Sunday, April 11, 2021

Patuh pada petuah guru

Dulu, saya tidak menyangka bahwa saya akan bisa berdiri di depan puluhan bahkan ratusan orang untuk berbagi perihal menulis. Saya tidak berbakat menulis dan tidak terlahir dari keluarga penulis, itu yang selalu mengisi kepala saya.

Memang saya suka tulas-tulis iseng, tak jelas, asal tulis saja tanpa tujuan. Kadang juga mencoba menulis sesuatu seperti yang dilakukan oleh orang lain, menulis cerita pendek, misalnya. Tulisan ngasal saya berserakan di beberapa tempat.  Ada yang di buku,  di kertas A4, kertas folio, kertas buram, di laptop, dan berakhir di sana. Tulisan itu tidak saya temui lagi juga tidak saya pertemukan dengan pembacanya. Sebagian besar,  menjadi sampah, dibakar karena isi tulisan dianggap bikin malu, sebagian lagi disimpan rapi, saking rapinya tidak dapat saya temukan lagi. 

Saya menulis setiap hari sebetulnya. Menulis di agenda mengajar, menulis di papan tulis, menulis RPP. Saya merasa dunia menulis sudah bukan hal baru.  
Pada saat medsos merebak, saya mengikuti orang-orang,  saya turut menulis di WA, Facebook, Instagram. Saya tidak memiliki guru menulis,  tidak pula menyediakan waktu dan uang untuk sengaja  belajar menulis.  Anggapan saya, saya sudah bisa menulis. Jadi, saya pede saja menulis di manapun, seperti yang saya sebutkan tadi, di WA, di IG, di Fb.

Suatu hari, saya diajak seorang teman untuk mengisi akhir tahun dengan belajar menulis.  Bayar,  1,500.000. Itu terjadi pada Desember 2017, tanggal 29, 30, dan 31.  

Menulislah setiap hari dan lihatlah apa yang terjadi. 




No comments:

Post a Comment