Ramadan tahun ini terasa gelap. Bukan karena pada saat akan tarawih tiba-tiba mati lampu diiringi anak-anak menjerit takut gelap dan akhirnya tarawih sempat semrawut sesaat. Mati lampu tidak ada kaitan dengan gelap yang kurasakan. Gelapnya yang serasa mengintai dan membungkus sunyi awal Ramadan.
Gelap itu datang saat terlihat rumah tak berbentuk. Pada saat masuk, pintu hanya ditutup triplek dan tentu saja sulit untuk membuka pun menutup. Pintu sebagai gerbang masuk rumah sudah begitu tidak nyaman, dengan sendirinya masuk ke dalam rumah pun akan tidaklah terlalu nyaman.
Saat kakimu menginjak lantai, belum apa-apa, matamu akan disambut tumpukan baju cucian yang menumpuk. Rumah ini banyak penghuninya tapi hanya satu orang yang bertanggungjawab atas semuanya. Mulai dari mencari uang, membeli makanan, mencuxi baju, menyeterika, menyapu, mencuci piring. Ketika satu orang ini keluar mencari nafkah, penghuni lainnya hanya menikmati saja. Tidan ada uang tinggal menyuruh meminjam ada harus ada. Tidak ada makanan, tinggal menyuruh membeli dan harus siap tinggal makan. Tidak ada baju beraih, tinggal nyuruh mencuci, menyeterika, dan menyiapkan semuanya. Untunglah ada satu orang itu dalam rumah ini sehingga penghuni lainnya bisa menikmati hidup tanpa memikirkan tidak ada uang, tidak ada makanan, tidak ada baju bersih, tidak ada sampah, semuanya menjadi beban si satu orang itu.
Kalau kamu terus masuk maka akan terlihat piring kotor bertumpuk dipenuhi lalat karena piring tersebut tidak dicuci lebih dari empat hari. Irisan lemon pada gelas telah berubah menjadi jamur yang mengeluarkan bau tak sedap. Meja penuh serakan gelas, piring, sampah, bungkus plastik, sangat menusuk ulu hati karena kamu tahu, satu orang itulah nanti yang harua mengerjakan semuanya.
Berat dengan kondisi dalam runah, kalau kamu mencoba keluar rumah, kamu akan melihat tanaman liar merambat kesegala arah. Kamu akan bingung harus menginjakkan kaki di mana. Kamu akan ikut merasa gelap, karena orang satu itu nanti yang harus membabat rumput, menyiram tanaman.
Kamu akan menyalahkan satu orang itu kenapa mau jadi teraniaya. Jawabannya adalah tanggung jawab dan konsekuensi atas pilihan.
Gelap terasa semakin pekat ketika kamu melihat kepala keluarga rumah ini datang langsung makan, piring kotor ditinggalkan begitu saja, dia malah duduk manis menikmati air teh panas.
Dia mengeluhkan lelah dan menentukan tidur sebagai jawaban..
Kelak ketika bangun, dia akan bercerita betapa dia dianggap berpotensi, cemerlang, logis, banyak ide. Kekalahan di tahun mendatang jika yang diusahakan 700 hari ini tidak ada hasil, maka dia membesarkan dada dan berkata, " kekalahan tidak apa-apa, karena telah bertemu orang-orang hebat, menemukan banyak yang bisa diinventarisir,"
Ramadan tahun ini mungkin benar-benar semuanya telah berubah. Semoga saja kepala keluarga diberi kesadaran untuk melihat apa yang sejatinya seorang pemimpin rumah tangga lakukan, semoga Ramadan mengizinkan satu orang budak dalam rumah ini mengihirup sedikit bahagia
No comments:
Post a Comment