Sepulang mengikuti kegiatan sekolah di Pangandaran, dengan perjalanan yang menguras energi, berangkat Jumat malam, pulang Minggu malam, secara alamiah badan terasa sakit, ngilu, pegal. Kegiatan body rafting selama 4 jam menghabiskan hampir semua tenaga yang sejak hari sebelumnya telah habis digunakan menyokong tubuh memenuhi keingintahuan pesisir pantai Pangandaran.
Badan hanya berkesempatan tidur 2 jam untuk kemudian tanpa bisa tawar menawar harus upacara Senin mulai pukul 6.45. Kepala tentu saja pusing akibat kurang tidur dan kelelahan. Namun guru tidak boleh tumbang pada saat upacara. Maka, dengan sekuat sisa tenaga yang ada, upacara dijalani sekhidmat orang lelah.
Belum sempat memikirkan apakah bisa duduk, bel jam pertama berbunyi. Saya harus masuk kelas, hari ini jam mengajar penuh mulai pukul 8.30 sampai pukul 15.45. Istirahat tidak mengurangi lelah untuk badan yang sudah lelah.
Gambaran di atas tidak menunjukkan betapa guru rapuh atau mudah menyerah. Gambaran di atas adalah hidup keseharian guru yang kurang lebih guru lain pun mengalami hal yang sama namun dengan variasi dan kualitas lelah yang berbeda. Bisa lelah karena kegiatan yang benar-benar menguras tenaga secara fisik, bisa lelah karena tekanan secara mental yang menguras semangat bekerja, bisa lelah karena kombinasi kegiatan fisik dan psikis yang mengakibatkan merasa berat untuk mengajar. Yang akan saya soroti adalah komposisi jumlah jam mengajar dalam sehari.
Guru bertanggungjawab mengajar minimal 24 jam dalam sebulan, dan dalam 5 hari per minggu. Jika dirata-ratakan, sehari guru bertanggung jawab mengajar selama 5 jam. Komposisi pembagian mengajar sehari ada yang 8 -10 jam, di lain hari 2 jam, bagi saya pribadi tidak efektif. Mengajar dari pagi sampai petang hanya dipotong istirahat menjadi tidak efektif. Ketidakefektifan sangat terasa pada saat mengajar pukul 14 ke atas pada saat kepala sudah tidak terlalu peka menangkap ide-ide cemerlang siswa. Ibarat gawai, makin siang makin over load. informasi yang datang dari siswa berjubel sehingga tidak sensitif menangkap gejala-gejala positif ataupun negatif siswa. Yang tertangkap hanya yang ekstrim saja. Akibatnya siswa berubah menjadi akut masalahnya pun tidak pula tertangkap.
Komposisi tidak seimbang, 10 jam vs 2 jam mengajar per hari menimbulkan ketidakefektifan dalam penggunaan waktu kosong. Pada saat full 10 jam, guru keluar masuk kelas, efektif di kelas. Pada saat 2 jam, guru menghabiskan waktu di ruang guru, menunggu waktu finger print pulang tiba. Efektif mengajar 2 jam atau 90 menit, sisanya? belum tentu efektif. Dikatakan efektif misalnya diisi oleh kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Tidak adanya ketetapan bagaimana mengisi jam kosong mengajar, selain dari menyiapkan rencana mengajar dan memeriksa hasil pekerjaan siswa, menjadikan guru lelah. Lelah secara non fisik karena harus memikirkan apa yang bisa dilakukan seharian.
Semoga yang saya tulis hanya perasaan saya saja. Guru, selelah apapun, tidak pernah lelah mengajar.
Keren miss ☺
ReplyDelete