Pada sebuah kegiatan bersama guru-guru dari wilayah Maluku,
Papua, Papua Barat, dan Gorontalo saya menemukan beberapa hal menarik untuk
direnungkan. Salah satu materi kegiatan adalah penjaminan mutu pendidikan.
Bagaimana mutu pendidikan, pengajaran, pendidik, dan segala hal yang memerlukan
mutu bisa dijamin? Jawabannya adalah standar (Standar didefinisikan sebagai aturan, biasanya bersifat wajib, memberi
batasan spesifikasi, baku). Segala sesuatu yang dilakukan sesuai dengan
sandar, maka mutu akan terjamin. Sebagai contoh, pada dunia kedokteran, setiap
tindakan dan aktivitas yang dilakukannya, semuanya berdasarkan standar
sekaligus taat standar. Jika para dokter melakukan prosedur operasi tidak
sesuai standar, maka taruhannya sangat besar.
Pendidikan dan pengajaran, pun, memiliki standar untuk
setiap kegiatan dan aktivitasnya. Dengan demikian diasumsikan bahwa pendidikan
dilakuan sesuai dengan mutu yang ditetapkan sehingga hasilnya sesuai dengan
proses. Ibarat seorang dokter yang merancang akan memindahkan garis lipatan
mata karena dianggap kurang besar sehingga berkesan sipit, maka dia melakukan
rencana pemindahan garis mata sesuai standar, dan kemudian melakukan penyayatan
pemindahan garis mata berdasarkan prosedur yang telah dirancangnya dan tidak
melenceng satu langkahpun. Cara ini memastikan hasilnya sama dengan yang
diprediksikan pada rancangan. Setiap
yang dilakukannya berbasis standar, jaminan hasil bermutu telah dijamin.
Penjaminan mutu dalam dunia pengajaran sebagai contoh untuk
prosedur mengajar, standar yang ditetapkan dikeluarkan oleh pemerintah melalui
peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 22 tahun 2016
tentang standar proses. Sejatinya para guru menggunakan peraturan menteri nomor
22/2016 tersebut ketika mengajar. Tanpa menggunakan peraturan tersebut maka perencanaan
dan pelaksanaan mengajar tidak dilakukan sesuai standar dan mutu proses dan
hasil pembelajaran tidak terjamin.
Saya menemukan hal menarik ketika mendampingi para guru dari
wilayah timur. Meraka sangat piawai membuat rancangan pembelajaran yang
dibuktikan dengan adanya dokumen rencana pembelajaran yang ada pada file di
laptopnya. Namun saya menjadi terkejut
karena mereka mengaku bahwa saat merancang pembelajaran, mereka tidak melihat
kepada Permendikbud nomor 22/2016.
Mereka merancang pembelajaran dengan mengacu pada penjelasan fasilitator
saja. Pembimbingan dan penjelasan dari fasilitator dianggap final dan
mengandung kebenaran mutlak, bahwa seperti itulah rencana pembelajaran harus di
buat. Mereka TIDAK melihat ulang STANDAR yang ditetapkan pada Permendikbud
nomor 22/2016.
Belum selesai dengan terkejut yang pertama, saya harus
menerima kejut kedua. Sebagian dari
mereka mengaku bahwa rencana pembelajaran yang mereka buat dengan susah payah
tersebut, TIDAK difungsikan sebagai acuan pada saat mengajar. Teringat pada
tindakan dokter, alangkah banyaknya kemungkinan ketidakberhasilan yang dokter
itu lakukan ketika dia bertindak tanpa mengacu pada rancangan prosedurnya. Guru
dan dokter keduanya pekerjaan professional. Ketika guru tidak menggunakan
rancangan sebagai acuan, bisa diasumsikan mutu pembelajaran tidak terjamin
lagi.
Menanggapi kondisi guru merancang pembelajaran tanpa mengacu
pada permendikbud no 22/2016, saya mengajak para guru untuk menyandingkan
dokumen yang mereka buat dengan standar yang harus dipenuhi pada setiap bagian,
elemen, dan langkah yang harus dipenuhi pada saat mengembangkan rancangan
pembelajaran. Pada saat memperbaiki
dokumen rancangan pembelajaran dengan mengacu pada standar, para guru
berkomentar oh harus begini atau oh harus begitu ketika merancang pembelajaran,
semuanya ada aturannya, dan ternyata lebih mudah mengikuti aturan karena yang
dilakukan memiliki nilai kepastian.
Saya harus menerima pengakuan yang membuat saya harus
mendapatkan kejut ketiga. Para guru mengaku bahwa mereka tidak membaca
permendikbud no 22/2016 walaupun file itu telah ada sejak setahun lalu pada
laptopnya. Mereka mengatakan kalau filenya ada, rasanya tenang. Saya khawatir
jangan-jangan data yang ribuan giga yang tersebar pada hape, laptop, dan
external disk semuanya hanya koleksi, untuk menghilangkan rasa khawatir, untuk
menenangkan diri sendiri bahwa file ini
ada, file itu ada, semuanya ada.
Hal kedua yang saya lakukan kepada pada guru yang saya bimbing
adalah mengajak mereka membaca dahulu semua file yang disimpan ke laptop atau
ke flesdisnya. Ajakan tersebut dijawab
dengan senyuman. Saya dan para pembaca tentulah faham benar makna dibalik
senyum tersebut. Semoga saja dimulai dengan senyum tadi, para guru mulai
melakukan sesuatu dengan membaca prosedur terlebih dahulu sehingga mengetahui
standar yang harus dipernuhi sebelum bentindak.
No comments:
Post a Comment