Hari ini, guru seIndonesia merayakan hari ulang tahun guru. Bermacam kegiatan diselenggarakan untuk mengapresiasi peran guru dalam mendukung terwujudnya tujuan nasional pendidikan.
Hari guru merupakan saat yang tepat untuk melihat kembali bagaimana peran guru dalam transformasi masyarakat.
Pada saat saya kecil dulu (tahun 1970an), satu-satunya pekerjaan yang dipandang stabil adalah guru. Stabil secara ekonomi karena gajinya mengalir penuh berkah. Stabil secara sosial karena masyarakat memandang guru adalah orang yang serba bisa, serba tahu. Urusan ngukur tanah yang ribet, hanya guru yang bisa melakukannya. Urusan naksir (memperkirakan) kebutuhan berapa kubik kayu untuk membuat rumah, hanya guru dan Bas (tukang membuat rumah dari kayu) yang bisa diandalkan. Urusan membagi air selokan, guru yang menentukan kilir (giliran) pengaliran air ke sawah. Yang tak kalah penting, urusan rumah tangga, minta pendapat dan wejangan, pada guru.
Kini, saya berdiri pada barisan upacara peringatan hari guru, sebagai seorang guru. Sambil berdiri saya merenung. Betapa besar peran guru bagi penentuan pernasiban saya. Pada saat SD, (sesekali) pukulan jidar (penggaris kayu) dan Tutunjuk (penunjuk dari bambu untuk membantu membaca pada papan tulis) mengantarkan saya pada melek huruf, bisa menulis nama sendiri, berani menyebutkan cita-cita. Pada saat itu, dengan percaya diri saya setengah berteriak, "cita-citaku: jadi Duta Besar agar bisa tahu luar negeri dan bertemu George Bush." (--> Saya terpengaruh majalah Si Kuncung dan leaflet dari radio Amerika yang dibagikan gratis)
Usai SD, saya memilih melanjutkan sekolah ketimbang menikah. Pun setelah SMA saya memutuskan kuliah ketimbang membantu orang tua di sawah. Belasan tahun, saya dibentuk, dibina dibimbing puluhan guru. Guru yang mengajari saya, juga menjadi guru bagi teman-teman saya sekelas dan seangkatan. Guru saya (yang juga guru teman-teman saya) mengubah saya dari seorang anak kampung menjadi warga masyarakat terdidik yang diakui sebagai pendidik.
Teman-teman saya, mereka (pun) menjadi warga masyarakat terdidik dengan keahlian masing-masing. Saya dan teman-teman saya, saat ini, menikmati hasil jerih payah guru waktu mereka meluruskan pikiran kami agar tetap pada relnya, menuai kebaikan guru yang meninggalkan keluarganya demi kami bisa paham ajarannya, mencicipi nyamannya hidup dari tekanan hidup, emosi, karir yang mereka jalani pada saat mendidik kami.
Nyata benar guru adalah pelaku transformasi sebuah masyarakat. Mereka mengubah wajah generasi bangsa. Mereka mengantarkan generasi kepada keberhasilan. Mereka menanam budi pada bangsa dan negeri ini tanpa pernah menagih jerih payahnya pada anak-anak yang dididiknya. Mereka diam-diam selalu mendoakan anak didiknya menjadi orang berhasil.
Terimakasih guru-guruku.
Tanpamu apa artinya aku.
No comments:
Post a Comment