Hal paling membosankan sedunia dan seCianjur adalah menunggu. Hampir semua orang sepakat dan mengiyakan bahwa menunggu merupakan kegiatan yang membosankan.
Seseorang yang sedang menanti pertemuan dengan orang yang diharapkannya bertemu, sebentar-sebentar melihat jam tangan. Memeriksa waktu, waktu terasa sangat lambat. Lebih lambat dari yang seharusnya. Segera setelah waktu diketahui, jelas menunjukkan pukul berapa, dia menghela nafas, berat, seolah waktu menghimpit dadanya dan mengakibatkannya susah mengizinkan udara untuk masuk dan keluar saluran pernafasannya.
Urusan menunggu, yang paling kuat, mungkin lbu-lbu.
Ibu-lbu sabar menanti giliran pada saat akan membayar belanjaan di mall.
Ibu-lbu juga tidak mengeluh saat menanti kelahiran anaknya, dia menghitung sejak diketahui dirinya positif hamil.
Bi Janah juga lbu-lbu. Tak heran dia melakukan hal yang sama dengan lbu-lbu lainnya, yakni menunggu.
Sejak selesai menghidangkan makan pagi, Bi Janah meminta izin kepada Pak Guru bahwa dia punya janji bertemu dengan saudaranya yang tinggal di Cipanas dan MENUNGGU di depan kantor pos.
Saya tidak terlalu memperhatikan keberangkatan Bi Janah. Bagi saya, hal biasa seseorang membuat janji bertemu dan menunggu.
Tapi kepulangan Bi Janah jadi menarik perhatian saya, juga seisi rumah.
Bi Janah pulang bersungut-sungut, wajahnya memerah seperti menahan marah yang telah lama menyesakkan dadanya.
Kami khawatir, Bi Janah, bagi kami, dia orang penting. Dia, orang yang kami andalkan dalam urusan menyiapkan makan, merapikan rumah dan mengurusi hal-hal domestik lainnya.
Melihatnya bermuram durja, kami sangat prihatin.
"Kenapa Bi, katanya janjian di depan kantor pos. Kok pulang, mana? Tanya Pak Guru.
Bi Janah berusaha mengeluarkan kata-kata yang terasa mencekat lehernya karena kecewa telah menunggu lama tapi orang yang ditunggu tidak datang.
"Ga nyangka ya Pak, saudara sendiri bisa menyakiti Bibi. Janji bertemu di kantor pos, ditunggu. Kaki pegal, leher terasa sakit karena tengok kiri kanan, eh... 4 jam, bayangannya saja tidak kelihatan." Bi Janah menumpahkan kekesalan.
"Janjian nunggunya dimana?" Kata Si Bungsu
"Di kantor pos." Jawab Bi Janah pendek
"Ditelepon ga Bi, sebelah mana kantor posnya?" Tanya Si Sulung.
"Bibi lupa tidak bawa hape."
"Sini Bi, nomornya berapa, aku teleponin ya." Kata Si Bungsu.
Saya tidak ikut menawarkan solusi hanya menyimak bagaimana anak-anakku membantu Bi Janah menyelesaikan masalahnya. Tak lama terdengar suara Si Bungsu bersahutan dengan "saudara" Bi Janah lewat loud speaker hape.
"Ya, Bi Janahnya salah sendiri, tidak datang ke kantor pos, saya menunggu sampai pukul 12." Suara dari seberang menyalahkan.
Si Bungsu sigap menjawab, " Bi Janah berangkat sejak pagi, nunggu sampai bada dhuhur di kantor pos, sesuai pesanan."
Senyap.
Si Bungsu memecah kesenyapan dengan bertanya, "lbu, menunggunya di kantor pos mana?"
"Di kantor pos CIPANAS, depan mesjid dekat Brimob, kan gampang ketemu di sana mah."
Tiba-tiba Bi Janah berkata, "Bibi nunggu di kantor pos, dekat mesjid, depan Brimob."
"Kantor pos mana Bi?" Tanya kami.
"Kantor pos CIANJUR."
Catatan kaki kiri:.
Jarak Cipanas Cianjur: 25km.
Catatan kaki kanan:
Bi Janah disajikan dalam Bahasa Indonesia untuk kepentingan pembaca. Terasa berbeda, namun mudah-mudahan tokoh Bi Janah bisa go nasional.
No comments:
Post a Comment