Sunday, August 6, 2017

Hari Ke-15

Perjalanan menuju kepada sesuatu yang baru, yang mungkin sebagian tidak dapat diterima akal sehat. Perpaduan antara fakta, sejarah, dan mitos. James Dananjaya, penulis buku Folklore Indonesia, menyarankan agar setiap orang Indonesia mencatat setiap cerita, dongeng, kisah, atau mitos yang beredar disekitarnya sehingga nantinya dapat menjadi bahan kajian yang lebih mendalam.  Dijadikan folklore milik masyarakat yang membangun dan menjadi penyangga bagi keberadaban masyarakat selanjutnya. 

Saya menyimak nara kisah yang meriwayatkan nenek moyangnya yang tinggal di. Seperti kehawatiran James Dananjaya, penyaji kisah, tidak memiliki sebaris tulisanpun tentang kisah nenek moyanyanya yang menurutnya patut untuk disebarluaskan dan diketahui banyak orang. Dengan tidak ditulisanya kisah nenek moyangnya, sedikit sekali orang yang dapat mengakses kisahnya. Mungkin, ketika dia meniggal, maka terkubur pula kisah-kisah kepahlawanan, kehebatan moyangnya bersama jasadnya.

Kisah tentang kehebatan moyangnya dari Desa Cibanggala, Kecamatan Campaka, Cianjur dia tuturkan adalah seperti di bawah ini. Burhan mengaku bahwa dia diceritai neneknya sendiri mengenai kakeknya yang dipanggil Ayah Sapnay. Diduga Ayah Sapnay keturunan Raja Sagalaherang. Ayah Sapnay memiliki banyak ilmu yang tidak masuk akal, sebagai contoh untuk menyalakan api, dan memasak pada tungku (Hawu dalam bahasa Sunda) dia menggunakan kakinya. Oleh karenanya dia dikenal sebagai Aki Sakti. Namun sayangnya dia tidak menurunkan kesaktiannya kepada anak cucunya karena dalam pandangannya nanti akan datang guru-guru lain. setelah dia bicara seperti itu, mulai bermunculan guru-guru agama di berbagai daerah di Cianjur, seperti Kyai Cibitung, Kyai Gentur.

Burhan juga menjelaskan bahwa Presiden Sukarno pernah berkunjung kepada Aki Sapnay sebanyak 3 kali. Dia mencurigai bahwa Presiden Sukarno masih ada kaitan saudara. Kedatangan Presiden terkait kesaktiannya. Bahkan kabarnya bendera mereh putih ada di Sukanagara. Misalnya, Aki Sapnay yang kabarnya ketika merasa lelah berjalan dan betisnya dianggap sebagai penyebab lelah. Dia menyimpan betisnya dirumahnya dan berjalan ringan tanpa betis. Kesaktian lainnya, dia mampu menghancurkan batu ibarat tepung.

Kabarnya Aki Sapnay meninggal karena tenggelam, namun mayatnya tidak ditemukan. Dia menyelam ke dalam sungai karena ada ikan yang tidak dapat ditangkap. Tersiar kabar bahwa Aki Sapnay tidak meninggal namun muncul di Ciranjang, 3 bulan setelah dia dikabarkan tenggelam.
Kehebatan Aki Sapnay, menurut Burhan, tercatat di pemerintah di Bandung. Namun dia sendiri lupa alamatnya. Kesaktiannya tercatat karena ada lomba kesaktian antara para jawara. Dikisahkan ada pria yang selama hidupnya belum pernah melihat darahnya sendiri. Dia mengumumkan bahwa barang siapa yang mampu membuatnya bisa melihat darahnya sendiri, maka dia akan tunduk dan berguru kepada orang itu. Aki Sapnay menerima tantangan tersebut dan bertarung dengan orang itu. Selama 3 hari 3 malam terus bertanding. Segala hal berbau kesaktian dan aneh ditunjukkan, seperti bisa terbang, bisa berjalan di atas air, ilmu kanuragan. Hanya ada satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh si penantang yaitu ‘nerus bumi’ atau masuk ke dalam tanah. Si penantang mengaku kalah.
Banyak orang yang berguru kepada Aki Sapnay. Ilmu yang diberikan berupa jangjawokan, yaitu menggunakan bahasa Sunda kuno. Jangjawokan digunakan untuk membuat orang lain tunduk, membuat orang lain jatuh cinta. Alkisah suatu hari, di Citiis, Sukanagara, Aki Sapnay melakukan perjalanan. Dalam perjalanan tersebut mereka kemalaman. Aki Sapnay mengeluarkan kesakatian, telunjuknya bisa mengeluarkan cahaya, sehingga jalan menajdi terang.

Burhan mengaku bahwa ilmu Aki Sapnay sama dengan ilmu-ilmu yang sama dengan Dalem Cikundul. Dalam buku catatan yang ditunjukkan temannya yang berisi kisah para wali, namun sayang dia tidak mencatatnya. Temannya menceritakan bahwa ayahnya berpesan agar siapapun keturunannya ingin pintar dan kaya, bawa ke Gunung Citamiang. Ada tiga makam disana. Bagi yang memiliki kemampuan, gunung tersebut terlihat seperti sebuah kerajaan. Pohon-pohon yang berjajar terlihat seperti ‘leuit’ atau penyimpanan bahan makanan pokok, padi. Gunung Citamiang berada di sekitar Cibanggala.

Pada buku tersebut juga dikisahkan bahwa ada wali bernama Syekh Syarif Hidayatulah yang menemui Syekh Maulana Mansyur yang menyebutkan bahwa syeh Maulana Mansyur bukan calon surga karena tidak pernah shalat dan tidak permah melakukan shalat Jumat. Ketika Syekh Maulana Mansyur meninggal, disetiap tempat (ada tujuh tempat), dan bisa dikubur di Banten. Syeh Maulana Mansyur bukan tidak pernah ibadah, tapi ibadahnya di Mekah, karena dia termasuk wali ‘pecah telor’ atau orang yang beribadah di Mekah. Cara beribadahnya dengan menggunakan kesaktian, memejamkan mata, maka tubuhnya berada di tempat yang diinginkan. Tempat yang menunjukkan untuk berangkat ke Mekah ada di terowongan di daerah Pamijahan, Cirebon. Buku tersebut menyebut nama lain Eyang Kahfi.

Selanjutnya Burhan menyebutkan bahwa ilmu hikmat berbeda dengan ilmu kewalian. Ilmu kewalian adalah ilmu yang jelas siapa yang menurunkan ilmunya. Sedangkan ahli hikmat artinya orang yang belajar mempelajari ilmu agama, rajin, puasa, rajin wirid dan bisa membantu orang lain yang berada dalam kesusahan. Burhan menjelaskan bahwa urutan kewalian yang dia ketahui dimualai dari Sayidina Ali, terus turun ilmunya ke Godog kepada Sunan Rohmat, dari Sunan Rohmat turun ilmunya kepada wali 9, dari wali 9 turun ke Syeh Syarif Hidayatullah-Banten, turun ke Syeh Maulana Mansyur, terus turun ke Panguraga, turun kepada Syeh Batari Gentur-Cianjur, turun ke Aki Sapnay. Burhan mengaku bahwa dirinya adalah orang terpilih yang akan menerima ilmu kewalian, suatu saat. Dia mengaku telah bermimpi bahwa dirinya didatangi orang berbaju hijau, dan dia sendiri diminta berbaju hijau. Namun, akunya, permintaan dari mimpi tersebut belum dilaksanakan.

Kisah yang disampaikan Pak Burhan, campur aduk antara mitos, legenda, dan fakta. Bagian mana yang sekadar mitos, misalnya orang berbaju hijau yang datang dalam mimpi. Ada mitos yang beredar dan ditanamkan dalam pikiran-pikiran orang Islam bahwa Nabi Muhamad, SAW berbaju hijau dan beliau tidak dapat digambarkan wajahnya karena keagungannya. Untuk memenuhi kerinduan kepada beliau, maka kabarnya bagi orang yang beruntung akan bertemu dengannya dalam mimpi, tandanya beliau berbaju hijau.

Fakta, Pamijahan ada di Cirebon, dan benar ada terowongan. Namun ketika terowongan tersebut digunakan para Wali untuk menembus tanah dan kemudian muncul di Mekah mengikuti shalat Jumat. Kabar penggunaan terowongan untuk jalur menuju Mekah dibuat dalam buku yang dijual di sekitar Pamijahan. Unsur kebenarannya masih harus ditelusuri. Secara fisik, jarak Cirebon-Mekah, jika menggunakan pesawat perlu waktu 9 jam. Bagi yang percaya, hanya dengan memejamkan mata, maka tubuh bisa pindah kemana saja, yang berbicara bukan logika, tapi keyakinan.

Banyak kisah-kisah aneh yang beredar di Cianjur, dan memerlukan kajian lanjutan. Semoga siswa saya ada yang berminat menjadi ahli sejarah dan dia mulai mengumpulkan sejarah lokal. Bangsa Indonesia umumnya, termasuk penduduk Cianjur, tidak memiliki catatan sejarah yang jelas. Sejarah yang dibuat di Indonesia, adalah sejarah yang mengikuti kemana Belanda menjajah. Sejarah sebelum Belanda datang, dan bagaimana kerajaan-kerajaan dan bagaimana masyarakat penduduk asli hidup, gelap tidak ada catatannya. Kekhawatiran bangsa ini kehilangan jati diri, telah dimulai dari tidak adanya artefak sejarahnya. Penghilangan ini seolah sengaja. Misalnya, pada jaman tahun 1900an, seorang anak tidak boleh mengenal nama ayah ibunya, dalihnya ‘pamali, doraka’ atau tabu. Akibatnya, setiap anak hanya mengenalh orangtuanya dengan sebutan ayah, aki, buyut, tanpa tahu namanya siapa. Pohon keluarga (family tree) yang membuatk seseorang tahu asal muasalnya hilang. 

No comments:

Post a Comment