Senin, 21 Maret 2018 jatuh pada bulan Ramadan hari ke-5. Senin kali ini menjadi catatan tersendiri karena menjadi hari ke-1 penilaian akhir tahun. Penilaian akhir tahun sebelumnya dikenal sebagai ulangan kenaikan kelas. Walaupun istilahnya berbeda tapi efeknya sama, yakni para siswa harus melaksanakan tes yang mengukur kompetensi penguasaan materi ajar yang ditempuhnya.
Ujian semester genap ini menjadi fenomena yang menarik untuk dicermati karena ada dua ujian yang terjadi bersamaan. Pertama ujian lahir yakni bagi peserta ujian yang muslim, mereka sedang diuji secara lahir berupa menahan makan dan minum. Pun, secara lahir diuji kekuatan fisik untuk mampu mengerjakan soal diantara badai serangan rasa kantuk dan lemas. Kedua, secara batin, diuji pula kemurnian berpuasa dengan tidak melakukan tindakan tercela yang menyebabkan kesucian puasa rusak.
Ujian yang dilaksanakan salah satunya adalah pendidikan agama. Secara lahir, ujian dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan plus peraturan khusus pada saat ujian yang dibacakan sehingga bisa didengar semua peserta ujian. Peserta ujian dengan tertib memasuki dan meninggalkan ruangan segera setelah bel tanda masuk dibunyikan.
Kondisi di atas secara sekilas tidak menunjukkan pada satu kondisi khusus sehingga menjadi sebuah fenomena. Namun jika diamati dengan cermat, kita akan mempertanyakan karakter apa yang dianut anak bangsa ini.
Pertama, sepertinya tidak berkorelasi antara kesucian menjaga ibadah puasa dengan tindakan tercela yang dilakukan pada saat ujian. Sebagai contoh, walaupun berpuasa, masih ada siswa yang melakukan hal tidak terpuji diantaranya: menanyakan jawaban pada peserta lain dengan menggunakan upaya sedemikian rupa sehingga dia beranggapan pengawas ujian tidak akan mengetahuinya, memperlihatkan jawaban kepada peserta lain walaupun sudah tahu hal itu melanggar peraturan peserra ujian, dan mencari cara agar bisa memperoleh jawaban dengan cara tidak sah.
Kedua, pelajaran agama nota bene mengajarkan kejujuran, memperoleh sesuatu dengan hak, membina diri untuk menghormati harga diri dengan tidak melakukan hal tercela. Melihat peserta ujian yang masih berjibaku mendapatkan jawaban secara tidak halal, dengan sendirinya kejujuran itu dicederai dan harga dirinya patut dipertanyakan.
Ketiga, pendidikan, dimanapun tempatnya, rumah ataupun sekolah, mengajarkan karakter positif. Ketika muncul karakter negatif, keprihatinan muncul sekaligus menimbulkan tanya, harus bagaimana lagi pembinaan seharusnya diberikan.
Bersamaan jatuhnya saat ujian dengan bulan Ramadan diharapkan membantu para peserta ujian lulus uji jasmani dan rohani sekaligus.
Melihat kejadian di atas, masih banyak yang harus dipikrkan dan digarap pada semester depan agar kondisi yang tidak diharpaakan tidak muncul kembali, dan karakter positif yang diidamkan terlihat diimplementasikan dalam kehidupan sehar-hari termasuk pada saat ujian.
No comments:
Post a Comment