Ditengah munculnya kekhawatiran yang diungkap para orang tua bahwa anak-anak sekarang lebih mengidolakan tokoh-tokoh imajinatif yang biasanya ditemui di film, game, dan buku bacaan. Ketika melongok ke bagian terdalam hati anak-anak, ternyata anggota keluarga diposisikan sebagai individu-individu terpenting dalam kehidupannya. Ayah, lbu adik, kakak menjadi sumber inspirasi dan motivasi yang membuatnya terus berjuang mengejar mimpi atas nama kelak dapat mempersembahkan kebahagiaan untuk persona-persona tadi.
Pada sebuah kegiatan dimana siswa SMA kelas 10 diminta mencari tokoh inspirstif kemudian dibuat biografi kehidupannya, ditemukan hampir seluruhnya mengangkat anggota keluarga sebagai tokoh penggerak jiwanya untuk lebih menghargai hidup, menghormati hidup, dan menyayangi hidup.
Tokoh idola terpopuler adalah lbu. Mereka menganggap ibu sebagai malaikat, penolong, dewi penyayang, sumber kasih, pahlawan dan sederet label positif lainnya.
Anak SMA bisa melihat kejerih dan payahan lbu mereka mulai dari urusan merawat mereka yang dipandangnya sebagai anak tak berbakti. Juga kelapangan hati sang lbu yang tanpa kesah mengabdikan dirinya untuk bahagia ayah, kakak, adik, bahkan kerabat lain yang menumpang harus ikut pula ditanggungjawabinya.
Juga, anak SMA mampu melihat bagaimana lbu mereka menjadi partner ayah dalam hal menghidupi anak atau bahkan menghidupi suaminya, berperan sebagai tulang bagi pungung-punggung dalam keluarga bisa tegak dan tumbuh.
Dalam pandangan anak SMA, lbu juga menjadi idola karena para lbu masih menunjukkan kepatuhan sebagai anak, misalnya ada siswa yang menuliskan bahwa sebagai anak pertama, lbunya masih berpayah-payah membantu kakeknya di sawah.
Seorang anak menganggap lbunya sebagai nyawa dan hidupnya, idola yang disembahi secara rohani dan kesadaran tertinggi dari seorang anak. Ibunya bekerja di Arab, begitu tulisnya, lbunya mengirimi uang hasil kerjanya, seluruhnya, tanpa lbunya cicipi satu riyalpun. Seluruh hidup lbunya dipertaruhkan di belantara dunia Arab yang terkenal menggunakan hukum Qisos, tanpa ampun, ketahuan mencuri, tangan dipotong, ketahuan zinah, badan dicambuk-dirajam. Ibunya, mendapatkan rasa siksa Qisos tanpa diketahui apa dosanya, ayahnya menggunakan uang bertabur air mata lbunya untuk mengambil istri lagi. Ketika lbunya pulang, lbunya hanya menemukan rajam dan cambuk yang mengeluarkan darah dari setiap por-pori kesabarannya. Sejak itu, lbunya juga menjadi ayahnya untuknya, menjadi penghidup bagi anak-anaknya yang semuanya ditinggalkan ayahnya untuk istri barunya.
Idola kedua setelah lbu, adalah ayah. Ayah diidolakan karena dipandang sebagai sosok yang mengajarkan kerja keras dan disiplin. Seorang anak membeberkan bagaimana ayahnya yang sejak SD memulai berdagang, dan sampai saat ini menjadi pedagang dan mampu menyekolahkan anaknya ke SMA impian.
Anak lain melihat ayahnya sebagai teman, teman dalam arti seseorang yang membuatnya mengenal ambisi. Dia sendiri, sebagai anak, berambisi menjadi seseorang kelak. Ambisi yang terdengar berlebihan untuk anak seorang guru SD, begitu anggapannya. Baginya, persaingan dengan anak dari golongan berduit menjadi ancaman bagi kejernihan dan keenceran otaknya. Dia menjelaskan, bolehkan ada Bidikmisi, beasiswa bagi si duafa, tapi anak guru honorer SD dengan gaji 400ribu sebulan, akan kalah merebut kursi di perguruan tinggi akibat telah dibeli anak berduit, atau dia harus mundur karena sadar diri tak ada duit untuk membayar biaya kuliah dan ongkos hidup sebagai anak kos. Baginya, ambisi menerangi dan menuntun hidupnya. Si miskin boleh punya ambisi yang sejajar dengan si beruang.
Saudara perempuan dan laki-laki yang sedarah dan yang menjadi saudara akibat terikat perkawinan, menempati posisi idola ketiga, sejajar dengan posisi guru di sekolah. Saudara menjadi idola anak SMA karena mereka dianggap memiliki kesabaran ekstra untuk menerima dirinya yang SMA lengkap dengan sikap menyebalkan, sok tahu, sok bisa ambil keputusan, dan pandai menyalahkan apapun asal bukan dirinya. Sedangkan guru diidolakan karena sabar mengajari dan tidak bosan memberi tantangan sehingga terjadi perubahan secara perolehan prestasi.
Kekhawatiran anak bangsa salah pilih dan tunjuk idola tergeser manakala dari tulisan anak SMA, yang digali guru dalam proses pembelajaran, menunjukkan bahwa orang-orang terdekatlah sesungguhnya yang menjadi panutan mereka. Sementara panutan lain yang hadir dari musik, film, dan tokoh imajinatif, merupakan idol sesaat, sebatas suka sesaat dengan berbagai karena. Karena suaranya bagus, karena orangnya keren, karena gayanya bikin heboh dan karena-karena lain yang tidak menyentuh ruhnya untuk menjadi seseorang yang lebih baik.
Dari pemilihan siapa yang menginspirasi hidup anak SMA, seolah menyiratkan bahwa tatanan keluarga harus tetap menjadi lembaga terideal untuk anak-anak mencari tauladan sehingga keluarga menjadi rumah dan tempat ditemukannya orang-orang inspiratif yang menjadikan anak-anak sebagai makhluk lucu- paripurna.