Kelas 12 harus sudah mulai didaftarkan sebagai calon peserta ujian nasional. Wali kelas harus menyerahkan formulir beserta lampirannya pada tanggal 11 Agustus. Sekolah bertanggung jawab melakukan entry data mulai 14 sampai 31 Agustus. Data tersebut diverifikasi tanggal 4 sampai 15 September.
Menyangkut pendataan ini, pagi ini saya mendampingi siswa mengisi formulir. Formulir sesungguhnya sudah diberikan sejak kemarin dan dibawa ke rumah masing-masing agar segera di tandatangani oleh orang tua.
Menarik sekali, ketika pagi ini di cek ulang, hanya satu dua siswa yang formulirnya telah ditandatangani orangtua. Pesan tak terucapkan tidak tercapai. Saya lupa tidak menyebutkan harus ditandatangani orangtua, dengan anggapan para siswa 'ngeuh' bahwa itu harus di tanda tangan tanpa harus diberitahu. Pengisian formulir yang terlihat sederhana, rupanya menjadi hal besar bagi siswa. Muncul berbagai hal yang tidak saya dugakan.
Masalah yang muncul ketika pengisian formulir dilakukan yang dapat daya tangkap adalah sebagai berikut. Qobus kebingungan katanya dia belum menemukan SKHUN dan ijazahnya ada dimana. Saya sarankan agar dicoba dicari lagi. Jika tidak ada, coba ke SMP lagi, biasanya sekolah menyimpan data foto kopi ijazah dan SKHUN. Ada juga siswa yang tidak dapat mengakses dimana surat-surat penting tersebut disimpan oleh orang tuanya. Dua hal ini menggambarkan bahwa pengarsipan yang tertib dan mudah diakses belum menjadi kebiasaan yang dilakukan pada level keluarga.
Masalah lainnya adalah pengisian nama orang tua. Penambahan gelar, membuat nama orang tua menjadi tidak sama dengan ijazah SMP. Penggunaan nama lbu sebagai pengganti ayah kandung telah meninggal. Saya menanggapi ketidaktahuan siswa dengan menjelaskan bahwa sebaiknya nama orang tua yang tertulis pada ijazah, mulai dari SD sampai universitas, sama. Meninggal atau tidak. Ketika ayahnya meninggal, ayah biologis tetap sama. Tidak dibatasi hayat.
Ada pula siswa yang mengosongkan nomor induk dengan alasan tidak memiliki kartu pelajar dimana nomor induk biasanya ducantumkan. Mereka juga mengosongkan kolom nomor induk sekolah nasional, alasanya pada ijazah tidak sama. Ada 2 nisn untuk satu nama yang sama. Atau namanya sama, berbeda tanggal lahir. Yang membuat saya tidak berhenti harus tersenyum atas keluguan mereka adalah pada saat pengisiaan kode SKHUN. Mereka tidak berani mengisikan kode SKHUN karena jumlah kolom yang tersedia dengan jumlah karakter pada nomor kode jumlahnya tidak sama.
Kekisruhan ini saya tampung dan diberi solusi semudah mungkin untuk mereka.
Siswa juga merasa bingung karena tidak dapat memfoto kopi. Saya paham itu. Mereka pulang sore dan mungkin dokumen baru ditemukan pada malam hari. Pagi hari mereka harus masuk kelas pukul 6.30, foto kopi belum buka. Karena yang belum memfoto kopi hanya sedikit, saya tawarkan bahwa untuk foto kopi bisa saya bantu.
Kegiatan literasi dalam arti membaca teks, tidak sempat tersentuh. Mampu mengisi formulir saya anggap termasuk berliterasi. Para siswa ada yang belum melek mengisi formulir. Informasi bahwa ayah kandung tidak dapat diganti namanya mengisyaratkan bahwa mereka tidak paham ikatan ayah-anak secara biologis tidak bisa digantikan.
No comments:
Post a Comment