Thursday, July 20, 2017

Hari Ke-5

Hujan semalam menyejukkan kota kecilku. Pohon-pohon Kupa Landak di sekitar rumah terlihat lebih segar, warna hijaunya memantul ditimpa cahaya mentari pagi. Saya menikmati perjalanan menuju sekolah pada pukul 6.15. Berbagai macam kendaraan seolah berlomba menuju tempat tujuan. Knalpotnya menderu menyapu hening segar pagi mengantarkan mimpi-mimpi yang bertebaran di setiap kepala orang-orang yang sedang diantarkannya.

Saya menikmati pemandangan pagi dengan takjub. Kehidupan begitu cepat dimulai. Pukul 6.15 hiruk pikuk kota kecil telah mulai. Anak-anak berbaju seragam SMA telah berebut memasuki gerbang sekolah dimana saya mengajar.

Pukul 6.40 saya masuk kelas yang saya walikelasi, 12 IPA 6. Dengan membawa teks berjudul ‘Pembawa Mayat’ sebuah karya besar anak bangsa yang menjuarai menulis cerpen yang diadakan oleh Harian Republika. Karya ini dibawa ke kelas karena selain isinya yang bernas, juga pesan moral yang diimplisitkan si penulis sangat halus namun mengena.

Kelas dimulai pukul 6.45 dengan membaca Asmaul Husna bersama. Sebelumnya saya telah membagikan cerpen berjudul Pembawa Mayat yang saya print tadi malam. Siswa terlihat terkejut karena saya datang tepat waktu. Sebelas orang siswa belum hadir. Saya seolah tidak mengindahkan ketidakhadiran siswa yang belum hadir di kelas. Saya memimpin Asmaul Husna dan membaca doa pagi.

Saya lihat ada satu orang siswi yang non muslim. Saya merasa senang sekali. Kelas ini mewakili sedikit kehidupan nyata masyarakat secara sosial, yakni heterogenitas suku dan agama. Saya anjurkan agar dia berdoa sesuai keyakinannya. Sampai hari ini, saya belum tahu siapa namanya.

Satu persatu siswa berdatangan. Terakhir yang datang pada pukul 7.00. Kelas dihadiri 34 siswa. Orang tua Ica (nama samaran) mengabari bahwa putrinya sakit lewat sms.  Satu lagi Ori (nama samaran) juga tidak hadir karena sakit.

Pukul 7, kegiatan literasi dimulai. Setelah yakin semua siswa memegang teks cerita pendek Pembawa Mayat, saya membacakan paragraf pertama dalam bahasa Inggris, sementara para siswa memegang teks dalam Bahasa Indonesia.  Tujuan dari pembacaan dalam bahasa Inggris, agar siswa mendapatkan kosa kata baru Bahasa Inggris secara tidak langsung. Harapan jauhnya, mereka bisa melihat bagaima mereka sebetulnya dapat memahami apa yang saya ucapkan, walaupun dalam bahasa Inggris, karena ada sandingan terjemahnya dalam bahasa Indonesia yang mereka pegang. Berpikir dalam dua bahasa sekaligus, terdengar seperti praktek berpikir kritis. 

Saya mulai menggali makna paragraf ke-1. Bagaimana kematian bisa ditolak seorang suami ketika istrinya meninggal sejak dua hari lalu. Bagaimana seorang suami tidak menerima istrinya dikuburkan, karena kematian bukanlah hal istimewa baginya.

Para siswa seperti sedikit tersihir bahwa ada hubungan yang amat dekat antara cinta dan kematian. Cinta tidak terhalangi kematian. Cinta tetap hidup walaupun raganya tidak lagi ber-ruh. Bagi lelaki, tokoh pada cerita pendek ini, kematian tidak memerlukan doa. Menurutnya, doa tidak mengubah apapun.

Cara pikir seperti ini perlu dijelaskan kepada siswa. Mereka harus melek (literat) bahwa kematian tidak bisa dipandang sebagai hal biasa. Saya katakan, segala sesuatu yang hanya terjadi satu kali dalam kehidupan manusia, seharusnya istimewa. Contoh, kelahiran, hanya terjadi satu kali. Maka setiap kelahiran disambut dengan gembira karena telah hadir insan baru yang akan menyemarakan kehidupan sebuah keluarga. Kematian, juga istimewa, karena hanya terjadi satu kali. Tidak bisa seseorang sangat posesif dan egois menolak kematian dan menerimanya sebagai hal biasa. Bagimana si penulis berpikir berlawanan arah dan menitipkannya pada tokoh utama pada cerita, sangat luar biasa.

Hanya dua paragraf yang bisa digali makna tersiratnya, waktu menunjukkan pukul 7.15. Masa literasi, habis. Para siswa seolah masih betah dengan membedah cerita. Saya katakan bahwa besok hari, bisa dilanjutkan lagi.


Saya mengajak para siswa untuk mulai menuliskan pengalaman mereka selama di kelas 12 IPA 6. Saya anjurkan untuk menuliskannya di blog. Sebagian besar siswa terlihat berbinar ketika saya menantang torehkan namamu pada karyamu. Buku Seri 365 (bersama Ms. B) akan menjadi karya pertamamu yang membedakanmu dari siswa-siswa lainnya di sekolah ini, juga di sekolah lainnya. 

No comments:

Post a Comment