Melalui drama musikal para siswa sebuah SMA merepresentasikan kehidupan tiga tahun SMA.
Dari adegan pertama mereka mengatakan bahwa dunia SMA diawali dengan berganti seragam putih biru ke putih abu, plus tukar2 nomor hape. Dilanjutkan dengan proklamasi cinta pada sang dara. Namun ditolak, tanpa alasan yang jelas.
Pada saat SMA ada kegiatan ulang tahun sekolah dan mereka menunjukkan kebolehannya bermain tarik suara dan musik. Perlu apresiasi luar biasa, banyak siswa yang memiliki kemampuan memainkan musik mendekati piawai. Ada pula yang menyajikan tari daerah, dan kontemporer. Khusus untuk kontemporer, sesuai ketemporerannya, bajunya pun temporer , yakni mendekati seperti tidak berbaju (karena lekat dengan kulit).
Adegan berikutnya adalah menggambarkan tingkah laku guru yang dalam pandangan mereka "ekstrem". Guru killer atau galak menjadi sorotan yang sepertinya tidak boleh terlewatkan dan menjadi hiburan tersendiri bagi mereka. Setiap gerak gerik guru yang ditirukan disambut meriah tepuk tangan. Ada kepuasan tersendiri sepertinya ketika peniru adegan dapat merepresentasikan tindakan guru yang menurut mereka tidak disukai.
Berlawanan dengan guru killer diperagakan pula guru yang senang menceramahi (lupa mengajar). Mereka menggambarkannya dengan pakaian jas namun bawahannya bersarung. Sama halnya dengan guru killer, setiap gerak geriknya disambut gelak tawa.
Acara berakhir dengan ditutup dengan bernyanyi bersama dan meminta para guru bergabung selanjutnya diberi bunga Ros dari kertas Crepe.
Rangkaian dramatisasi memerlukan waktu 3 jam. Tiga tahun masa SMA diwakili 3 jam.
Analisis yang dapat saya sajikan adalah bahwa:
1. Siswa SMA (sampai mereka tamat SMA) menganggap perubahan jenjang pendidikan adalah "baju", dari putih-biru menjadi putih-abu.
Anggapan ini menyiratkan bahwa perubahan yang terjadi adalah kulit, bagian luar, atau secara fisik. Tidak mengherankan jika perubahan secara pengetahuan, keterampilan, dan sikap belum nampak. Sebagai contoh pada keterampilan, pada saat ujian praktek menulis teks Deskripsi Bahasa Inggris, hanya mampu menulis lima kalimat, dengan kesalahan tata bahasa yang tinggi serta pilihan kosa kata yang kurang tepat. Unjuk kerja seperti disebutkan baru saja tidak menunjukkan adanya pengaruh waktu dan nara sumber. Walaupun tidak dapat digeneralisir , kejadian ini menggambarkan bahwa perubahan yang dialami peserta didik hanya pada tataran ganti seragam.
2. Masa SMA adalah masa mencoba pacaran. Mereka memulainya dengan bertukar nomor hape. Dilanjutkan dua kemungkinan: ditolak vs diterima. Ketika tidak diterima, tergambar bahwa kekecewaan muncul dari temannya. Seolah menunjukkan bahwa memiliki teman dekat bertujuan agar bisa fit (masuk) ke kelompok pertemanan atau sekedar terlepas dari gelar jomblo.
3. Guru dalam pandangan siswa terdapat tiga jenis: guru tidak terlupakan (galak sekali, baik sekali, inspiratif), guru dilupakan (tidak disukai), dan guru tidak dikenal (alasan tidak diajari, susah untuk ingat). Guru yang didramakan adalah jenis kesatu dan kedua. Guru jenis ketiga jumlahnya kemungkinan paling banyak, namun menjadi tidak dikenal karena dianggap guru medioker.
Pandangan siswa terhadap guru yang mereka sebut sebagai orangtua di sekolah, tidak terwakilkan dalam adegan drama. Dengan sendirinya , para siswa belum bisa menerima guru sebagai orangtua di sekolah. Mereka patuh dan taat kepada guru bukan karena keyakinan bahwa mereka adalah wakil Tuhan di muka bumi seperti halnya orang tua biologis mereka, namun karena mereka pemegang skor atau nilai yang menentukan masa depan akademik mereka nanti.
Adegan drama masa pemerolehan pengalaman belajar di SMA selama 3 tahun memberikan sedikit pencerahan mengenai dunia SMA dari sudut pandang siswa. Setiap adegan mengingatkan kepada guru untuk kembali berbagi bersama siswa agar kehadirannya bisa
No comments:
Post a Comment