Batur meunang satya lencana
Di Aloha, tempat makan baru. Dominan warna putih. Toiletna alus. Hanjakal, dipaké jongkok, tapak sapatuna kana tempat diuk.
Ari perintahna kalah ku basa Ingris
Mendapat kabar bahwa sekolah itu tidak mau menjadi bagian dari pengimbasan sekolah penggerak, kebingungan muncul di pihak sekolah pengimbas. Waktu sudah berjalan 3 bulan, waktu pembebasan tinggal sedikit lagi, tetapi sekolahnya tidak mau bekerja sama untuk jadi pengibas. Salah satu alasannya diajukan adalah karena Kepala Sekolahnya baru PLT. Tapi kalau kepala sekolah PLT, seharusnya tidak jadi penghalang untuk sekolah itu melaksanakan iht. Kemudian juga ada kabar bahwa sekolah tersebut tidak mau iht karena sekolah tersebut sudah paham mengenai implementasi kurikulum Merdeka bahkan sudah berjalan jauh melebihi yang lain. Informasi ini tentu mengagetkan sekolah penggerak saja yang didampingi selama 3 tahun masih begitu terseok-seok dalam implementasi kurikulum Merdeka apalagi bagi sekolah yang mandiri yang tidak ada pendamping, tetapi bisa mengimplementasikan jauh melampaui sekolah-sekolah yang didampingi. tentu ini sangat mengagumkan dan bisa menjadi percontohan jika memang implementasi kurikulum Merdeka itu tidak perlu adanya pendamping.
Informasi awal yang tidak begitu menyenangkan ini membuat saya menjadi penasaran Seperti apa profil sekolah tersebut. Jika para gurunya begitu hebat-hebat berarti saya hanya tinggal menyampaikan informasi terbaru sesuai dengan peraturan yang baru.
Tiba di ruang Kepala Sekolah, disambut oleh sekolah pengimbas, dan pihak kurikulum sekolah imbas. Kepala sekolah pengibar ternyata orang yang saya kenal. Dia menyampaikan mengenai bagaimana dia mengajarkan assessment dengan menggunakan soal visa. Saya sangat kagum karena untuk guru bisa membuat soal sejenis PISA itu merupakan hal yang sangat luar biasa. Untuk membuat soal yang sejenis pisa perlu latihan dan pemahaman terhadap pembuatan pertanyaan. Pernyataan kepala sekolah itu semakin menguatkan gambaran bahwa sekolah ini hebat banget. Soal yang dibuatnya soal PIsa, guru-gurunya implementasi kurikulum merdeka tanpa pendampingan sekolah yang sangat beruntung karena memiliki guru-guru yang hebat.
Saya dibawa masuk ke ruang guru titik ruang gurunya sangat luas, dan nyaman titik terdapat meja-meja berjajar sebanyak 64 meja guru, dengan jarak antara satu meja dengan meja lainnya begitu rapi. Bukan kerapihannya maksud saya luas dibanding dengan ruang guru ruang guru yang ada di sekolah-sekolah yang lain yang biasanya kita harus lewat antar meja itu dengan miring kemudian susah bergerak karena banyak barang atau karena sempit berdesak-desakan. tapi ruang guru di sana sangat bagus luas bahkan di bagian depannya terdapat hampir satu per tiga ruangan kelas yang masih kosong sehingga dapat digunakan untuk menjadi seolah-olah meja untuk memberikan mau sidang atau mau ada kegiatan fasilitas sih itu dapat dilakukan di bagian ruang yang kosong tersebut.
Ruangan sangat senyap, Saya mulai merasakan, Kenapa sekolah itu tidak mengadakan iht selama bertahun-tahun, atau bahkan ditawari iht gratis pun tidak mau, karena para gurunya sudah sangat hebat, bahkan kehadiran pemateri pun dianggap tidak ada.
Saya memikirkan hal Bagaimana supaya mereka menjadi bagian dari diri saya. Kemudian saya mendekat kepada mereka dan meminta mereka untuk berdiri untuk melakukan ice breaking lagu Aku satu-satu Aku sayang ibu dan mereka saling bersentuhan, dan peserta ada yang bersentuhan dengan saya sehingga dengan begitu ada kontak fisik yang membuat mereka itu mengerti bahwa saya ramah kemudian saya orang yang bisa memahami kondisi mereka sehingga bisa mencairkan suasana.
No comments:
Post a Comment