Thursday, November 19, 2020

Sosialisasi AN

 

Sosialiasi AN

Sesuai dengan 4 kebijakan merdeka belajar: assesmen, RPP,

Langkah 1.

Peningkatan kapasitas guru memerlukan waktu jangka panjang dan strategi yang matang dan tepat.

Tidak mungkin meningkatkan kapasitas guru jika Guru terbelenggu administratif atau hal-hal yang tidak berdampak riil pada pembejaran siswa.

 

 Pada rezim UN guru berfokus pada pemerolehan angka   tertinggi di ujian. Perolehan siswa menjadi proyeksi kinerja guru. Rezim ujian terstandar. Jika rezim asesmen ini dimerdekakan dan dikembalikan pada esensi asesmen sehingga dapat meningkatkan kapasitas guru.

USBN dilaksanakan pada akhir jenjang sekolah, ujian yang menentukan kelulusan.

Sesuai UU Sisdiknas menyatakan bahwa seharusya evaluasi terhadap murid itu dilakukan oleh guru dan penentuan penilaian kelulusan oleh sekolah. Karena ada konsep ujian sekolah berstandar nasional, realita yang terjadi adalah guru, juga dinas mengumpulkan soal dan kemudian soal itu diujikan. Kedaulatan sekolah tidak dapat dilaksanakan.

Bagaimana jika kedaulatan dikembalikan kepada sekolah? Bagaimana pengujian tidak ada standarnya? Standarnya ada pada Kurikulum 2013, sudah ada pada standar kompetensi lulusan. SMA sudah memiliki standar kelulusan sesuai dengan Permendikbud nomor 20 tahun 2016. Kompetensinya jelas. Itu sudah standar nasional.

Berdasarkan peraturan tersebut, penilaian dan bagaimana bentuk tesnya, bentuk soalnya, itu harus menjadi kedaulatan sekolah. Alasannya hanya sekolah, dalam hal ini, guru, yang mengetahui kapabilitas dan level murid-muridnya.

 

AKM merupakan penilaian kemampuan minimum kepada peserta didik.

Ketika mengajar suatu materi, sesungguhnya ada tiga capaian yang harus dicapai, yaitu: Kompetensi dasar, kompetensi inti, dan kompetensi lulusan. Mengapa pemerintah mendorong adanya AKM, hal ini salah satunya adalah Guru ketika mengajar cenderung mengejar kompetensi dasar yaitu pemahaman materi, tidak ada yang salah dengan ini. Namun dalam prosesnya kemampuan berpikir siswa belum terbangun, tergambar dari tingakt literasi dan numerasi anak-anak Indonesia, misalnya saja nomor 60an pada PISA.


Apakah jika siswa tidak dapat menjawab pertanyaan itu, siswa kognisinya lemah? 
Apakah artinya siswa tidak mempunyai kemampuan nalar yang baik?
Jawabannya belum tentu. 

Tidak perlu UN, anak sekarang Z, lebih memerlukan pikiran kritis dan gagasan, bukan lagi konsep mata pelajaran, tetapi 

No comments:

Post a Comment