Merancang pembelajaran pada masa pandemi memang tidak sederhana. Walaupun banyak guru yang tidak menghadapi kesulitan dalam menggunakan teknologi untuk mendukung keterlaksanaan pengajaran, masih terdapat hal yang harus dilatih lebih sering, yakni perancangan pembelajaran.
Hal ini dibutuhkan karena telah ada perubahan yang meminta guru untuk meninjau ulang bagaimana merancang RPP. Semula, perancangan memerlukan terpenuhinya 13 elemen dalam aspek rancangan tulis, kini disederhanakan menjadi tiga elemen saja. Tidak banyaknya elemen yang harus dimasukkan ada kaitannya dengan efektifitas waktu pembuatan RPP. Satu KD dapat dikembangkan menjadi satu RPP saja. Sangat praktis.
Sesuai pesan Mendikbud 'merdeka belajar" artinya guru dan siswa sama-sama belajar. Guru belajar menggunakan mind set baru dalam hal menyusun RPP. Siswa belajar menerima rancangan yang berbeda dalam hal sajian pembelajaran, apalagi dalam masa pandemi seperti sekarang ini. RPP SMA menjadi lebih efisien dalam hal penyusunan karena hanya menggunakan tiga elemen saja yakni tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan penilaian. Namun RPP disederhanakan bukan berarti secara kualitas, mengajar menjadi turun tingkatannya.
RPP yang disederhanakan atau RPP tatap muka dapat menjadi acuan pada saat menyusun ulang RPP daring dan luring. Sebagai contoh, pada saat RPP tatap muka guru bertujuan agar siswanya menguasai ekspresi memberikan tawaran. Maka ketika diubah menjadi RPP daring atau luring, tetap saja tujuannya adalah membantu siswa menguasai ekspresi memberikan tawaran. Bedanya, pada luring ataupun daring pada langkah-langkah pembelajaran ada bagian yang ditambahkan atau dikurangi.
RPP yang disederhanakan atau RPP tatap muka dapat menjadi acuan pada saat menyusun ulang RPP daring dan luring. Sebagai contoh, pada saat RPP tatap muka guru bertujuan agar siswanya menguasai ekspresi memberikan tawaran. Maka ketika diubah menjadi RPP daring atau luring, tetap saja tujuannya adalah membantu siswa menguasai ekspresi memberikan tawaran. Bedanya, pada luring ataupun daring pada langkah-langkah pembelajaran ada bagian yang ditambahkan atau dikurangi.
Masalah kemudian muncul ketika KD disederhanakan sesuai kondisi pandemi. Tafsiran terhadap pengggunaan KD disederhanakan ini pun beragam. Ada yang berpendapat bahwa seluruh KD tersebut harus selesai sampai Desember. Ada pula yang berpendapat KD diperuntukkan satu tahun ajaran. Akibatnya muncul kebingungan. KD sesedikit itu untuk satu tahun. Atau sebaliknya, KD sebanyak itu harus selesai Desember.
Sesuai namanya KD kondisi khusus. Artinya berlaku selama kondisi khusus. Jika kondisi khusus dicabut pemerintah pada bulan Desember 2020, KD yang selesai sampai Desember itu yang terlaksana
Tidak berarti harus terburu-buru menyelesaikan semua KD. Sebaliknya, jika kondisi darurat belum dicabut sampai Juni 2021 KD tersebut dapat tetap dipakai. Bukankah secara materi tidak pernah habis?
Perlu ditinjau ulang ketika menyebutkan bahwa KD ini telah habis materinya. Sebagai contoh, kita lihat KD yang menuntut para siswa menguasai caption. Saat ini caption banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari para siswa, salah satunya adalah digunakan di Instagram. KD yang dituntut dikuasai oleh siswa adalah caption untuk koran. Tentu penguasaan KD ini murni untuk sekadar pengetahuan saja. Siswa bukan jurnalis yang menulis di koran. Penguasaan caption untuk koran menjadi pintu untuk bisa menguasai caption yang realistis yang nanti dipakai dalam kehidupannya. Ketika melihat KD caption hanya sebatas membuat kalimat berdasarkan gambar, tentu saja materinya sempit dan tidak banyak memberi manfaat. Namun ketika KD ini dilihat sebagai ajang bagi para siswa untuk mengisi feed IG secara santun. Ini menjadi wahana yang tepat untuk melahirkan para pengisi IG yang terdidik. Selama ini, mengisi IG, menulis di FB atau media sosial lainnya tidak pernah diajarkan. Para siswa menulis berdasarkan 'kira-kira' saja. Hasilnya? Lahir ujaran kebencian.
So, RPP kondisi khusus disarankan diperlakukan secara khusus pula agar dapat membantu siswa untuk tetap literat walau dalam keadaan darurat.
Perlu ditinjau ulang ketika menyebutkan bahwa KD ini telah habis materinya. Sebagai contoh, kita lihat KD yang menuntut para siswa menguasai caption. Saat ini caption banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari para siswa, salah satunya adalah digunakan di Instagram. KD yang dituntut dikuasai oleh siswa adalah caption untuk koran. Tentu penguasaan KD ini murni untuk sekadar pengetahuan saja. Siswa bukan jurnalis yang menulis di koran. Penguasaan caption untuk koran menjadi pintu untuk bisa menguasai caption yang realistis yang nanti dipakai dalam kehidupannya. Ketika melihat KD caption hanya sebatas membuat kalimat berdasarkan gambar, tentu saja materinya sempit dan tidak banyak memberi manfaat. Namun ketika KD ini dilihat sebagai ajang bagi para siswa untuk mengisi feed IG secara santun. Ini menjadi wahana yang tepat untuk melahirkan para pengisi IG yang terdidik. Selama ini, mengisi IG, menulis di FB atau media sosial lainnya tidak pernah diajarkan. Para siswa menulis berdasarkan 'kira-kira' saja. Hasilnya? Lahir ujaran kebencian.
So, RPP kondisi khusus disarankan diperlakukan secara khusus pula agar dapat membantu siswa untuk tetap literat walau dalam keadaan darurat.
No comments:
Post a Comment