Meditasi menjadi salah satu aktivitas yang dianjurkan bagi saya untuk dilakukan. Dengan alasan kondisi kesehatan yang tidak lagi stabil, meditasi dapat menjadi salah satu penyeimbang untuk kesehatan mental. Maka, saya memilih melakukan Vipassana 10 hari sebagai retreat juga upaya memurnikan pikiran yang selama bertahun-tahun terus menerus digunakan tanpa diberi kesempatan untuk 'pikiran mendengar pikirnya sendiri'.
Vipassana, sama, yang beda penyelenggara dan negaranya. Saya mengikuti Vipassana di Puncak Bogor. Pesertanya 40 orang, 20 pria, dan 20 wanita. Hanya 7 orang Indonesia yang ikut. Sisanya peserta dari negara lain (Thailand, Itali, German, Maori, Prancis, India, Amerika, dan entah negara mana lagi, saya tidak tahu semuanya).
Tulisan ini ditulis setelah selesai mengikuti Vipassana. Sehingga isinya merupakan refleksi dan rekam ulang ingatan yang dilakukan pada saat mengikuti Vipassana.
Hari pertama mengikuti Vipassana diawali dengan sambutan dari pengelola. Kami duduk di Dinning Hall. Malam hari pertama, menjadi titik berangkat mulai melakukan 5 sila, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak melakukan tindakan asusila, tidak berbohong. Untuk menyelamatkan peserta agar 'tidak berbohong', maka ada kegiatan Noble Silence. Dia Mulia adalah peserta Vipassana tidak berbicara selama 10 hari. Berbicara hanya boleh dilakukan ketika ada pertanyaan mengenai teknik Vipassana kepada guru pada waktu yang telah ditentukan.
Bagi saya yang hidupnya penuh dengan berbicara/ Misalnya sebagai narasumber, saya berbicara tunggal selama berjam-jam. mulai pukul 8.00 sampai pukul 16.00. Dan, pada saat Vipassana 'harus tidak berbicara' tentu hal ini menjadi tantangan. Yang pertama saya rasakan adalah adanya sunyi pada telinga dari mendengar suara saya sendiri. Ini menarik.
No comments:
Post a Comment