Sebagian sekolah sudah memulai kegiatan sejak tanggal 2 Juli 2018 pada
saat siswa masih libur. Memulai lebih awal dua minggu dari sekolah lainnya. Bahkan
bisa saja menjadi tiga minggu lebih awal, karena tidak sedikit sekolah yang
pada minggu pertama, tidak langsung ada aktifitas tatap muka. Hari pertama
diisi dengan salaman antara guru dan siswa satu sekolah. Hari kedua, diisi
dengan ngobrol-ngobrol menunggu jadwal. Hari ketiga, sudah ada jadwal, tapi
masih belum bisa masuk kelas karena jadwal dianggap tidak cocok dengan
keinginan. Hari berikutnya nyoba-nyoba masuk kelas, hanya kenalan, ngobrol ke
sana sini tidak memberikan pelajaran moral apapun. Akhirnya tiba pada hari
terakhir, hari kelima dalam minggu pertama sekolah, digunakan untuk kegiatan
keagamaan, Jumat berkah, Jumat bersih, habislah seminggu tanpa ada tatap muka
dengan siswa.
Bagi sekolah yang memulai lebih awal, mencuri start istilahnya, mereka
mengisinya dengan kegiatan diantaranya adalah In house training. Saya mendapatkan undangna untuk berbagi cara
membuat silabus dan rencana pengajaran di SMAN 8 Bandung pada tanggal 2 Juli
2018. Sebuah undangan yang mengejutkan karena saya mengukur diri saya yang
dalam tanda petik berasal dari sekolah kecil di daerah kecil, dan saya
memandang diri saya juga guru kecil. SMAN 8 Bandung, bagi saya yang dari daerah,
rasanya seperti melihat ke manara gading. Belum lagi di sekolah tersebut
terdapat beberapa guru yang telah menjadi instruktur nasional, instruktur
provinsi, juga instruktur kota, jadi lengkaplah sudah. Rasanya seperti
menantang keberanian sendiri untuk dapat berdiri dan berbagi cara membuat
dokumen yang sudah menjadi kegiatan sehari-hari, jadi lalapan begitu kalau kata
orang Sunda, maksudnya untuk mengacu pada aktivitas yang tidak asing lagi.
Ternyata sekolah yang memulai kegiatan dengan IHT tidak hanya SMAN 8
Bandung saja, tapi beberapa sekolah lain juga melakukan yang sama. Bentuknya serupa
yakni IHT. Di bebera grup WA yang anggotanya dari seluruh Indonesia sudah ramai
saling berbagi kegiatan menyambut tahun ajaran baru dengan IHT menyusun RPP.
Dalam pandangan saya, sangat tepat jika dua minggu pertama sebelum siswa
masuk, para guru telah menyiapkan diri untuk siap mengajar. Banyak yang harus
disiapkan para guru sebelum hari pertama masuk tiba. Dokumen yang harus
disiapkan diantaranya analisis SKL, KI, dan KD untuk melengkapi analisis
konteks sekolah. Kemudian membuat penetapan minggu efektif berdasarkan kalender
pendidikan, membuat silabus, membuat rencana pengajaran, membuat bahan ajar,
dan membuat media pembelajaran. Mungkin untuk beberapa guru lainnya harus
membuat karya tulis ilmiah untuk keperluan kenaikan pangkatnya. Jika dituliskan,
sepertinya terlalu banyak hal yang harus dilakukan oleh guru dalam waktu dua
minggu. Mungkin dua minggu tidak akan cukup.
Saya acungi jempol bagi sekolah yang mencuri start. Pencurian ini
positif karena memberikan waktu kepada guru untuk secara bersama-sama memulai
menyiapkan mental dan secara fisik menyiapkan dokumen yang akan digunakan dalam
satu tahun ke depan. Penyusunan silabus dan RPP, walaupun sudah sangat biasa,
namun biasa pula para guru menghindarinya. Di beberapa grup WA berseliweran sms
yang meminta dikirimi RPP model terbaru. Saya memikirkan dengan sedikit masygul
bagaimana bisa meminta RPP pada orang lain. RPP merupakan rencana pengajaran
yang dirancang berdasarkan silabus dan sangat spesifik sesuai dengan
kreatifitas guru secara perorangan.
Dugaan bahwa RPP dibutuhkan hanya untuk kebutuhan administrasi sangat
mengganggu pikiran saya. Jika hal ini terus berlangsung, maka tak heran
pengajaran semakin mundur. RPP dibutuhkan hanya untuk memenuhi kebutuhan
administrasi, dan mengajar tidak direncanakan secara saksama, hanya mengikuti
buku siswa. Tidak berarti yang tidak membuat RPP tidak lihai mengajar, hanya
secara prosedur, apapun berhasil dengan lebih baik jika direncanakan terlebih
dahulu.
Saya mengikuti curi start seperti sekolah lain mengingat saya merasa
bertanggung jawab untuk memulai bekerja walaupun tidak ada tatap muka dengan
siswa. Saya bermimpi membuat bahan ajar sendiri terutama untuk kelas peminatan
yang bukunya belum memadai secara jumlah oleh sekolah. Pun, belum memadai
secara konten karena buku yang dibeli sekolah terbitan 2014 tanpa ada materi
menyimak. Sedangkan untuk bahasa Inggris materi menyimak menjadi penting untuk
melatih keterampilan menyimak siswa.
Keinginan membuat bahan ajar ditahan, saya mendapatkan tanggung jawab
untuk berbagi dengan para guru terkait cara menyusun silabus dan RPP. Saya hanya
mencuri start dengan membuat analisis SKL, KI, KD, membuat silabus dan beberapa
RPP, prota dan prosem. Saya anggap itu jauh dari standar, hanya untuk
sementara, saya harus berbagi waktu dengan guru-guru terlebih dahulu. Dan,
siapa tahu saya tidak mendapatkan jadwal mengajar kan?
No comments:
Post a Comment