Pada saat mengajar kelas yang siswanya seolah enggan belajar, dan tanpa diduga beberapa siswa menghadap meminta sesekali tidak usah belajar. Katanya Miss jangan terlalu rajin mengajar, jangan full ngajarnya, kami merasa sangat lelah dengan full day dan tugas-tugas dari guru lain. Mereka menambahkan, katanya Kurikulum 2013 tidak ada pe er, tapi nyatanya banyak tugas, belum lagi ulangan. Miss ngasih tugas saja.
Mendengar hal itu, muncul dua percakapan yang saling bertolak belakang di dalam pikiran saya sebagai guru. Pertama, kalau siswanya sudah tidak mau belajar, tinggalkan saja. Memaksa belajar kepada siswa yang tidak mau belajar, hasilnya sudah bisa ditebak seperti apa. Dan kalau mau melihat ke sekeliling, siswa yang tiap pertemuan dibimbing dan diajari, dengan yang dibimbing sekali-kali, hasilnya sama saja, semuanya harus naik kelas.
Kedua, ketika siswa mengeluh malas dan tidak mau belajar, inilah tantangan. Tantangan untuk menunjukan kepada siswa bahwa belajar itu bermanfaat dan rugi kalau tidak belajar. Di dunia ini, hampir semua orang berhasil, tidak lahir dari siswa yang mengajukan 'tolong hari ini ga usah belajar, cukup tugas saja.' Tapi dari golongan banyak baca dan belajar dengan keras. Dengan kata lain saya harus memaksakan pendapat saya bahwa banyak belajar itu baik kepada siswa yang tidak mau belajar. Jelas ini tantangan.
Tantangan menjadi lebih berat ketika mendengar keluhan guru lain yang mengajar kelas tersebut mengatakan hal-hal yang kurang membuat semangat untuk mengajar. Perang batin, masuk kelas atau ngasih tugas? Kalau masuk kelas, akan terbayang beratnya mengikis jejeran anak yang berpandangan 'belajar tidak belajar sama saja lulus.' Kalau memberi tugas, akan terbayang sorak sorai kegirangan seisi kelas karena guru bersedia mengikuti keinginan siswa.
Saya memilih mengajar. Langkah terasa berat, padahal sepatu yang dipakai masih sepatu ternyaman yang saya miliki.
Sambil berjalan menuju kelas, kesulitan telah membayangi. Kelas besar, karena peminatan kelasnya bisa saja di atas 40 orang sampai pernah 52 orang. Kesulitan kedua, tidak ada buku sumber. Mengajar tanpa buku sumber, ibarat mengajarkan naik sepeda tanpa membawa sepedanya. Hanya teori naik sepeda. Teori diberikan dalam 4 jam pelajaran? Dijamin siswanya tidur semua.
Saat tiba di kelas, saya menemukan para siswa terlihat memakai wajah lelah. Wajah yang seolah telah bekerja menguras tenaga tanpa tidur. Pemandangan menjadi tambah kusut ketika siswa minta izin mencari kursi. Penyempurna bagi guru untuk meninggalkan kelas adalah udara kelas yang panas.
Tantangan setelah kemerdekaan ternyata sama beratnya dengan jaman sebelum kemerdekaan. Jika dulu setiap orang berjuang keras mencari perlindungan, mencari makan, dan memerdekakan negara dari penjajah. Kini, setiap orang harus berjuang mencari kekuatan dalam bekerja dan membawa generasi muda ke alam merdeka. Merdeka dalam arti tidak tergantung pada orang lain dan tidak menjadi beban orang lain.
I should start.
Materi ajar yang harus diberikan rasanya sulit untuk penyajiannya. Konjungsi. Hanya itu. Konjungsi. Saya pikir para siswa telah sangat hafal dengan konjungsi. Saya mikir lagi. Bagaimana materi tidak menarik, diberikan kepada siswa kelompok malas belajar. Ilmu pedagogis mana yang harus dipakai?
Saya teringat bahwa siswa yang sedang dihadapi adalah generasi pengguna hape android. Yang terpikirkan adalah membuat para siswa sibuk dengan hapenya dan lupa bahwa sedang belajar konjungsi.
Jadilah metode impromptu. Para siswa diminta menulis judul Conjunction Hunting, berburu konjungsi. Saya katakan bahwa berburu konjungsi boleh menggunakan hape atau non hape. Berburu konjungsi dan contoh-contohnya sebanyak yang mereka dapat temukan dalam waktu 45 menit. Saya sendiri mencontohkan konjungsi 'sebelum, sesudah, dan ketika. '
Selanjutnya 45 menit berikutnya, membuat hasil buruan menjadi sesuatu yang bisa dinimkati. Pastikan konjungsi menjadi tokoh utamanya dan ada di dalam produk. Produk yang dapat dipilih: recount, short story, song, power point, video.
Kisah diri sendiri dan cerita pendek, keduanya karangan baru yang harua dibuat dulu draftnya, kemudian kumpulkan dalam bentuk mp.3
Song/lagu mengganti lirik yang sudah ada dengan lirik baru berkonjungsi, kirim hasilnya dalam bentuk mp.3
Power point bisa berisi cerita, kirim dalam bentuk ppt.
Dan video, berisi cerita fiksi atau non fiksi, rekam, kirim hasilnya dalam bentuk mp.4
Gunakan hape untuk mengerjakannya.
Para siswa terlihat senang karena mendengar kata hape boleh digunakan. Saya anggap itu sebagai awal yang baik. Saya kira waktu 4 jam pelajaran bukan waktu sebentar, cukup untuk menghasilkan produk. Saya katakan kepada siswa agar mengirim google share link untuk hasil kerjanya. Saya mengirimkan alamat link untuk WA. Tujuannya agar tidak tercampur antara WA pribadi dengan tugas dan hapenya tidak penuh dengan mp.4 dan mp.3 yang dikirm siswa.
Saya ajarkan terlebih dahulu cara mengunggah file mp.3 atau mp.4 ke google drive dan mendapatkan alamat share link-nya. Saya katakan, saya akan menolak dan menghapus tugas yang langsung masuk ke WA link tidak dalam bentuk share link.
Para siswa mulai sibuk hunting konjungsi. Sibuk ngobrol, sibuk mencari contoh, sibuk pindah-pindah duduk. Saya biarkan, saya anggap mereka sedang belajar. 45 menit berlalu, satu dua siswa menunjukkan draft, tiga empat lainnya masih terlihat bingung dengan langkah selanjutnya mau membuat produk apa.
Seorang siswa minta izin meninggalkan kelas, dengan alasan hendak merekam suaranya untuk menyampaikan kisah singkat hidupnya menggunakan konjungsi. Saya izinkan, dengan catatan pukul 15.30 telah kembali ke kelas.
Lima orang, enam orang, minta izin mau merekam temannya, mau membuat video. Perlahan namun pasti, kelas hanya tinggal dihuni belasan siswa. Saya mengingatkan kepada yang masih berada di dalam kelas bahwa mereka boleh meninggalkan kelas dan pukul 15.30 harus kembali ke kelas.
Tidak semua siswa meninggalkan kelas. Saya tidak mengganggu aktivitas mereka. Saya sibuk menulis jurnal.
Sesuai perjanjian, satu persatu siswa kembali ke kelas, satu persatu link masuk ke grup WA. Haro ini, saya mengajar kelas yang tidak mau belajar. Dan saya tidak mengajar, sesuai dengan keinginan mereka. Saya hanya memberikan prosedur yang harus dilakukan.
Bagi saya, pengalaman mengajar siswa yang tidak mau belajar malah menyenangkan.
No comments:
Post a Comment