Fakta
Tidak sedikit para orangtua (notabene orang Cianjur) yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan bahasa lbu. Alasan yang mendasarinya karena mereka tidak menguasai undak usuk (aturan penggunaan bahasa berdasarkan level, tenor), bahasa Sunda sulit, khawatir tidak memahami bahasa Indonesia ketika masuk sekolah formal, dan bergengsi jika anaknya bisa berbahasa Indonesia.
Posisi bahasa Sunda di Cianjur, sebagai bahasa daerah, bahasa lbu untuk penduduk asli Cianjur, kini tergeser oleh bahasa persatuan dan bahasa pergaulan internasional.
Padahal contoh membuktikan bahwa penggunaan bahasa daerah tidak mbuat sebuah daerah menjadi berskala lokal. Sebagai contoh nyata adalah Jepang.
Jepang menggunakan bahasa Jepang sebagai bahasa lbu, bahasa di rumah, di pergaulan, dan di sekolah. Namun tidak demikian dengan kasus Cianjur. Sebagian keluarga masih menggunakan bahasa Sunda di rumah, menggunakan bahasa Indonesia di pergaulan dan sekolah, beranjak ke bahasa Inggris dan asing lainnya untuk komunikasi global.
Solusi
Bahasa Sunda dapat berjaya seperti halnya bahasa Jepang. Mewujudkan kejayaan bahasa Sunda perlu upaya dan dukungan.
Pertama, jadikan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar di sekolah. Cara ini menjadikan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar ilmu pengetahuan. Dan menjadikan bahasa Sunda sebagai bahasa yang digunakan untuk mencatat dan mengkomunikasikan pengetahuan. Sampai SD kelas 6, gunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar pendidikan.
Pemerintah harus mengawal keterlaksanaan hal ini dengan menggunakan otonomi daerahnya.
Kedua, gunakan bahasa Sunda dalam bahasa pergaulan dan pertemuan formal yang dilakukan oleh para pejabat. Bupati dan Gubernur yang menggunakan bahasa Sunda menjadi model pengguna bahasa Sunda. Bupati pidato dalam bahasa Sunda, Gubernur pidato dalam bahasa Sunda. Bukan untuk mengundang decak kekaguman, namun untuk menjadi role model yang harus ditiru seluruh warga.
Ketiga, buka kursus dan pelatihan bahasa Sunda. Ajarkan kembali dan contohkan lentong, rengkuh, pasemon. Lentong adalah intonasi yang khas dalam bahasa Sunda. Misalnya untuk greeting dengan rumus tidak lebih dari 3 kata, misalnya Bade angkat kamana? Lentong jatuh pada suku kata ke-2 dari akhir dengan cara dipanjangkan. Rengkuh adalah posisi tubuh pada saat berbicara dan pasemon ada mimik atau wajah pada waktu berkomunikasi.
Bahasa Sunda harus menjadi bahasa penghela ilmu pengetahuan, pergaulan, dan kegiatan formal sehingga nilai kebahasaanya naik. Agar hal ini terwujud perlu dukungan pemerintah daerah.
No comments:
Post a Comment