Hari ini hari ketiga memakan antibiotik yang membuat jantung deg-degan. Bukan karena antibiotiknya yang cantik akibat bungkusnya berwarna merah dan coatednya berwarna emas. Tapi karena kandungannya begitu tinggi sehingga membuat jantung terasa degupannya.
Ada hal menarik ketika jantung berdetak dengan pacu lebih keras dari biasanya. Aku bisa mendengar suara degup jantungku sendiri! Mungkin ini terdengar lucu, tapi begitulah. Merasakan dada berdetak kencang dan telinga mendengar suara degupnya, rasanya seperti masuk ke dunia berbeda. Di mana aku hanya berdua dengan suara jantungku.
Tidak mudah mendengar suara jantung sendiri walaupun jantung berada dalam tubuh. Jantung terasa kerjanya ketika dipalpasi pada tangan, di tempat aorta, mengangkut darah. Orang awam sepertiku, jarang merasakan kehadiran jantung. Pada saat jantung berdegup, barulah sadar, betapa aku diberi jantung yang sehat yang bereaksi ketika ada sesuatu yang dikirim ke biliknya.
Tubuh seseorang berbeda reaksinya terhadap kandungan kimia yang digelari obat. Demikian juga tubuhku. Pada hari pertama dan kedua, hanya degup jantung yang terasa berbeda. Hari ini, persisnya subuh tadi, terasa ulu hati seperti ditekan. Pada saat hal itu terjadi, ada bisik janggal dalam kepalaku. Jangan-jangan ini gejala kematian. Terus, aku membayangkan kalau aku mati dikubur di samping ibu ayahku. Tapi pikiran itu segera dihapus. Orang mati mah tergantung kepada yang hidup, dikubur dimanapun tidak harus jadi masalah. Bayangan dikubur dekat ibu ayah, bayangan orang hidup. Kalau mati, tak ada bayangan apa-apa lagi (mungkin).
Terasanya jantung berdegup, terasanya nyerinya ulu hati, dan terasanya nyeri pada mata memberikan kesadaran bahwa Tuhan memberikan kesempurnaan kerja tubuh (pada bagian dalam). Betapa miskinnya kubersyukur pada kebaikan Tuhan yang memerintahkan organ-organ tubuh terus bekerja tanpa lelah sesuai takdirnya.
No comments:
Post a Comment