Waktu belum menunjukkan pukul 5 ketika saya bangun pagi ini. Memulai pagi, mengikuti ritual dan jam gelombang hidup saya, pukul 6. Saya siap belajar hari ini. Pukul 6.10 saya sudah berangkat sekolah.
Pukul 6.30 saya tiba di sekolah dan menuju kelas 12 MIPA 6. Berniat akan melanjutkan literasi. Namun, niat itu hari ini tidak dapat terlaksana. Guru yang mengajar pada jam pertama telah berada di kelas, dia mendapat amanat untuk mengisi literasi dari Kepala Sekolah. Katanya guru jam pertama bertanggung jawab untuk mendampingi literasi. Saya merasa bahagia dengan kabar ini. Artinya para siswa akan mendapatkan pengalaman berliterasi dengan langsung pengawasan guru.
Saya sangat berharap para guru jadi contoh hidup individu yang mampu menjadi bagian masyarakat penikmat membaca. Juga, saya berharap para guru-pembaca bersedia berbagi hasil bacaannya dengan siswa. Dengan demikian banyak nilai-nilai yang bisa disampaikan kepada siswa tanpa harus menunggu mengalaminya terlebih dahulu.
Pada saat guru jam pertama bersedia mengisi literasi di kelas 12 MIPA 6, saya sangat bangga karena diam-diam rekan guru yang lain juga memiliki niat mulia untuk membangun kebiasaan membaca pada kalangan siswa SMA. Bagi saya, walaupun saat ini mereka berada di kelas 12, tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik.
Ketika pertama kali bertemu kelas 12 MIPA 6 mereka menjawab dengan senyum waktu ditanya 'buku (non pelajaran) apa yang sedang kamu baca saat ini.'
Senyum itu saya maknai sebagai 'kami tidak sedang membaca buku apapun, maklum kemarin libur dan hari ini baru masuk sekolah.'
Tanpa ragu saya menunjukkan buku Dan Brown 'Angels and Demons' yang sedang saya baca. Saya beri mereka bocoran isi bukunya. Mereka terlihat penasaran. Sebuah reaksi yang sangat menggembirakan. Semoga dengan diberi bocoran isi buku, mereka ingin membacanya sendiri.
Literasi diartikan membaca di lingkungan sekolah tempat saya mengajar. Mungkin ini seperti pendefinisian yang disederhanakan. Definisi ini bagi saya untuk saat ini, tepat. Anak-anak SMA tahun lalu mengeluhkan enggan mengikuti ujian lantaran soal diberikan dalam bentuk bacaan. Menurut mereka, soal yang disajikan dalam bacaan, sulit. Matematika, jika soalnya bacaan susah katanya. Jangan tanya teks bahasa Inggris, teks berbahasa Indonesia saja, katanya capek baca. Hal ini menyiratkan bahwa mereka tidak biasa membaca.
Mereka yang biasa membaca, tidak akan menemukan kesulitan ketika diberi teks panjang, karena kecepatan membacanya sudah tinggi. Tidak pula kesulitan memahami isi bacaan, karena kosa kata mereka juga telah sedemikian kaya. Maka, jadilah literasi adalah membaca.
Hari ini saya tidak punya jadwal mengajar, niat ke sekolah hanya untuk bersilaturahmi lewat bacaan dengan siswa. Namun, kelasnya telah diisi guru lain, saya masuk ruang guru dan mulai mengerjakan analisis materi ajar.
Saya mengajar dengan komposisi kelas yang luar biasa menantang. Ada 4 kelas 12 bahasa Inggris wajib, ada 1 kelas 12 peminatan, 1 kelas 11 peminatan, 1 kelas 11 bahasa inggris wajib, dan 2 kelas 10 peminatan.
Akibat dari jadwal ini, mengajar pun, sama menantangnya. Senin sebagai contoh, jam 1-2 kelas 12 wajib, jam 3-4-5 kelas 10 peminatan, jam 7-8 kelas 11 wajib jam 9-10 kelas 12 wajib.
Pekerjaan belum selesai ketika telepon berbunyi. Saya angkat dan terdengar suara asing yang mengaku dari Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan meminta saya hadir pada kegiatan Penulisan Ilmiah dan Karya Ilmiah, di Jakarta hari ini juga. Lanjut suara dari seberang menerangkan bahwa kegiatan sudah dimulai sejak Rabu, dan saya bisa ikut mulai hari Kamis malam, tidak apa-apa. Saya pikir-pikir. Sekolah baru buka, sudah harus meninggalkan kelas. Saya merasa tidak tega meninggalkan anak-anakku yang mulai tertarik literasi.
Telepon berdering lagi, katanya surat undangan, SPPD, Biodata, sudah dikirim. Ditunggu. Call ended.
Dengan raaa enggan saya meminta izin kepada Kepala Sekolah untuk mengikuti kegiatan. Beliau mengizinkan, artinya, saya tidak dapat mengajar pada hari Jumat. Izin dari KS menyebabkan saya berkoordinasi dengan rekan sesama pengajar untuk membantu mengawasi kelas saya. Saya sendiri, meninggalkan sekolah pukul 12 siang dan berangkat menuju Jakarta pukul 13.
Setiap hari, penuh kejutan, banyak hal di luar rencana. Semoga apapun yang saya lakukan menjadi kebaikan dan kelak menjadi penukar segala kesulitan.