Malam tiba. Dia menelepon dan mengaku sebagai ibu dari siswa yang di wali kelasi. Dia memperkenalkan diri dengan mengawali kabar bahwa anaknya sakit. Hati saya terasa hampir hilang, Saya menyadari bahwa tidak sempat Saya mengingatkan kepada guru lain bahwa anak tersebut sakit. Kekacauan pembelajaran di awal masa pandemi membuat banyak hal yang tidak terduga.
Pembicaraan berlangsung hangat. dia menjelaskan bahwa anaknya sakit, karena terpapar oleh mungkin penyakit sejenis campak. Dia mengkonfirmasi bahwa anaknya betul-betul sakit. pada saat melihat daftar absen yang Saya tunjukkan, memang tidak ada nama anaknya yang muncul pada absen tersebut. kemudian dia mengklarifikasi bahwa anaknya memang sakit. Kemudian dia menjelaskan bahwa selanjutnya anaknya selalu dibawah pantauannya. Hal ini dia lakukan karena ayah dari anak itu meninggal dunia. Sehingga dia menjadi Ayah sekaligus Ibu bagi anak tersebut. untuk memantau anaknya dia bawa anaknya ke tempat kerjanya. Dia mengatakan bahwa dia memiliki dua anak. Anak yang pertama yang laki-laki yang saya wali kelasi.
Setiap hari anaknya turut belajar di tempat kantor Dia bekerja sebagai notaris. Anaknya di simpan di ruang kerjanya bersama dengan adiknya yang masih SD. Dengan cara itu dia bisa memantau anaknya belajar. Juga mendapatkan layanan internet sekaligus.
Obrolan Semakin Jauh. Dia menjelaskan Bagaimana korona telah mengubah cara dia mendidik anak. semula pendidikan diserahkan kepada sekolah, Kini dia harus turut serta membimbing anaknya.
Korona juga memberikan efek yang buruk bagi anaknya detik katanya Semenjak dia mengikuti pembelajaran secara daring, anaknya tambah silindernya 1/4. Sebuah fakta yang sangat memprihatinkan. Hal ini diduga terjadi karena mungkin siswa tersebut terekspos pada layar HP yang begitu kecil yang digunakan sebagai sumber belajar. Tapi kabar itu itu tidak benar. dia mengatakan bahwa anaknya disediakan laptop, agar bisa melihat layar yang lebih besar.
Tiba-tiba dia berkata bahwa dia mengenal suara saya, juga mengenal nama saya. Dia memastikan bahwa saya orang yang sama seperti yang dia pikirkan. Dia mengatakan bahwa dia lulus SMA tahun 94 Dia menanyakan apakah saya pernah mengajar di SMA 1. saya jawab iya tahun 92-95. Dia kemudian mengatakan bahwa dia lulus calon tahun itu. Dia mengenalkan nama Upik, Upit, dan nama-nama lain yang mengingatkan saya pada masa saya ketika dulu menjadi honor di SMA 1.
Yakinlah dia bahwa saya adalah gurunya dulu. Dia menitipkan anaknya kepada saya, dia mengatakan bahwa dulu saya mengajar dia, ibunya, sekarang saya juga mengajar anaknya.
Pertemuan tak terduga ini menyadarkan bahwa saya sudah lama menjadi guru. sehingga ada dua generasi yang saya aja. Dulu saya mengajar ibunya, sekarang saya mengajar anaknya.
Ibunya tidak yakin bahwa itu adalah saya, gurunya yang dulu dia temui di masa SMA. Mungkin karena saya memakai masker penutup wajah sehingga tidak bisa dikenali secara mudah.
No comments:
Post a Comment