Saturday, August 5, 2017

Hari Ke-14

Secara pribadi, bagi saya, mengajar selalu menarik. Banyak hal yang dapat ditemukan dan dipelajari dari kegiatan mengajar. Hal-hal menarik sekaligus menantang juga ditemukan pada peran sebagai wali kelas. Saya mencoba menjalankan peran ini sebaik yang mampu saya lakukan.

Hari Sabtu ini, tidak ada pelajaran sekolah. SMAN 2 menerapkan program full day school atau sekolah hanya 5 hari. Artinya Sabtu, libur. Anak-anak yang diwalikelasi meminta diadakan kegiatan silaturahmi dengan wali kelas sambil makan siang. Jadilah namanya acarnya “liwet party”. Liwet adalah makanan berat yang terbuat dari beras. Bedanya nasi biasa, nasi liwet dimasak dengan diberi bumbu. Lauknya, biasanya ikan asin, sambal, lalap, tahu, tempe, kalau ada goreng ayam, kerupuk, kalau suka goreng jengkol. Saya mengiyakan ketika siswa meminta liwet party di rumah saya.

Mungkin para siswa ingin mengetahui seperti apa wali kelasnya ketika di rumahnya. Apakah dia seperti yang dipikirkannya? Apakah dia malah di luar yang didugakannya? Mungkin bagi siswa, bagaimana seorang wali kelas yang sekaligus juga gurunya merupakan misteri besar. Saya berpikiran begitu, karena bagi saya, siswa saya yang imut-imut, cantik-cantik, ganteng-ganteng, manis-manis di kelas atau ketika bertemu di sekitar sekolah, saya tidak pernah tahu seperti apa aslinya, tampilan alamiahnya ketika di rumah. Kalau saya mampu, ingin sesekali melihat atau bertemu siswa saya diluar kelas. Saya mungkin menemukan hal baru atau di luar dugaan. Who knows

Saya berpenampilan apa adanya ketika menerima siswa di rumah. Mereka datang satu persatu. Membawa ceritanya masing-masing. Merka membicarakan mimpi tentang kuliahnya. Ada yang mengaku masih tidak tahu harus kuliah kemana karena khawatir terjadi sesuatu di tengah perjalanan kuliahnya. Bagi saya, hal ini menimbulkan keprihatinan. Masa di kelas 12 akan berakhir dalam hitungan bulan, mereka masih belum memiliki pilihan yang jelas hendak kemana mereka melanjutkan kuliah. Bukan salah mereka, bisa saja salah guru, sekolah, kebijakan, atau mungkin pemerintah.

Kesalahan guru diantaranya para guru tidak memiliki dan menyediakan waktu untuk mendengarkan impian-impian mereka. Guru masuk ke kelas dan memberikan pelajaran sesuai yang jadi tanggung jawabnya. Tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendengar bisikan-bisikan impian mereka. Guru pun bisa saja tidak sempat menanyakan apa impian mereka. Waktu untuk mengajar begitu sempit, tidak cukup untuk menampung impian siswa.  Atau bisa saja guru merasa bahwa urusan kemana siswa melanjutkan setelah SMA, telah ditangani oleh guru bimbingan dan konseling. Mereka bertanggung jawab untuk menelusuri minat siswa dan mengarahan siswa berdasarkan bakatnya.  

Sekolah, ikut berkontribusi bagi gelapnya masa depan kuliah harus kemana. Sekolah mencoba menempatkan siswa berdasarkan peminatannya. Setelah dikelompokkan berdasarkan minatnya, terbagi menjadi peminatan bahasa, matematika dan IPA, dan ilmu sosial. Sayangnya, setelah mereka didudukkan di kelas  sesuai minatnya, mereka tidak diberi fasilitas dan sarana yang cukup untuk mengembangkan minatnya. Contoh, siswa yang menyukai ilmu biologi, hanya cukup disuguhi biologi paket, dari buku. Mereka tidak sempat menikmati bagaimana biologi yang sesungguhnya yang membuat mereka melihat bahwa dengan penguasaan ilmu biologi mereka bisa menjadi orang. Seolah pengelompokkan berdasarkan minat, hanya memudahkan mereka untuk dipisahkan menjadi kelas-kelas.

Kebikajan pemerintah membuat siswa SMA buntu. Ketika mereka menerima ijazah SMP dan hendak melanjutkan ke SMA, sesungguhnya mereka tidak tahu apa kelebihan dirinya. Mereka tidak bisa mengukur dirinya apakah cocok masuk ke SMA atau ke sekolah kejuruan. Semua orang melanjutkan berdasarkan maunya kemana, bukan berdasarkan kemampuan apa. Akibatnya tidak sedikit siswa SMA tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi karena secara akademik tidak mencukupi kualifikasi universitas yang akan menampungnya. Atau sebaliknya, lulusan SMK berjuang keras untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, bukannya langsung bekerja.

Terakhir pemerintah itu sendiri. Pemerintah belum melaksanakan tanggungjawabnya dengan penuh. Pada saat siswa SMA lulus, pemerintah menyediakan ujian masuk perguruan tinggi untuk sebagian siswa. Jika lulus, maka biaya pendidikan menjadi urusan orang tua siswa. Untuk negara sekaya Indonesia, pendidikan setiap anak bangsa seyogyanya dapat dibantu melalui bantuan pendidikan, atau boleh saja dana pinjaman pendidikan. Ketika pemerintah tidak menawarkan bantuan, maka siswa lulusan SMA memilih bekerja. Hal in berlawanan dengan tujuan melanjutkan sekolah di SMA, yaitu untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka memilih bekerja dan merebut lahan lulusan SMK.


Salah seorang siswa saya mengatakan bahwa dia tidak dapat melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi karena tidak ada yang membiayai. Saya merasa sedih mendengar hal ini. Saya hanya mampu mendo’akan semoga dia mendapatkan pekerjaan, dan suatu saat dapat melanjutkan pendidikannya dengan uangnya sendiri.  Di dunia ini, kadang banyak hal yang tidak dapat saya pahami. Ada siswa yang mampu secara akademik untuk melanjutkan kuliah, namun terbatas kemampuan ekonominya. Sebaliknya, ada siswa yang kuat secara ekonomi, namun tidak kuat secara akademik. Hal-hal tersebut menjadi rahasia Pencipta. DIA menciptakan banyak rahasia untuk menjadikan manusia terus belajar. 

No comments:

Post a Comment