Di luar kelas, kita menggunakan
berbagai disiplin ilmu, berbagai cara, berbagai pengalaman untuk dapat terus
bertahan dan hidup. Namun, pendidikan mengajarkan kepada peserta didik sistem
ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri-sendiri. Setiap disiplin ilmu diberi nama
sendiri-sendiri. Untuk sekolah menengah, lahirlah belasan nama mata pelajaran.
Para siswa melihat, sekolah adalah mata pelajaran. Guru adalah guru mata
pelajaran.
Mata pelajaran sesungguhnya tidak
berdiri sendiri-sendiri seperti namanya. Berbeda dengan pabrik. Pabrik ban,
hanya memproduksi ban. Pabrik semen, hanya membuat semen. Sekolah bukan pabrik,
walaupun terdiri dari bermacam-macam pelajaran di dalamnya. Sekolah tidak
memproduksi luaran pendidikan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
tunggal. Ketika sekolah dianggap memproduksi siswa seperti pabrikan, atau hanya
menguasai pengetahuan saja, maka mereka tidak siap untuk bisa bertahan di luar
sekolah. Sistem pembelajaran ala pabrik
mengakibatkan peserta didik tidak mampu bermasyarakat.
Sekolah adalah tempat belajar.
Belajar adalah hidup. Dalam hidup, tidak ada yang linier.
Saat ini, kita berada pada masa
yang sangat kritis namun sangat menantang sepanjang sejarah. Masa itu disebut
Era Informasi. Cepatnya kemajuan teknologi mengakibatkan kehidupan manusia
serba mudah. Perubahan ini pun mempengaruhi pendidikan, –Generasi Z- yang
hidupnya dibesarkan oleh teknologi layar sentuh. Infomasi bertebaran
dimana-mana hanya dengan satu sentuhan dan satu sekaan layar. Siswa masa kini
mengetahui lebih banyak hal ketimbang generasi sebelumnya, jadi mereka belajar
dengan cara yang sangat berbeda dengan yang kita lakukan dahulu.
Terdapat tiga kunci bagaimana
agar guru bisa bertahan pada pendidikan era informasi sehingga mampu memenuhi
kebutuhan Generasi Z (Gen Z), bersamaan dengan menyambut akan masuk tengah semester ganjil tahun 2017.
1.
Manfaatkan
teknologi dan belajarlah untuk menguasainya.
Lahirnya pembelajaran online (daring) dan jejaring
social mengakibatkan para siswa dapat terus menerus terkoneksi, berkomunikasi,
dan berkolaborasi dengan gurunya dan teman-temanya sehinnga jangkauan (extend)
pembelajaran menembus dinding sekolah, waktu jam belajar sekolah, dan tempat
belajar. Waktu dan tempat belajar menjadi variable dalam belajar yang sifatnya
konstan. Penggunaan teknologi
mengakibatkan siswa lebih mampu menyesuaiakn belajarnya sesuai dengan waktu,
tempat dan keadaan yang diinginkannya. Dengan cara ini hasilnya akan lebih
baik, manfaatkan itu.
2.
Ubah cara penyajian
pembelajaran karena kemampuan konsentrasi siswa memendek. Gen Z, berdasarkan
penelitian, memiliki banyak pilihan dalam satu waktu yang bersamaan. Misalnya,
ketika membuka gawai, dalam lima menit mereka dapat berpindah dari media
sosial, ke game, ke situs, ke surat elektronik, atau ke tempat selancar virtual
lainnya. Pun, Gen Z bersentuhan dengan
gambar dan pesan digital dalam jumlah ratusan per hari, untuk membuat belajar
nyambung dengan mereka, menggabungkan multimedia ke dalam pembelajaran dan
memberdayakan siswa untuk mengintegrasikan multimedia untuk menunjukkan hasil
belajar. Jika kita mengadopsi penggunaan teknologi ke dalam pembelajaran, maka
hasilnya alami bagi Gen Z.
3.
Fokuskan pada
keterampilan global melalui materi yang kita ajarkan.
Kabarnya, Gen Z, berganti karir 10-14 kali sebelum
sampai ke masa pensiunnya. Jika ini benar, maka akan sulit bagi guru untuk
mengajarkan semua hal agar mereka siap mengarungi kehidupan. Kita harus
memperhitungkan bagaimana agar siswa menguasai empat keterampilan global, yakni
komunikasi, kolaborasi, kreativitas, dan berpikir kritis melalui
pelajaran. Kita pun harus
mengitegrasikan teknologi agar siswa kita mampu menyelesaikan masalah local,
regional, nasional dan global. Cara ini membantu peserta didik untuk siap
bersaing dan berkerja.
Mata pelajaran yang tersaji di kelas setiap hari
diharapkan memberikan bekal yang lengkap dan paripurna untuk siswa bisa menjadi
anggota masyarakat internasional yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan
melalui berbagai mata pelajaran. Ketiga kunci di atas mengarahkan kepada
lahirnya luaran sekolah yang literat, yakni individu yang mampu mencapai
tujuannya dengan menggunakan kemammpuan dan potensinya. Hal ini dapat terjadi
karena selama pembelajaran mereka dibimbing untuk menguasai kecakapan
mengidentifikasi, menghitung, memahami, menginterpretasi, mengkreasi dan
mengkomunikasikan. Ketika mereka tidak lagi di bawah bimbingan guru, mereka
dapat berbaur, berpartisipasi dengan masyarakat sosial dan berkontribusi sesuai
kemampuannya.
Kita berjuang untuk mengejar ketertinggalan karena
perubahan yang terjadi di dunia industry di luar kelas, kita harus
memperhitungkan pembelajaran irregular dan nonlinier untuk memberdayakan siswa
kita.
No comments:
Post a Comment