengamati proses dan hasilnya sekaligus. Kesempatan ketiga, saya dapat mencontohkan bahasa Inggris yang hidup yang bisa menjadi model dan dapat menjadi tawaran inspirasi bagi siswa.
Dua cara pandang yang berlawanan ini mengakibatkan muncul hal-hal tidak terduga di dalam kelas. Seorang siswa dari kelompok pembelajar lambat dan kurang antusias belajar, pada jam ketiga, tumbang. Dia mencoba tidur dalam kelas. Dan, berhasil. Saya tidak mengganggu nikmat Tuhan berupa tidur. Sekitar 30 menit dia bangun. Saya dan siswa lain sedang mencoba mendapatkan beberapa kosa kata baru melalui bacaan. Kami tidak terlalu memusatkan perhatian pada si tidur. Saya izinkan dia menikmati kebebasan, jika minggu depan masih begitu, saya akan memberikan perhatian khusus padanya.
Alkisah si tidur bangun, dan rohaninya telah kembali semuanya bersatu dengan raganya. Dia tergagap-gagap mengikuti latihan. Siswa yang lain hanya senyum-senyum kecil sambil berkomentar bahwa dia mah biasa tidur di kelas tanpa alasan.
Pada saat latihan selesai dan hasil latihan dikumpulkan, si tidur ke depan, juga mengumpulkan hasil latihannya. Saya lihat dengan cepat, karyanya tidak maksimal. Dia berkata, "Miss, seharusnya belajarnya ada jeda istirahat, 4 jam terlalu lama. Atau, seperti rencana Miss, belajarnya di luar kelas, pergi kemana, jangan disini terus, panas. Atau Miss, putar film saja. Lumayan, menghibur."
Saya merasa bangga dengan keberanian siswa menyampaikan ide dan keinginannya kepada guru. Yang menjadi keraguan, apakah siswa yang baru bangun tidur, pikirannya jernih dan usulannya benar-benar hasil pemikiran yang dalam, bukan malah igauan orang setengah bangun.
Saya menimpali diktean siswa yang baru bangun tidur dengan menjelaskan kepada seluruh siswa bahwa sekolah tidak mudah mengeluarkan izin bagi guru dan siswa meninggalkan kelas, kecuali program, kegiatan, dan hasilnya jelas serta memungkinkan untuk dilaksanakan. Rencana kecil seperti mengunjungi perpustakaan daerah, menjadi urusan besar karena letak sekolah begitu jauh dari perpustakaan daerah. Perlu kendaraan yang mampu mengangkut 43 orang, perlu waktu yang cukup untuk pergi dan pulangnya. Perlu koordinasi dengan pihak pengelola perpustakaan apakah siap menerima kunjungan.
Saya pun melanjutkan penjelasan bahwa memutar film tanpa ada dalam rencana pembelajaran, tidak bisa dilakukan. Kegiatan belajar di dalam kelas, semuanya telah direncanakan dan ditanda tangani Kepala Sekolah. Jika ditemukan di kelas kegiatannya berbeda jauh dengan rencana, guru nanti dituding tidak profesional.
Terakhir saya tegaskan bahwa belajar 4 jam, atau 2 jam, bahkan nol jam, jika tidak niat, terasa berat. Mereka yang jadi juara lomba lari 100 meter, setiap hari berlatih berlari 10 km tanpa jeda. Tanpa mengeluh karena menyakini bahwa harus ada pengorbanan untuk sebuah keberhasilan. Belajar pun, perlu pengorbanan agar berhasil. Belajar tanpa pengorbanan hasilnya hanya bosan, ngantuk, lelah, capek. Hanya berpindah hari, berpindah kelas, tanpa ada pemberdayaan diri sendiri.
Terus, apa bisa dikatakan belajar tanpa jeda dan lelah bagi mereka yang sempat tidur pulas selama 30 menit?
Sistem jaminan kesehatan nasional
Kunjungan dari BPJS ke tempat saya bekerja memberikan wawasan tambahan terkait jaminan kesehatan. Informasi yang tersaji kurang lebih seperti di bawah ini.
Setiap orang memerlukan memiliki jaminan kesehatan diantaranya karena tarif biaya kesehatan terus meningkat, pergeseran pola penyakit dari ringan ke degeneratif kronis, pasien tidak memiliki daya tawar, posisinya lemah, informasi asimetris, perkembangan teknologi kedokteran semakin maju, dan sakit berdampak sosial dan ekonomi.
Secara hukum setiap orang termasuk orang asing yang bekerja di lndonesia wajib memiliki jaminan sosial dan kesehatan.
Tahun 2019 diharapkan menjadi peserta kesehatan nasional yang diatur oleh pemerintah. Peserta jaminan kesehatan terdiri dari bukan penerima bantuan iuran (pekerja penerima upah) dan penerima bantuan iuran. Setiap pemberi kerja wajib memberikan layanan jaminan kesehatan.
Status kepersertaan suami istri harus didaftarkan masing-masing. Demikian juga anak-anaknya.
Electronic data badan usaha (e-dabu) untuk mendaftar menjadi anggota BPJS. Pembayaran dihitung 5% dari UMK. Iuran perbulan bagi para guru honorer didasarkan pada surat edaran yang dikeluarkan oleh Dinas Pemprov Jawa Barat.
Hak kelas rawat bagi pendaftar kolektif mendapatkan layanan kelas 1 dan 2. Yang ditanggung sebanyak 5 orang (suami/istri dan anak 3 batas usia 21 tahun, 25 tahun jika masih kuliah yang dilengkapi keterangan surat kuliah). Setelah usia 26, mandiri. Untuk pensiunan belum ada edaran khusus mengenai hal ini.
Pendaftaran dilakukan dengan langsung ke kantor BPJS, atau website bpjs.kesehatan.go.id, http://edabu.bpjs-kesehatan.go.id atau http://new-edabu.bpjs-kesehatan.go.id/, car free day, call center 1500400, siapkan KK dan KTP. Khusus untuk kelas 1 dan 2 wajib dengan melampirkan rekening tabungan. Kelas 1 80.000/bulan, kelas 2 55.000, kelas 3 25.000. Satu keluarga kelasnya wajib sama.
Alur pelayanan kesehatan dimulai ketika peserta mengalami sakit, datang ke faskes 1, ke rumah sakit, sifatnya berjenjang, kecuali emergensi.
Layanan yang diterima: pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis spesialistik, pelayanan penunjang diagnostik, persalinan semua anak, alat bantu kesehatan (kacamata 150.00), dll. Ketika ada peserta naik dari kelas 1 ke VIP, maka hitungannya 75% x hak layanan.
Kartu askes diganti menjadi KIS.
Jika ada tagihan melebihi 75% x hak layanan, pemberian alat kesehatan, obat diluar tanggungan BPJS, Laporkan ke BPJS center di RSU
Asep Komarudin 08112221004
085624866681 (WA)
Untuk penyakit yang berobat rutin daftar ke prolanis atau rujuk balik, tidak harus daftar lagi ke RS. Minta PRB, ke dokternya, obat bisa diambil di klinik setiap bulan.
Thursday, August 17, 2017
Kamis, 17 Agustus 2017
Hari ini, 72 tahun lalu, Soekarno mengumumkan kemerdekaan bangsa ini. Gegap gempita pengumuman tersebut disambut oleh seluruh bangsa. Mereka bersuka ria atas anugerah besar kemerdekaan. Merdeka diartikan bebas. Bebas dari cengkraman penjajah. Bebas menyuarakan hak-haknya sebagai rakyat merdeka.
Kini, pengumuman diumumkan lewat WA bahwa ada peringatan hari kemerdekaan ke 72 di sekolah pukul 07.00. Pengumuman disambut dengan ekspresi merdeka. Ada yang menolak karena ada kepentingan keluarga, ada yang diam saja menganggap upacara begitu-begitu saja, ada yang berkomentar untuk apa upacara, ada yang mengajak hadir sepulang upacara bisa jalan-jalan, memanfaatkan waktu dengan menghibur mata. Berbagai tingkah sebagai ekspresi merdeka menjawab sebuah informasi.
Saya meniatkan akan hadir upacara. Jika ditanya kenapa ikut upacara. Saya tidak akan menyiapkan jawaban politis ataupun berbau gaya-gaya orang sok nasionalis. Saya akan jawab sederhana sebagai berikut, ' saya diundang untuk upacara, kewajiban saya adalah memenuhi undangan.' Selesai.
Dan,
Saya pun berdiri mengikuti upacara, menyimak Proklamasi dibacakan oleh pembina upacara. Saya membayangkan seperti apa dulu Soekarno berdiri, seperti apa reaksi orang-orang ketika proklamasi dikumandangkan. Adakah diantara mereka yang menitikkan air mata pertanda kebahagiaan? Adakah diantara mereka yang merasakan dadanya seolah lapang, hilang himpitan dan tekanan dari sesama manusia yang mengaku dirinya lebih berkuasa atas manusia lainnya?
Seusai upacara saya memilih menulis di blog ini. Teman-teman guru yang lainpun memiliki kegiatan sendiri. Beragam kegiatan yang bisa ditangkap: guru merangkap penjual pakaian sedang menggelar dagangan pakaian anak-anak, ibu-ibu, kedurung, dan segala macam bungkus badan yang mungkin menggoda para guru untuk menjadikannya sebagai koleksi atau mengikuti trend. Ada juga guru yang menawarkan makanan, segala makanan.
Saya melaksanakan rencana hari ini yakni membuat surat undangan yang ditujukan kepada siswa (orangtua) untuk menyumbangkan satu buku non pelajaran untuk mendukung program literasi sekolah. Surat itu sendiri dikeluarkan oleh pihak sekolah, dengan demikian dibuat oleh TU. Saya merasa sedikit pesimis. Sepertinya program literasi ini akan kurang berhasil karena minimbya kepedulian dari pihak yag diharapkan peduli. Namun saya akan mencoba sekemampuan untuk membuat paling tidak para siswa mengenal literasi dalam arti yang paling sederhana yang mengumpulkan buku non pelajaran, bukunya disimpan di kelas, dibaca oleh anggota kelas, ditukar bukunya dengan kelas lain secara periodik, dan terus seperti itu. Guru pun diundang untuk ikut terlibat.
Membaca sepertinya sedikit terdengar tidak seksi di telinga para guru.
Kemerdekaan diharapkan membuat saya merdeka untuk mengajak siswa dan guru menjadi pembaca aktif buku-buku non pelajaran. Semoga dengan aktif membaca, dalam waktu dua atau tiga tahun kedepan muncul cara pikir dan cara pandang baru terhadap pendidikan, terhadap memberikan layanan pendidikan, dan menjadikan warga sekolah ini menjadi orang yang lebih baik.
Wednesday, August 16, 2017
Rabu, 16 Agustus 2017
Dimana-mana kombinasi warna merah dan putih mendominasi. Ada yang menjulang bergerigi seperti panji-panji berjejer di pinggir jalan. Ada yang bergelayut berkerut-kerut menempel di pagar atau pada bagian atap. Ada pula yang bergemelutuk ketika tertiup angin karena dibuat dari cangkang gelas Aqua yang diwarnai merah putih dan digantungkan di atas kepala di gang-gang. Kertas-kertas merah putih dan bendera merah putih berkibar ditiup angin. Esok, hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 72.
Menilik siswa dan guru pada zaman kemerdekaan dari sudut bagaimana mereka mengisi kebebasan dari kungkungan untuk memperoleh pendidikan, sepertinya masih banyak yang harus kita lihat ulang. Siswa, tahun ini menerima perlakuan sebagai warga negara yang diarahlan untuk memilih tempat belajar berdasarkan zona tinggal. Siswa juga menjadi subyek yang menerima layananan pendidikan dengan kurikulum 2013 dan lama di sekolah menjadi 8 jam perhari, 5 hari dalam seminggu, full day school.
Guru, tidak berbeda jauh dari siswa. Mereka menghabiskan waktu 8 jam perhari, 5 hari perminggu. Mereka juga menjejalkan semangat kurikulum 2013 yang dihiasi dengan keterampilan abad 21, karakter, literasi dan belajar pada tahap berpikir tingkat tinggi. Beban guru dan siswa sama beratnya. Lebih banyak guru dan siswa yang tidak berbahagia tahun ini akibat dari hal-hal yang disebutkan di atas.
Hari ini, ketika masuk sekolah, semangat kemerdekaan hampir tidak terasa. Tidak ada bendera yang berjejer-jejer atau bersesak-sesak di depan bangunan sekolah. Mungkin, belum. Bendera mungkin akan dipasang esok.
Saya lihat sebagian anak berserakan di lorong-lorong. Mereka mengucapkan rasa bahagia karena guru jam pertama tidak hadir. Katanya gurunya yang sedang mengurusi pengajuan pensiun. Kondisi ini menggambarkan bahwa anak-anak tidak menunjukkan orang terdidik yang memanfaatkan waktu seperti halnya orang terdidik. Mereka tidak memanfaatkan waktu 1,5 jam untuk sekedar membaca. Membaca apapun. Berteriak-teriak, bernyanyi, bergitar, bergerombol, duduk-duduk menghalangi tangga, benar-benar pilihan tindakan yang kurang tepat. Selain membuang waktu pagi dengan percuma, juga mengganggu orang lain.
Guru yang tidak hadir meninjukkan semangat mengakhiri masa kerja tanpa kasih. Jika dia mengasihi siswanya, tentulah paling sedikit dia memikirkan ketidakhadirannya di kelas sehari ini. Dia memikirkan dengan apa ketidakhadirannya bisa diisi. Mungkin bisa dengan memberikan tugas membaca, atau menulis.
Saya tidak terlalu memikirkan anak yang tanpa kasih ditinggalkan gurunya. Yang menjadi pikiran bagaimana agar mereka menurunkan suaranya sedikit agar suara saya bisa didengar oleh kelas. Saya longok keluar dan meminta mereka masuk kelas. Sedikit keberisikan berkurang, walaupun sepertinya mereka melanjutkan kemerdekaan tanpa guru di dalam kelas.
Saya mengajar kembali dan mencoba membuat seisi kelas tidak tergoda untuk ikut berisik menyuarakan kebebasan ala anak tanpa guru.
Jam pertama dan kedua telah usai. Saya memilih untuk memeriksa hasil pekerjaan siswa di ruang guru.
Waktu berjalan terasa amat cepat, adzan dhuhur berkumandang. Saatnya memberikan hak tubuh, istirahat. Semoga dengan demikian badan tidak terlalu cepat aus.
Tuesday, August 15, 2017
Selasa, 15 Agustus 2017
Cianjur agak sejuk, semalam diguyur hujan. Pagi ini, Excel, anak saya berangkat sendiri ke sekolahnya. Dia kembali memakai sepeda sebagai alat transportasi versi dirinya. Excel menganggap angkot melelahkan. Selalu ngetem atau nunggu lama, gerah, ada penumpang yang merokok, dan hal-hal lain yang tidak diharapkan seperti copet.
Saya akan membicarakan Excel sebentar. Excel satu-satunya siswa SD yang menggunakan sepeda ketika pergi dan pulang sekolah. Dia dilatih selama 3 hari agar dapat menjadi pengguna jalan yang tidak membahayakan dirinya juga pengguna jalan yang lain. Sejak kelas 4 SD menggunakan sepeda. Dia dikenal sebagai anak pengguna sepeda. Sekarang dia masuk SMP kelas 1, dan masih melanjutkan bersepeda atas keinginannya sendiri. Bagi saya, sebagai orang tua menjadi suatu kebanggaan.
Bersepeda menjadi kebanggaan karena anak menunjukkan keberanian dalam berkendaraan di jalan raya, menunjukkan kemampuan menjadi pengguna jalan yang dewasa. Hal lain, bersepeda tidak menyumbang polusi. Terakhir, secara perlahan menyumbang pada kesehatan badan dan mental.
Back to our bussiness. Selasa, kata peneliti adalah hari yang paling produktif karena telah lepas dari l hate Monday. Hari yang paling malas, kabarnya Jumat karena dekat ke weekend. Saya merasakan spirit yang sama dengan hari Senin. Lelah. Saya tidak mencari kambing hitam bahwa full day school penyebabnya. Hanya saja, setelah full day school, selalu saja terasa lelah. Akibatnya, kelelahan. Ketika kelelahan muncul, saya malah tidak bisa tidur. Sering saya baru bisa tidur pukul 11 atau 12an. Pukul 2 pagi sudah bangun dan tidak bisa tidur lagi sampai nanti pukul 11an malam. Terlalu lama bangun.
Berbicara full day school, seorang siswa dari kelas 12 MIPA 1 menghampiri saya. Dia mengatakan dia telah mengirim dua video via LINE. Katanya untuk mengabarkan kepada guri bahwa kurikulum 2013 tidak seduai dengan kebutuhan siswa. Misalnya penerapan full day school, menimbulkan lebih banyak kesulitan bagi anak, seperti dirinya, ketimbang manfaat. Saya manggut-manggut saja sambil memikirkan video apa yang dikirmnya. Seingat saya, saya belum add siswa ini di LINE saya.
Dia menunjukkan bahwa dia telah mengirim video. Salah ID ternyata. Akhirnya saya minta agar dikirim ulang. Saya tidak sempat memeriksa apakah dia mengirim atau tidak, saya harus mengajar kelas lainnya.
Saat mengajar kelas 11, praktik berbicara. Siswa diminta menceritakan pengalamannya berbagi saran atau rekomendasi. Mereka berbagi saran rata-rata kepada temannya atau saudaranya. Hampir semuanya menceritakan saran terkait move on. Hanya satu dua yang berbeda, yakni milih lbu atau ayah karena bercerai, milih kursus, dan jangan takut sekolah.
Hal yang menarik perhatian saya ketika siswa berpraktik berbicara (bahasa Inggris) adalah urusan pilihan kata. Ada siswa yang sedikit fasih berbahasa lnggris dan innalillahi dia berbicara kasar sekali. Berulang-ulang menggunakan kata God damn, what a fuck, dan kata-kata tak pantas lainnya dengan alasan dia sedang menceritakan ulang dia memberikan saran kepada saudaranya jadi bahasanya kasar.
Fenomena penggunaan bahasa kasar dalam bahasa asing sedikit mengejutkan saya. Siswa dengan akses sangat sedikit pada komunikasi lisan langsung dengan native atau pengguna bahasa lbu, menunjukkan kemampuan berbahasa kasar yang di luar dugaan. Dia mengaku meniru bagaimana aktor-aktor film barat berbicara. Saya terkejut. Jangan-jangan salah saya. Dulu saya pernah menyarankan bahwa salah satu cara belajar bahasa lnggris melalui mengimitasi apa yang dikatakan di film. Saya sedikit lega karena dia mengatakan bahwa dia mencontoh film-film dan video-video di youtube. Saya menyarankan kepada siswa menonton film anak-anak yang pengucapannya jelas seperti dalam film Strawbery shortcake.
Seusai semua praktik, saya menyampaikan ketidaksetujuan penggunaan bahasa kasar di manapun, apalagi di sekolah. Saya sampaikan kepada siswa bahwa pilihlah bahasa yang sopan yang menunjukkan bahwa kita orang terdidik.
Ketika hendak pulang saya dikabari bahwa salah satu guru yang selama ini jadi guru induksi saya diterima kuliah S2 di UNJ dan mulai kuliah tanggal 5 September. Sebuah kabar gembira. Rizkinya di UNJ bukan di UPI seperti harapannya. Semoga sukses.
Monday, August 14, 2017
Hari Ke-20 Permulaan
Memulai sesuatu tidak mudah, itu hukum alamnya.
Sunday, August 13, 2017
Pilihan
Geus lila teu panggih jeung manehna. Ti saprak lulus SMA, kuliah, rumah tangga, boga anak dua, karak panggih deui. Mimitina asa karagok rék ngobrol téh. Sok bisi aya tuduhan, aya nu ngomén asa teu marantes geus kolot, masih ngobrol jeung lain muhrim. Atawa sok bisi aya nu nyarita, ongkoh wé maké kerudung, sirah ditutupan ari ngobrol jeung salaki batur.
Keur saheulaanan kasieun jadi bahan omongan téh teu pati dipaliré. Pék teh teuing rék ngomong kitu kieu ge, maranéhna moal mantuan mun kuring keur susah, moal nulungan mun kuring aya kabutuh. Kuring lah-lahan ngaregepkeun caritaanna.
Pokna ti saprak kaluar ti SMA. Manéhna tuluy kuliah. Kuliahna ngan 3 taun, terus bae kawin ka awéwé pilihanna. Lulus kuliah, gawé di perusahaan luyu jeung kaahlianna. Kulantaran tacan waé boga anak, waktu pamajikanna ménta idin hayang kuliah S2, dihègkeun.
Manéhna karirna nérékél, nya kitu pamajikanna. Lulus kuliah langsung disanggap jadi dosén. Sampurna hirupna ku katambahan boga anak. Laju pamajikanana kuliah deui, ka S3, di Amerika, beasiswa ti kampusna. Manéhna teu ngahalangan, kuliahna cenah moal lila. Ngarah teu melang, anakna dibawa. Kari manéhna sorangan, anak pamajikan di Amerika.
Mimiti kabeuli imah, tuluy boga mobil, bisa nyieun kolam renang sisi imah, medah meduh, panghasilan leuwih ti cukup. Imah pereték, lengkep, eusina sagala aya. Ngan tiiseun, pamajikan teu balik-balik. Alesan kagok keur nyakolakeun budak kilangbara nepika bérés kuliah, atuh nepika SMA di Amerika. Teu bisa maksa balik da aya benerna, sakola di Amerika leuwih dihargaan ijazahna batan di jero nagara sorangan. Manéhna kudu manjangkeun sabar, ulah sirik lamun ningali aya hiji kulawarga ngabring indung-bapa-anak. Kudu ngalaérkeun nunggu, ulah ngarep-ngarep hayang ngabring saanak pamajikan.
Ngaregepkeun kana caritaanna, kuring ukur ngaheruk. Ras harita ka waktu SMA. Manéhna kakak kelas béda sataun. Waktu manéhna lulus, terus kuliah. Kuring milu reueus. Ngan teu lila, waktu taun kadua, pas kuring lulus katarima di salahsahiji universitas, sakota jeung manehna. Harita manehna mah tingkat 2. Kabayang jadi deukeut jeung manehna. Ngan bayangan téh kudu disinglar jauh pisan. Teu gugur teu angin, manéhna ngirim surat, eusina menta supaya ngaku dulur baé. Hartina mah, putus, ngan cara lemes.
Kuring mapalérkeun sorangan ku soson-soson kuliah. Ti saprak narima surat, les baé taya béja taya carita. Kuring sok ngalamun sugan baé, sugan baé. Hanjakal, lapur.
Kuliah bérés. Kuring langsung gawé. Lumayan bisa mayar kosan ku sorangan. Lila-lila bisa méré ka kolot. Hirup téh asa taya lungsur langsar.
Teu lila, saprak jadi pagawé negri, kuring kawin ka lalaki pamilih kolot. Cenah mah aya bau-bau sinduk kénéh ngan geus jauh pisan. Ngarangkepna kuring oge tujuanna taya lian pikeun ngaraketkeun duduluran anu mimiti poékeun obor.
Prung baé kawin. Haté mah masih kénéh ngarep-ngarep manéhna, sugan baé ngirim surat anu eusina anu sok kaimpikeun tengah poé.
Sataun kaduana, kuring boga anak. Salaki robah adat jeung pasipatanna. Kuring jadi loba salah, loba dicarékan, nu leuwih nyeri salaki sok wani neunggeul, téga nyijek, jeung tindakan anu teu pantes dipigawé ka jalma cenah anu dipikanyaah, batur hirup.
Basa boga anak nu kadua, salaki beuki angot galakna. Bosen nyiksa kuring, anak ogé sok kagiliran. Kuring waléh, teu kuat, ménta pisah. Batan dijawab, kuring meunang bogem atah kana tonggong. Bébéja ka kolot, teu wasa, karunya, kaayaan kolot nu geus deukeut ka sengsérang padung. Bisi baé matak ngabarubahkeun, tungtungna kolot kagegeringan, kumaha mun nepika ka maotna. Kuring neureuy buleud kasusah ku sorangan.
Basa manehna murubut cimata majar sirik kana rumah tangga kuring anu sakitu mulus banglusna, silih élédan, jeung salaki babarengan bisa panggih sirikna saban usik. Hanjakal pajarna téh baheula kabengbat ku babaturan kuliahna. Kuring ukur seuri koneng. Kuring teu kedal ngabéjakeun kumaha asli jero-jeroanna rumah tangga kuring. Kuring ukur sanggup nganuhunkeun yén geus bisa panggih. Geus bisa eureun ngarep-ngarep. Geus bisa ngupahan manéh horéng lain kuring hungkul anu gering pikir téh.
Friday, August 11, 2017
Hari Ke-19
Tidak terasa, saya telah tiba pada hari Kamis di minggu pertama Agustus. Berbicara Kamis, ada hal khas yang hanya di Cianjur.
Kamis menjadi hari istimewa bagi sebagian masyarakat Cianjur. Pada hari Kamis ada pengajian, atau belajar mengkaji Al-Qu'ran. Terdapat satu pengajian yang sangat populer sehingga menghadirkan manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut, selain dari manfaat utama yaitu meningkatnya pengetahuan keagamaan. Pengajian tersebut berada di Bojongherang, maka terkenal dengan sebutan Pengajian Bojongherang. Pengajian tersebut dipimpin seorang kyai besar dengan penyimak dalam satu kali datang hampir seribu.
Fenomena pengajian yang mendatangkan keuntungan secara ekonomi menjadi keunikan tersendiri untuk kota Cianjur. Banyaknya pengunjung ke pengajian, mengundang hadirnya pedagang tidak tetap, atau pedagang dadakan. Mereka berjualan berjubel memenuhi jalan raya Bojongherang. Kegiatan pengajian dimulai pada pukul 7, diawali dengan hadiah. Acara selanjutnya nadoman dan membahas kajian tentang isi Al-Qu'ran. Acara berakhir sekitar pukul 11 siang.
Acara pengajian yang dimulai pukul 7 dengan hadiah. Hadiah ditujukan kepada yang telah meninggal baik dari kaum cendekia alim ulama ataupun dari jamaah pengajian yang telah berpulang. Pada pengajian ini, para jamaah memiliki kartu anggota. Andai suatu saat ada jamaah meninggal, dia dihadiahi doa pada awal kegiatan pengajian. Biasanya jamaah membawa air pada botol. Mereka menyimpan botol dekat podium tempat pimpinan pembawa doa berharap mendapatkan berkah dari do'a yang dipanjatkan ribuan jamaah.
Selesai hadiah, acara dilanjutkan dengan nadoman. Nadoman adalah membacakan kisah Nabi yang dilantunkan dalam nada naik turun seolah bernyanyi. Nadoman disampaikan dalam bahasa Arab yang mungkin artinya telah dikuasai oleh para jamaah. Namun bagi mereka yang belum tahu tentang isi nadoman, barangkali dia hanya mendengar nyanyian saja.
Acara pokok adalah mempelajari isi Al-Qu'ran yabg dipimpin Kyai sepuh. Semua jamaah menyimak, ada yang duduk di dalam ruangan mesjid, bagi yang tidak mendapatkan tempat duduk diatas tikar atau koran di luar mesjid sampai ke jalan-jalan.
Pengajian Bojongherang dapat menjadi wisata unik bernuansa agamis. Secara wisata, disepanjang jalan raya yang mendadak menjadi pasar, dijual segala hal yang mungkin tidak dapat ditemukan di tempat lain. Makanan tradisional dari luar kota seperti Sukabumi dan Tasik, bisa ditemukan di pasar dadakan ini. Menurut seorang penyuka Opak ketan, dia menyebutkan bahwa Opak ketan Sukabumi kualitasnya di bawah Opak Ketan Tasik. Opakketan dari Tasik terasa lebih berisi, dia menggunakan kata 'hampos' untuk menggambarkan opak ketan yang kurang berisi.
Seusai pengajian, pengunjung dapat menikmati jajanan tradisional yang mungkin sudah tidak mudah ditemukan. Bermacam makanan tradisional yang dapat kembali dinikmati diantaranya: leupeut kacang, kupat, rangginang, dodongkal, talem, apem, mentok, putri noong, urab jagong, kulit, noga, geco, maranggi. Bagi mereka yang membutuhkan peralatan rumah tangga mulai dari cocolek (sodet) sampai coét (ulekan) semua ada. Atau, yang menyukai fashion, berjejer baju-baju muslimah dilapak-lapak yang ditutup terpal plastik yang didirikan pada badan jalan.
Kekhasan pengajian Kamis Bojongherang Cianjur memberikannya priviledge pada setiap hari Kamis jalan menuju tempat pengajian ditutup dan berubah jadi pasar. Fenomena ini hanya milik pengajian Bojongherang saja.
Magnit kesohoran pengajian Bojongherang mendatangkan banyak keuntungan bagi berbagai kalangan. Untuk pecinta belajar agama, mereka akan menemukan praktik belajar agama dengan metode ceramah. Bagi mereka yang menyukai kuliner, dapat menemukan makanan-makanan unik. Bagi penganggur mereka datang, dan menjadi copet. Merekalah yang mengotori kesakralan pengajian karena nafsu ingin kerja enteng tapi hasilnya banyak.
Pengajian Bojongherang perlu dilestarikan untuk mengenalkan sistem pengajian jenis 'bandung kuping' atau menyimak.
Hari Ke-18
Kelas 12 harus sudah mulai didaftarkan sebagai calon peserta ujian nasional. Wali kelas harus menyerahkan formulir beserta lampirannya pada tanggal 11 Agustus. Sekolah bertanggung jawab melakukan entry data mulai 14 sampai 31 Agustus. Data tersebut diverifikasi tanggal 4 sampai 15 September.
Menyangkut pendataan ini, pagi ini saya mendampingi siswa mengisi formulir. Formulir sesungguhnya sudah diberikan sejak kemarin dan dibawa ke rumah masing-masing agar segera di tandatangani oleh orang tua.
Menarik sekali, ketika pagi ini di cek ulang, hanya satu dua siswa yang formulirnya telah ditandatangani orangtua. Pesan tak terucapkan tidak tercapai. Saya lupa tidak menyebutkan harus ditandatangani orangtua, dengan anggapan para siswa 'ngeuh' bahwa itu harus di tanda tangan tanpa harus diberitahu. Pengisian formulir yang terlihat sederhana, rupanya menjadi hal besar bagi siswa. Muncul berbagai hal yang tidak saya dugakan.
Masalah yang muncul ketika pengisian formulir dilakukan yang dapat daya tangkap adalah sebagai berikut. Qobus kebingungan katanya dia belum menemukan SKHUN dan ijazahnya ada dimana. Saya sarankan agar dicoba dicari lagi. Jika tidak ada, coba ke SMP lagi, biasanya sekolah menyimpan data foto kopi ijazah dan SKHUN. Ada juga siswa yang tidak dapat mengakses dimana surat-surat penting tersebut disimpan oleh orang tuanya. Dua hal ini menggambarkan bahwa pengarsipan yang tertib dan mudah diakses belum menjadi kebiasaan yang dilakukan pada level keluarga.
Masalah lainnya adalah pengisian nama orang tua. Penambahan gelar, membuat nama orang tua menjadi tidak sama dengan ijazah SMP. Penggunaan nama lbu sebagai pengganti ayah kandung telah meninggal. Saya menanggapi ketidaktahuan siswa dengan menjelaskan bahwa sebaiknya nama orang tua yang tertulis pada ijazah, mulai dari SD sampai universitas, sama. Meninggal atau tidak. Ketika ayahnya meninggal, ayah biologis tetap sama. Tidak dibatasi hayat.
Ada pula siswa yang mengosongkan nomor induk dengan alasan tidak memiliki kartu pelajar dimana nomor induk biasanya ducantumkan. Mereka juga mengosongkan kolom nomor induk sekolah nasional, alasanya pada ijazah tidak sama. Ada 2 nisn untuk satu nama yang sama. Atau namanya sama, berbeda tanggal lahir. Yang membuat saya tidak berhenti harus tersenyum atas keluguan mereka adalah pada saat pengisiaan kode SKHUN. Mereka tidak berani mengisikan kode SKHUN karena jumlah kolom yang tersedia dengan jumlah karakter pada nomor kode jumlahnya tidak sama.
Kekisruhan ini saya tampung dan diberi solusi semudah mungkin untuk mereka.
Siswa juga merasa bingung karena tidak dapat memfoto kopi. Saya paham itu. Mereka pulang sore dan mungkin dokumen baru ditemukan pada malam hari. Pagi hari mereka harus masuk kelas pukul 6.30, foto kopi belum buka. Karena yang belum memfoto kopi hanya sedikit, saya tawarkan bahwa untuk foto kopi bisa saya bantu.
Kegiatan literasi dalam arti membaca teks, tidak sempat tersentuh. Mampu mengisi formulir saya anggap termasuk berliterasi. Para siswa ada yang belum melek mengisi formulir. Informasi bahwa ayah kandung tidak dapat diganti namanya mengisyaratkan bahwa mereka tidak paham ikatan ayah-anak secara biologis tidak bisa digantikan.