Tahun ini anak saya lulus SMP. Dia mendapatkan undangan untuk mengikuti perpisahan secara virtual. Kedatangan undangan tersebut tidak disambut dengan begitu gembira oleh anak saya. Alasan yang melatarbelakanginya diantaranya perpisahan seperti ini baru sekali dilakukan. Meskipun di Amerika dikatakan bahwa perpisahan memang dilakukan secara virtual, namun ketika dilaksanakan di Indonesia dengan situasi yang berbeda, keadaannya jadi berbeda.
Perpisahan secara virtual yang dilakukan di Amerika malah menjadi sesuatu yang menarik dan menjadi catatan tersendiri dalam sejarah manusia. Para lulusan memegang lilin berada di rumah masing-masing, mendengarkan pidato yang memotivasi dari Presiden Barack Obama serta orang-orang yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain secara positif, sehingga perpisahan secara virtual menjadi sesuatu yang yang dapat menjadi kenangan.
Berlawanan dengan apa yang dialami oleh anak saya, dia mengatakan sama sekali tidak terkesan. Perpisahan dengan menggunakan media Zoom menurutnya mengakibatkan suara yang diterima di layar laptop dan speakernya lebih buruk daripada suara di telepon. Dia tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Kepala Sekolahnya. Dia juga tidak merasa terkesan dengan cara perpisahan yang harus diikutinya.
Perpisahan seperti ini bisa saja bukan yang pertama kali. Mungkin kelak akan ada perpisahan perpisahan lain yang terpaksa harus dilakukan secara virtual. Pengalaman ketidaknyamanan perpisahan secara virtual bisa dijadikan pelajaran agar kelak dapat melakukan perpisahan secara virtual yang bermakna.
No comments:
Post a Comment