Saya lihat Ayu pulang terburu-buru. Mungkin karena dia takut hujan yang sejak tadi pagi ngintip kapan pas buat mengguyur anak SMA yang lagi UAS hari kedua; mungkin karena dia baru sadar bahwa bekal dari rumah masih di bawah jok motornya; atau mungkin karena kemungkinan yang lain (what?).
Bagiku itu tidak biasa. Ayu biasanya kalem, penuh perhitungan (biasaaaa anak SMA mah semuanya atas nama jaim), gerak geriknya mantap. Kalau saja Ayu terlihat tergesa menyeret sepatu, berarti pertanda sesuatu. Daripada menyiksa diri dengan berbagai pertanyaan tak berkesudahan, saya dekati Ayu dan mencoba membuka tabir gesa yang merundung harinya.
"Kayanya terburu-buru yah? What happened? Why?" Saya menghujani Ayu dengan pertanyaan (kasihan hujan yang asli dia masih ngintip-ngintip peluang).
"Hari ini, bad day Ms," Ayu menjawab dingin, sedingin butiran hujan yang masih menggelayut di atas langit yang mulai kesal karena angin iseng menggeser posisinya.
"Hari naas? Ini mah hari Selasa Yu," saya mencoba melunturkan kesalnya dengan lelucon yang mungkin wasted bagi anak SMA.
"Ah Ms mah," Ayu mulai memperlihatkan pesona indah senyumnya dan dia mengeksplanasikan bad day-nya.
"Jam ke satu, Ayu jadi korban. Anak-anak kan udah tahu siapa pengawasnya. Ayu bertugas mulia: kalau pengawas itu ngajak ngobrol, Ayu harus siap menimpali obrolannya, kata temen-temen kalau mungkin, memperpanjang ngobrol, agar mereka ada waktu buat menikmati rumitnya soal Matematika tanpa diajak ngobrol sama pengawas itu. Dia mah suka caper ke anak cewe Ms, dan sialnya, selalu Ayu yang dipilihnya . Dia ngajak ngobrol, tahu maksudnya apa. Ayu kan pengen ngerjain dalam tenang juga Ms. Kalau Ayu jadi tumbal ngobrol demi anak lain, bagaimana nasib nilai UAS Ayu."
Saya bisa membayangkan gerahnya Ayu pada saat diajak ngobrol. Mendua pikiran, pastilah gerah. Pikiran kesatu: memikirkan jawaban. Pikiran kedua: bagaimana lepas dari cengkraman obrolan salah waktu. Belum lagi membayangkan gerahnya Ayu (yang memang Ayu, jadi walaupun gerah 100 derajat pun, pasti tetap Ayu, atau malah lebih Ayu (haduh), terdengar suara geram Ayu.
"Pas Ayu tanya, apa tuan Pengawas tahu jawaban soal nomor ini? Jawabnya aduh sudah lupa lagi, kan SMAnya sudah lama ditinggalkan. Tapi kalau mau tahu jawaban, tuh ada yang sudah selesai jawab semua. Terus dia menuju temen yang jawabannya sudah penuh, dan balik lagi ke Ayu. Terus nawarin jawaban. Kok?"
Saya melanjutkan membayangkan gerahnya Ayu menjadi gerah campur gatal-gatal. Tapi karena Ayu memang Ayu, garuk-garuknya pasti eksotik (Hus!).
"Pada jam kedua. Ayu tuh batuk. Batuknya sudah ditahan Ms. Maksudnya biar ga bikin kaget soal, atau ngagetin pengawas. Tapi, namanya juga batuk, alami saja, memecah sunyi UAS menjadi butiran-butiran ngikik dan ngakak temen-temen seruangan." Ayu melafalkan bad day sesi berikutnya.
"Pengawasnya emang marah?" Tanyaku.
"Dia bilang sstt, sstt, ini lagi ujian. Ayu jadi tersiksa, gelitik batuk sudah di tenggorokan, tapi sstt-sstt itu sok kuasa, bikin batuk serasa perbuatan dosa besar," Ayu terlihat mengerutkan alisnya. Mungkin dia menghubungkan batuk dengan dosa. Saya memperhatikan kerut alisnya, Ayu terlihat lebih cute (loh?).
"Barusan, jam terakhir," suara Ayu menyadarkan saya.
"Mana soalnya sulit banget, pengawasnya liat-liat jendela terus. Kan jadi parno, ada apa di balik jendela sana. Jadi mikirin kenapa tuan pengawas seolah ingin menemukan sesuatu di balik kaca. Setelah itu, dia ngobrol sama pengawas satunya lagi. Mana ngomongnya kenceng, aduh bikin konsen yang susah diperoleh tuh makin susah mampir. Hampir sejam ngobrol. Udah bosan mungkin, terus dia mondar mandir. Kadang Ayu dengar suara sepatunya berhenti di satu tempat, terus terdengar mondar lagi ke mandir yang lain. Rasanya kaya ada malakal maut, bagaimana kalau tiba-tiba suara sepatunya berhenti deket Ayu," Ayu menuntaskan penjelasannya.
"Wah, benar-benar hari yang menarik," saya menyimpulkan ala guru bijaksana dengan memilih kata-kata yang semoga mengurangi kerut alis Ayu dan menutup percakapan dengan pertanyaan basi " Ayu mau pulang? Hati-hati ya."
"Ya Ms, tapi Ms boleh nanya ga?" Katanya ragu.
"Nanya apa?"
"Apa mungkin sesekali kita UAS tanpa pake pengawas biar Ayu ga bad day?"
Saya berdiri mematung, memikirkan jawaban ala guru bijaksana sesi 2 yang bisa menenangkan Ayu.
(Haduh, gimana jawabnya ya? UAS kan selalu ada pengawasnya)
Kayanya kelamaan mikir, Ayu menjawab pertanyaanya sendiri ,"Ga bisa ya Ms?"
Hari ini berbalik jadi bad day-nya Ayu pindah ke saya.
No comments:
Post a Comment