Sunday, February 12, 2017

Wabah SKP (#1)

Aku mau memberitahukan sebuah rahasia besar yang sekarang sedang dialami para guru SMA dan SMK. Para guru itu, mereka semua sedang sakit kepala, hilang kesabaran, menyesal ada teknologi, dan satu lagi, sebel karena tidak berdaya pada saat dipindahtangankan ke Provinsi. Aku bilang semua, ya semuanya, termasuk Kepala Sekolah. Kepala sekolah juga guru. Guru yang mendapatkan tugas tambahan jadi menejer sekolah.

Mulai tahun 2017, para guru SMA/SMK katanya berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan pasti ini didukung Presiden, guru-guru dikelola oleh Provinsi. Akibatnya, segala hal berkaitan dengan guru SMA/SMK harus diurusi dan mengurusi ke Provinsi. Katanya ada UPTD, tapi para guru itu belum pernah bertemu UPTD. Apakah UPTD itu tinggalnya dekat-dekat sekolah atau punya rumah sendiri yang alamatnya bisa di cari pakai Google Map atau Waze. Guru-guru itu juga belum kenal, UPTD bisa memberikan pertolongan apa saja kepada mereka. Jadinya, sekarang guru-guru lebih banyak ngerumpi di kantor ruang guru. Sekedar melepaskan kebingungan berbagi kekhawatiran kepada guru-guru lainnya yang juga sama-sama bingung.

Sekitar tiga minggu lalu, para guru disuguhi briefing. Briefing guru, ya tidak sama dengan briefing-briefing yang kita kenal. Sesuai namanya, kita tahu briefing itu penjelasan singkat yang lebih panjang sedikit dari memo. Nah briefing guru yang ini, lama. Mulai dari jam 8 sampai jam 10 lebib 23 menit. Tapi tidak apa-apa, itu kan briefing guru. Guru itu penentu masa depan bangsa. Sangat dipahami jika briefingnya lama, karena mereka mengurusi masa depan bangsa ini.

Briefing untuk para guru menyoal SKP online. Pasti tidak tahu kan apa SKP. Aku juga belum tahu persis. Hanya saja, katanya SKP itu sangat menentukan hidup matinya dan maju mundurnya karir guru. Kita anggap saja SKP adalah tamu penting yang harus dilayani guru selain dia harus tetap melayani siswanya. Guru itu memang pelayan, yaitu melayani masyarakat dengan keprofesiannya.

Tamu bernama SKP ini tentu saja sebelumnya pernah bertemu para guru. Hanya saja dia memakai wajah yang beda. Kini dia datang berkacamata kekinian, berbasis teknologi, namanya online atau kalau kata menteri pendidikan yang lalu, Anies Baswedan, dalam jaringan, singakatannya daring. Bertemu tamu lawas yang tidak jadi silaturahmi dan melahirkan pertemanan, memang jadi tidak enak. Para guru tidak enak jika didatangi SKP. SKP juga tidak enak jika bertamu kepada guru. Keduanya tidak pernah akur, tapi dipaksa saling kenal dan belajar dari satu sama lain.

Briefing soal tamu bernama SKP membuat guru meninggalkan ruang briefing dengan wajah yang kurang enak. Akibatnya ada sisa waktu buat ngajar sekitar 40 menit, tidak dipakai ngajar, karena pikirannya masih tertambat pada tamu, si SKP itu. Para guru membayangkan hal-hal mengerikan akan terjadi ketika mereka harus ada kontak  virtual dengan SKP. Bayangan penderitaan ketika diberi tamu bernama GP masih membekas. Kontak virtual dengan GP memberikan kenangan getir. Sama getirnya dengan kenangan kontak virtual dengan teman sebelumnya yang bernama Dapodik.

Para guru menghela nafas panjang. Pikirannya tertuju pada jaringan internet yang dibutuhkan untuk silaturahmi dengan SKP. Pikiran lainnya, waktu. Terbayang jelas, pastilah lama untuk mengunggah satu data, apalagi jika ada ratusan data yang menunggu diunggah. Servernya berputar-putar dan ujung-ujungnya muncul "html error" atau notifikasi lain yang memberitahukan bahwa silaturahmi tidak lancar.

Helaan nafas itu semakin panjang ketika dari briefing itu disebutkan bahwa SKP harus selesai sebelum tanggal 15 dan SKP harus dijiarahi setiap bulan!!!

1 comment:

  1. Sy aja smp naik tensi drh sy bu mikirin SKP sy yg blm beres smp skrg smntra kondisi fisik sy blm memungkinkan skrg utk lanjutin ngisi.. :(

    ReplyDelete