Tuesday, September 19, 2017

Hari Ke-57 Mentor Gadungan untuk Dua Mentee

Menjadi guru pamong terdengar sangat biasa. Tapi, menjadi guru pamong tanpa pernah ada pelatihan, pembimbingan dan acuan indikator peran guru pamong, itu sangat luar biasa. Pada tulisan ini, saya sebut guru pamong sebagai Mentor, meminjam istilah bahasa Inggris. Dan mahasiswa yang melakukan praktik pengalaman mengajar disebut Mentee.

Mentor memiliki peran yang sangat penting bagi maju mundurnya pendidikan negeri ini. Pada tangan mentorlah bagaimana mentee di kemudian hari melakukan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran yang efektif di kelasnya. Melihat begitu besarnya peran mentor bagi pendidikan di masa datang, tentulah tidak mudah menjadi mentor. Menurut Lili Orland (2010) pada bukunya Learning to Mentor-as-Praxis: Foundations for a Curriculum in Teacher Education mengatakan bahwa menjadi mentor merupakan bagian integral guru dalam pengajaran. Namun, walaupun mentor menjadi bagian integral, tidak serta merta semua guru (seharusnya) menjadi mentor. Anderson dan Shannon (1988) mendefinisikan ‘mentor’ setara dengan kata ‘ahli’ yang terefleksikan pada kemampuannya untuk membimbing, mencontohkan, mengajar efektif, melindungi dan membuat mentee melakukan yang terbaik.  Seiring berkembangnya zaman, mentor diartikan sebagai ‘guru berpengalaman’ sedangkan mentee diartikan sebagai ‘guru pemula’ (Evans, 2000).

Sekalipun artinya dihaluskan dari ‘ahli’ menjadi ‘guru berpengalaman’ tetap saja di dalamnya mengandung arti yang berat yang menunjukkan kemampuan dan kinerja hebat di dalamnya. Pada saat disandingkan ‘guru berpengalaman dengan guru pemula’, terlihat betapa jauhnya jarak kompetensi yang terimplisitkan didalamnya. Bagi saya pribadi, menjadi mentor tentulah merupakan tantangan yang harus dicermati dengan sangat saksama.

Tantangan pertama terkait dengan kompetensi. Pertanyaanya, indikator apa yang harus ditunjukkan sehingga saya bisa menjadi mentor efektif yang membantu mentee menjadi guru efektif di kemudian hari. Tantangan kedua terkait dengan kinerja. Pertanyaannya, indikator kinerja apa yang harus ditunjukkan sehingga kelak para mentee tidak meniru atau mengadopsi malpraktek pembelajaran. Tantangan ketiga terkait dengan waktu. Apakah dengan waktu yang disediakan mentee mampu ‘menangkap’ aspek pedagogis, profesioanal, sosial, dan kepribadian seorang guru dengan hanya melihat mentor. Tantangan keempat terkait dengan hubungan personal dengan mentee. Sejauh mana seorang mentor dapat ‘melibatkan’ dirinya sehingga mentee menjadi pribadi seperti yang diharapkan sebagai seorang guru.

Saya sendiri seorang guru yang memiliki sertifikat pendidik. Mengacu pada status ‘guru tersertifikasi’ pada satu sisi menunjukkan secara kompeten memiliki kemampuan sebagai ahli. Alasannya, sertifikat pendidik adalah pengakuan secara professional bagi seorang pendidik. Di sisi lain, apakah sertifikat pendidik mewakili kompetensi yang menjadi bidang keahliannya?

Menjadi mentor tentulah bukan hal yang sederhana. Bukan sekadar ajak mentee ke kelas, suruh memperhatikan mentor mengajar, setelah itu gantian, mentee mengajar, mentor mengobservasi.  Jika hanya itu yang dilakukan, saya merasa, perlahan-lahan saya menyesatkan mentee. Bagi saya, mentee adalah orang dewasa yang harus diperlakukan mentor sebagai orang dewasa. Salah satu ciri orang dewasa diantaranya memiliki banyak informasi. Saya sangat dhalim jika beranggapan bahwa mentee tidak tahu apa-apa mengenai dunia mengajar. Masih terkait dengan mentee sebagai orang dewasa, maka merencanakan dan melaksanakan pembelajaran pasti bisa dilakukan mentee. Masalahnya bagaimana mentor mentransfer pengetahuan dan pengalaman mengajarnya sehingga kelak kedua tugas pokok guru  tersebut bisa dilakukan mentee sesuai standar.

Sampai saat tulisan ini dibuat, saya masih diliputi banyak pertanyaan seputar peran mentor kepada mentee, yakni:
-          Bagaimana agar mentor tidak mengubah mentee menjadi dirinya?
-          Bagaiman mentor bekerja sama secara efektif dengan mentee sebagai orang dewasa?
-          Bagaimana mengatur mentee?
-          Bagaimana menggunakan waktu setelah mengajar?
-          Bagaimana mengumpulkan data mengenai kemampuan pedagogis mentee?
-          Bagiamana memberikan penghargaan dan melakukan penguatan?
-          Bagaimana menghilangkan dinding pembatas berkomunikasi?
-          Bagiamana memberikan kefleksibelan pada mentee yang kebeabasannya dibatasi?
-          Bagaiamana memberikan kesempatan pada mentee untuk beranjak dari guru pemula?
-          Bagaiaman mempertahankan kesuksesan merencanakan dan mengajar yang diperoleh mentee?

-          Is it too much to ask? 

No comments:

Post a Comment