Persiapan pelaksanaan sosialisai program sekolah penggerak |
Sekolah Penggerak VS Males Gerak
Program sekolah penggerak merupakan transformasi sekolah melalui program yang mendorong sekolah untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik secara holistik dalam rangka mewujudkan profil pelajar Pancasila dengan berfokus pada kompetensi kognitif (literasi dan numerasi) dan non kognitif (karakter) yang diawali dengan peningkatan kompetensi KS dan guru.
Kabupaten Cianjur mendapat kesempatan untuk menikmati perubahan pendidikan yang paling pertama. Pendaftaran untuk dapat bergabung pada angkatan pertama program sekolah penggerak (PSP) telah dibuka sejak Februari lalu. Para kepala sekolah harus bergerak agar sekolahnya mendapatkan bantuan PSP yang diterima selama tiga tahun berturut-turut. Bantuan yang diberikan memberikan keuntungan yang tidak sedikit, di antaranya:
- Peningkatan mutu hasil belajar dalam kurun waktu 3 tahun
- Peningkatan kompetensi kepala sekolah dan guru
- Percepatan digitalisasi sekolah
- Kesempatan menjadi katalis perubahan bagi satuan pendidikan lain
- Percepatan pencapaian profil pelajar Pancasila
- Mendapatkan pendampingan intensif
- Memperoleh tambahan anggaran untuk pembelian buku bagi pembelajaran dengan paradigma baru
Berlawanan dengan keuntungan sekolah penggerak yang diperoleh di atas, beberapa kepala sekolah malas gerak. Akibatnya, P4TK dan Dirjen GTK turun ke Cianjur dan memberikan sosialisasi PSP agar para KS mau gerak dibuktikan dengan mendaftar. Sampai saat sosialisasi dilakukan, hanya terdapat 13 Kepala SMA yang masuk ke akun SIM PKB tapi 0 (nol) Kepala SMA yang submit mengajukan biodata dan esai.
Keikutsertaan pada program sekolah penggerak kurang begitu ditanggapi positif oleh para kepala sekolah karena beberapa alasan. Alasan yang paling santer dikemukakan adalah karena adanya ketentuan selama 3 tahun tidak boleh rotasi. Alasan ini dipandang memberatkan. Beberapa KS yang ditempatkan di sekolah yang terletak di daerah Cianjur Selatan yang begitu jauh dari pusat ibukota kabupaten berkeinginan untuk dapat rotasi ke pusat kota. Beberapa Kepala Sekolah yang sudah bekerja selama 3 tahun di Cianjur selatan sangat berharap untuk dapat pindah ke sekolah lain setelah 3 tahun berada di daerah antah-berantah. Menghabiskan 6 tahun di Cianjur selatan tidak dapat dicatat sebagai pengalaman indah dalam mengabdi bagi negeri.
Selain itu juga, muncul rumor bahwa sekolah penggerak itu repot. Sehingga para kepala sekolah sedikit reterensi untuk mengikuti program ini karena bayangan keribetannya. Plus, tuntutan para kepala sekolah mutlak harus melek teknologi juga menjadi pelengkap dari bayangan keribetan lainnya yang akan mereka alami selama 3 tahun. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, untuk dapat menerima bantuan tidak harus mendaftar, menulis esai, dites mengajar, tes skolastik, dan wawancara terlebih dahulu. Rangakaian persyaratan ini, terutama menulis essay inilah yang kemudian menjadi hal yang menyurutkan untuk berpartisipasi pada PSP.
Alasan pelengkap yang membuat para kepala sekolah enggan untuk mendaftar adalah ada ketentuan harus membuat RPP dan dites mengajar. Para kepala sekolah mengaku bahwa mereka sudah lama tidak membuat RPP dan mereka juga sudah lama tidak mengajar.
Para kepala sekolah mengaku mereka tertarik dengan imbalan berupa keuntungan personal yang akan diperoleh, yaitu disebutkan bahwa barangsiapa yang mengikuti program sekolah penggerak maka bagi Kepala Sekolah yang sudah berada pada periode ketiga tidak diperlukan lagi mengikuti uji kompetensi kepala sekolah. Mereka akan secara otomatis dapat berlanjut ke tahun berikutnya tanpa tes.
PSP membuka peluang untuk membuat Cianjur, umumnya, untuk bergerak ke arah capaian hasil belajar yang lebih baik. Aksi kepala sekolah yang menentukannya. Selama kepala sekolah mager, selama itu pula Cianjur akan berada pada status quo.
No comments:
Post a Comment