Tuesday, January 14, 2025

Raudoh

Bagi saya pribadi, kata Raudoh gendernya feminin. Hal ini karena bagi saya Raudoh seperti seorang ibu. Kepada ibulah saya bisa berkeluh kesah apapun,  bisa menangis sepuasnya, bisa curhat tanpa batas, bisa menyampaikan suka-duka-luka tanpa dihakimi. Raudoh pun demikian. Saya dan pengunjung lainnya yang datang, bersujud dan sesenggukkan mengadukan nasib dan peruntungan badan. Ibarat kepada seorang ibu, hal yang paling banyak diceritakan adalah yang belum kesampaian. Hal-hal lain yang sudah terlampaui bahkan terpuaskan, luput tidak terkatakan. Kepada ibu, kita menghiba. Di Raudoh kita menghiba, menunjukkan betapa ringkihnya diri kita. 

Ibarat mustajabnya doa seorang ibu, Raudoh menjadi tempat mustajab ijabah doa. Kepada ibu, apapun diminta, diajukan, bahkan merajuk. Tentu dengan kasih, keluasan pengetahuan dan pengalaman seorang ibu, tidak semua doa rajukkan anak semuanya dikabulkan. Ada yang tidak dikabulkan untuk kebaikan pemohon doa itu sendiri. Hikmah ketidak-kabulan doa padahal menurut pemohon sangat penting dan genting,  akan diketahui kelak, setelah emosi yang mengiringi doa itu terucap, reda dan bisa berpikir logis. Bak meminta kepada seorang ibu, doa ada yang dikabulkan segera, ada yang terkabul setelah lupa, dan ada yang tidak terkabul.

Saat diberitahu bahwa rombongan wanita dapat mengunjungi Raudoh pukul 22.00 tanggal 13 Januari 2025, hati saya berdegup kencang. Pertemuan ruhaniah dan percakapan batiniah apa yang mampu saya katakan nanti di tempat yang mulia ini. Untuk manusia sekecil dan setidakberarti seperti saya, saat diberi kesempatan menyampaikan permohonan di tempat yang langsung menembus langit, belum lagi pertemuan itu terjadi, saya sudah merasa sangat gugup. Khawatir nanti salah ucap, salah tingkah, salah polah yang mengakibatkan permohonan saya terdengar janggal atau malah lucu. Seperti memohon agar setiap pagi saya bisa melihat cahaya pagi, bagi sebagian orang, untuk apa jauh-jauh ke Raudoh hanya meminta hal seenteng itu. Itulah personalnya doa. Tidak dapat digeneralisir dan dibuat template atau pola untuk semua orang. 
Bagi saya mampu melihat cahaya di pagi hari artinya saya masih diberkati setengah penglihatan yang tersisa. Jika saya terbangun dan semuanya gelap. Saya hidup dalam kematian cahaya, saya sangat tidak siap memiliki bola mata yang tidak mamou menangkap cahaya. 
Dengan kematian cahaya, saya harus belajar menjadi diri saya yang baru, sebagai orang buta. Saya harus bisa bangun dari tempat tidur dan keluar kamar tanpa menabrak sesuatu. Saya harus bisa mandi sendiri, memakai baju sendiri, makan sendiri,  masak sendiri, dalam kematian cahaya. Sungguh pemandangan menyedihkan jika saya meraba-raba sesaknya siang dan malam dalam kebutaan. Saya harus belajar mengenal apa yang mampu dan tidak mampu saya lakukan, andaikan saya kehilangan cahaya di pagi hari. 

Setelah penantian panjang dengan duduk di lantai pelataran Masjid Nabawi yang dinginnya merambah dari tulang ekor ke ubun-ubun, saya dibimbing duduk ke haribaan Raudoh. Raudoh tempat yang penuh cahaya, menyilaukan mata saya, yang setengah buta. Bola mata saya terengah-engah menangkap pixel cahaya harapan yang berpendar di mana-mana. Ya Rob, limpahkanlah  cahaya kasih, rahmat, dan karuniaMu untukku. 

No comments:

Post a Comment