Kesehatan memegang
peranan penting bagi kebahagiaan dan keseimbangan hidup. Oleh karenanya, setiap
orang harus menjaga kesehatan dirinya. Mengkonsumsi makanan sehat dan melakukan
olah raga secara teratur, termasuk upaya yang dilakukan setiap orang untuk
mendapatkan kesehatan secara fisik. Bagaimana dengan kesehatan non fisik yaitu
mental?
Seperti halnya kesehatan
tubuh, kesehatan mental sangat penting untuk dijaga. Tidak dipungkiri, bagi
sebagian orang, kesehatan mental dipandang sebagai penyakit yang tidak nyata. Di
Indonesia, secara umum, pembahasan mengenai penyakit mental belum mendapat
perhatian. Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa di Indonesia bunuh diri
akibat kesehatan mentalnya terganggu merupakan silent killer terbesar (The Jakarta Post, 2017).
WHO juga mencatat bahwa
pada umumnya orang Indonesia memberikan respon kurang positif terhadap orang
yang menyampaikan masalah pribadinya yang dirasa mengganggu kesehatan dan
ketenangan jiwa serta mentalnya. Mereka bersikap tidak peduli, melecehkan, melakukan
perundungan, dan hal-hal kurang simpati lainnya. Alih-alih dibantu, misalnya
dengan cara mendengarkan masalahnya, malah dianggap lebay, tidak tahan banting,
lemah, tidak semangat, kurang daya juang. Sikap ini mengisyaratkan bahwa masalah
mental diperlakukan sebagai masalah kecil, bahkan dipandang tidak nyata.
Kesadaran pentingnya
menjaga kesehatan mental dan membantu agar mental orang lain menjadi sehat
merupakan upaya yang harus kita lakukan bersama. Masih banyak diantara kita
yang belum menyadari bahwa depresi dan stress dapat mengakibatkan gangguan
perilaku dan gangguan mental seperti paranoid, ketakutan yang tidak beralasan
dan tidak berkesudahan. Gangguan pikiran yang tidak ditangani mengakibatkan
tidak bisa tidur, berkurangnya nafsu makan, menurunkan semangat hidup. Kondisi
mental mempengaruhi kinerja seluruh tubuh.
Depresi dan stress
merupakan penyakit mental yang tanpa pandang bulu dapat menyerang siapa saja.
Banyak laporan terkait depresi dan stress yang berakhir dengan menghentikan
komunikasi dengan siapapun, mengurung diri, dan akhirnya bunuh diri. Di Jepang,
sekitar setengah juta orang terkena depresi dan memilih Hikimori atau mengucilkan diri sebagai solusi.
Menjaga kondisi mental
agar tetap waras memerlukan cara. Salah satu cara yang dapat dipilih oleh
individu tanpa memerlukan bantuan orang lain adalah menulis jurnal pribadi.
Jurnal pribadi adalah
tulisan yang memuat pengalaman, perasaan, emosi, masalah, refleksi, dan
evaluasi. Bagi kebanyakan orang Indonesia, diari lebih populer. Berbeda dengan
diari yang hanya berisi catatan apa yang dirasakan, dipikirkan setiap hari, dan
tidak untuk dibaca oleh orang lain. Jurnal tidak saja menuliskan perasaan,
tetapi menuliskan pula solusi terhadap perasaan yang sedang dihadapi. Jurnal
memuat refleksi, analisis, tawaran jalan keluar terhadap masalah hidup yang
sedang dirasakan. Sesuai dengan isinya, maka jurnal bisa dibaca orang lain,
bisa berguna bagi orang lain, selain tentu saja sangat beguna bagi si
penulisnya sendiri.
Menulis pada jurnal
membantu menyehatkan mental dengan alasan seperti diuraikan secara simultan di
bawah ini.
Pertama,
jurnal adalah alat terapi sekaligus teman setia. Selama 24 jam jurnal selalu
terbuka. Pada saat kita memerlukan teman yang bersedia menerima curahan isi
hati, mendengarkan kegalauan, menyimak kesedihan, mengevaluasi kekonyolan,
jurnal bisa ditemui. Ia bisa ditulisi apapun, ia menerima gerutuan, pun solusi apapun
tanpa menghakimi, tanpa menolak.
Menuliskan kemarahan,
kesedihan atau emosi lainnya kemudian merefleksikannya sendiri menjadi jalan
untuk mengenali emosi diri sendiri. Jurnal sebagai alat untuk menampung semua
emosi yang mungkin tidak berani dibicarakan kepada orang lain membantu
penulisnya melepaskan emosi secara sehat. Pada saat ia menganalisis kenapa
emosi itu muncul, bagaimana ia harus bersikap dan bertindak terhadap emosi
tersebut agar tidak muncul masalah besar lainnya, maka jurnal memfasilitasi
terjadinya dialog antara emosi dengan logika melalui dialog ego yang tertuang
dalam bentuk tulisan. Emosi, misalnya kecewa yang sangat dalam, yang hanya
digenggam, ditahan, disembunyikan, ditelan sendiri dan dibiarkan tanpa ada
penanganan akan memicu hadirnya depresi. Seseorang yang depresi, jelas
kesehatan mentalnya terusik.
Mengenali emosi sendiri,
memahami kenapa itu terjadi, bagaimana mengatasinya membuat seseorang menjadi
lebih hati-hati kelak. Menuliskan permasalahan yang dialami dan menganalisisnya
membuat pikiran berkerja menyelesaikan masalah, bukan bergumul dengan masalah
tanpa ada penyelesaian.
Menggunakan jurnal
sebagai teman 24 jam sekaligus sebagai alat terapi penyalur emosi, bisa
dilakukan dengan mudah dan murah. Sekarang ini tersedia berbagai alat tulis
yang bisa dibawa kemana-mana. Bagi yang suka dengan pulpen-kertas, dapat menggunakan
buku jurnal. Namun bagi yang memilih menulis tanpa pulpen-kertas, dapat memilih
buku jurnal virtual misalnya blog. Jika menganggap menulis pada blog minim
privasi, dapat menggunakan fasilitas note
yang umumnya tersedia pada gawai.
Kedua, jurnal adalah alat
pengurang stress. Mood manusia
berubah dari waktu ke waktu. Menjaga agar mood
tetap baik agar seluruh aktivitas yang dilakukan dengan senang hati, tidak
semudah mengatakannya. Ada yang menyarankan bahwa jika kita stress, marah,
sedih, kecewa, coba tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan secara perlahan. Cara
ini tentu sedikit meredakan karena ada jeda bagi tubuh untuk menjauh sejenak
dari masalah kemudian mengambil tindakan.
Menulis pada jurnal lebih
dari sekadar memberikan jeda kepada tubuh, namun memberikan jeda pula pada
pikiran. Pikiran dilibatkan untuk mengkaji hal yang sedang dihadapi dan
dirasakan dengan cara diuraikan dalam bentuk tulisan. Mengubah hal yang dirasa
menjadi kalimat bukanlah hal yang mudah. Mengalihkan emosi dan tekanan kedalam
bentuk tulisan memerlukan ketenangan. Menenangkan diri dan menulis artinya
melakukan tindak preventif agar tidak terjadi tekanan atau stress yang terlalu
berat.
Menulis pada jurnal
pribadi membantu menguraikan masalah secara logis. Sambil menulis, berjalan
pula proses analisis. Proses inilah yang membatu penyembuhan dari dalam atau
penyembuhan yang dilakukan oleh diri sendiri. Diri sendiri biasanya merupakan
persona yang paling kenal dengan dirinya. Ketika stress muncul, dirinya pula
yang seharusnya paling tahu apa yang harus dilakukan. Uraian pada jurnal membantu
untuk mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam hal ini, analisis dan refleksi
yang jujur, seksama sangat diperlukan. Sehingga hasilnya memberdayakan diri
sendiri dan mendorong berpikir secara mendalam untuk masalah yang sedang
dihadapi.
Ketiga,
jurnal adalah teman bicara. Tidak semua orang memiliki teman setia yang bisa
diajak bicara kapan saja. Kadang-kadang orang yang dipandang mengerti perasaan
kita, malah memberikan respon yang tidak diduga ketika menerima informasi yang
tidak diharapkannya tentang kita.
Jurnal bisa menjadi teman
bicara. Berbicara pada diri sendiri sama pentingnya dengan berbicara kepada
orang lain. Berbicara kepada orang lain tujuannya untuk mendapatkan respon. Berbicara
pada jurnal memberikan peluang untuk mendapatkan respon yang tidak kita duga. Berbicara
dengan diri sendiri yang dituangkan pada jurnal mempertajam pikiran. Secara langsung
kita terhubung dengan pikiran dan kita dituntut untuk melakukan komunikasi
dengan pikiran sendiri.
Berbicara sendiri yang
dituangkan pada jurnal memberikan kesempatan pada pelakunya untuk merasa aman. Jurnal
tidak akan berkhianat, ia akan secara jujur menuliskan apa yang diperintahkan,
tidak menyembunyikan prasangka, tidak memberikan perlawanan yang melahirkan
kekisruhan baru. Jurnal temah bicara yang terbaik yang tidak pernah mengubah
isi pembicaraan tanpa izin.
Terakhir,
jurnal adalah membantu menguraikan masalah. Masalah yang terurai dan bisa
diselesaikan membuat kondisi mental menjadi stabil. Masalah pekerjaan yang
menumpuk dan tidak pernah selesai mengantarkan pada kegelisahan dan ketakutan
yang tidak jelas. Artinya kesehatan secara mental terganggu.
Seorang guru, misalnya,
memiliki setumpuk tugas yang harus dikerjakan. Begitu banyaknya pekerjaan yang
harus diselesaikan sekaligus, akibatnya malah tidak dikerjakan sama sekali. Jurnal
dapat diandalkan untuk membantu guru dengan masalah seperti ini (bisa juga
untuk individu lain yang memiliki tugas yang saling tumpang tindih seolah tidak
dapat diselesaikan).
Menuliskan semua tugas
yang harus diselesaikan pada jurnal dalam bentuk daftar kemudian dievaluasi
mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu, mana yang bisa diselesaikan
kemudian, mempermudah mengatur kapan tugas itu harus selesai. Setelah menuliskan
daftar urutan tugas yang harus dikerjakan pada jurnal, selanjutnya dapat melakukan
analisis. Bisa dikaji skala prioritasnya, pertimbangan baik buruknya, efek
langsung tak langsungnya pada pekerjaan, bisa ditentukan sendiri mana yang harus
selesai esok, mana yang harus selesai lusa dan selanjutnya.
Dengan jujur melaksanakan
apa yang telah dianalisis pada jurnal merupakan cara ampuh menyelesaikan tugas
yang bertumpuk. Ketika rancangan yang dibuat tidak terlaksana. Menuliskan kembali
apa penyebab tidak terlaksananya rencana tadi dan kemudian dianalisis. Sehingga
muncul kajian terhadap kemampuan diri sendiri dalam aspek bersetia pada
komitmen yang dibuat diri sendiri.
Keadaan mental
mempengaruhi seluruh kerja manusia. Menjaganya untuk selalu sehat dan waras
menjadi tanggung jawab personal yang sangat penting. Melihat banyaknya manfaat
bagi kesehatan mental dari aktivitas menulis jurnal pribadi, sangat dianjurkan
agar setiap orang mulai menulis jurnal pribadi. Menulislah dan lihat apa yang
terjadi.
No comments:
Post a Comment