Friday, July 31, 2020

Trivial WFH #1

1.
Seorang  guru SMA berusia di atas 50 tahun, berpengalaman mengajar hampir setengah dari umurnya, memandang kalender. Matanya jauh menatap menembus angka-angka yang berada pada bulan Juli. Tertulis angka 2020 di atas nama bulan dan angka-angka kesepakatan bagaimana bulan Juli dihitung. Sambil menatap kalender, dia membisikkan harapan pada angka 13. Angka yang diam-diam disepakati sebagai angka kesialan. Orang-orang dengan latah dan tanpa perintah akan menyalahkan angka 13 atas segala kejadian yang tidak diharapkan yang harus ditanggungnya. Seolah semua paham bahwa angka 1 yang diikuti angka 3 sehingga disebut tigabelas artinya petaka. Juli, tanggal 13, menjadi hari pertama masuk sekolah pada tahun ajaran 2020. Pertanda apa sehingga tahun ini permulaan sekolah dimulai dengan angka 13.

Dia, juga semua orang, berharap tahun ajaran baru ini akan berlangsung seperti tahun-ajaran-tahun-ajaran sebelumnya. Hari pertama sekolah dihiasi dengan salam-salaman, cipika-cipiki, hahaha hihihi, dan hal-hal rutin yang biasa hanya pada tahun ajaran baru, misalnya masa pengenalan lingkungan sekolah.

Dalam ketidakmengertian semua orang berharap semuanya tidak berubah. Harapan tinggal harapan. Sejak tanggal 17 Maret 2020, pemerintah daerah provinsi Jawa Barat menetapkan bahwa tidak ada lagi tetap muka di sekolah. Sampai bulan Juli awal, belum ada kegiatan yang bertatap muka antara guru dengan siswa dilakukan. Bahkan beberapa kegiatan akhir tahun di bulan Mei April, dan dan Juli, tidak dilaksanakan. Sebagai contoh di bulan April biasanya dilaksanakan ujian nasional titik untuk tahun ini ujian nasional tidak dilaksanakan dengan alasan adanya wabah pandemi Covid-19. Pembatalan ujian nasional merupakan hal yang luar biasa, dari aspek perubahan terhadap penilaian yang dilakukan oleh pihak eksternal. Perubahan ini ditetapkan oleh menteri pendidikan Nadiem Makarim.

Bagaimana pandemi ini mengubah tatanan persekolahan. Akhir tahun ajaran ditutup dengan ketidakjelasan. 3 bulan terakhir diisi dengan kegiatan yang mengarahkan para siswa pada pemahaman mengenai Apa itu virus Corona bagaimana ciri-ciri orang yang terkena virus dan bagaimana mencegah supaya tidak terkena virus. Di sisi lain para guru merasa khawatir jika para siswa dibekali pengetahuan mengenai virus, pelajaran akan Tertinggal.

Tertinggal atau tidak tertinggal, kelulusan harus dilakukan, kenaikan kelas harus dijalankan, akhirnya diambil kebijakan semuanya lulus dan semuanya naik. Sebuah cara yang dipandang mendukung secara psychologist karena hembusan pandemi ini membuat semua orang pada kondisi stres dan mendekati frustasi.

Sebelum tahun ajaran baru dia telah melalui tiga bulan dalam masa pandemi. Pandemi itu bernama Covid-19. Sebuah massa yang mengubah cara pandang dia terhadap virus dan mengubah tatanan kehidupan dirinya sebagai seorang guru SMA. Pada awal pemberitahuan bahwa negara telah diserang pandemi, dia mendadak kebingungan. Negara menggumumkan kondisi darurat semua orang harus menjaga dirinya agar tidak menulari orang lain. Semua orang harus berada di dalam rumah agar tidak terkena serangan virus yang mematikan yang tidak pernah dapat dilihatnya. Dia sama kebingungan nya dengan orang lain dia menghadapi hari-hari awal di akhir tahun ajaran sambil mengira-ngira apa yang terbaik yang dapat dilakukan agar dirinya juga para siswanya dapat menjalani akhir tahun pelajaran dengan selamat.

Setelah tiga bulan berlalu menjalani kehidupan yang betul-betul baru, kini dia menghadapi tahun ajaran 2020-2021 yang hanya tinggal hitungan hari. Dia dan para guru lainnya gelisah menanyakan bagaimana pembelajaran akan dilakukan di tahun ajaran baru ini. Para orang tua gelisah bagaimana siswanya harus belajar di tahun ini. Para siswa juga lebih gelisah memikirkan bagaimana pembelajaran akan dilaksanakan jika tidak ada tatap muka. Kegelisahan yang akhirnya dijawab dengan surat edaran dari pemerintah Provinsi Jawa Barat bahwa pembelajaran tahun ajaran baru semuanya dilaksanakan dengan cara belajar dari rumah, dan para guru mengajar dari rumah. Keputusan ini semula diterima dengan biasa-biasa saja. Sebuah respon yang sangat normal karena ketidaktahuan. 

Empat hari sebelum tahun ajaran baru dimulai, dia mendapatkan undangan dari sekolah untuk mengikuti workshop mengenai bagaimana menjalani sekolah secara online. Senang sekali dia mendapatkan undangan untuk mengikuti kegiatan tersebut, dalam pikirannya dia membayangkan akan ada jawaban terhadap Bagaimana sekolah akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru. Dia juga akan mendapatkan kesempatan untuk bertanya mengenai kira-kira seperti Apa peran guru dalam suasana pandemi yang merenggut ribuan nyawa di negaranya. Dia tidak mengenyampingkan bahwa ada fakta yang menyebutkan di kabupaten tempat tinggalnya pun terdapat puluhan orang yang meninggal karena virus yang belum ada antivirusnya tersebut.

Hari yang ditentukan untuk workshop dimulai. Dia duduk di depan untuk dapat menangkap apa yang akan disampaikan oleh pihak sekolah juga oleh pihak penyaji mengenai bagaimana menjalankan sekolah pada masa pandemi. Dia juga duduk di paling depan untuk mengantisipasi kemampuan penglihatannya yang sudah mulai berkurang.

Seorang perempuan menyajikan bagaimana cara pembelajaran direncanakan dilaksanakan dan dievaluasi dalam masa pandemi. Perempuan ini menjelaskan bahwa sekolah harus melakukan koordinasi terlebih dahulu dan menentukan mau seperti apa pelaksanaan pembelajaran akan dilakukan. Selaku penyaji dia menawarkan beberapa alternatif yang dapat diambil oleh sekolah.

"Sekolah dapat memilih pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kondisi yang sesuai yang di miliki oleh sekolah. Kondisi dalam hal ini diantaranya adalah kondisi para siswa. Pastikan bahwa para siswa memiliki alat atau sarana yang mendukung jika sekolah akan menerapkan pembelajaran secara daring. Pastikan juga kemampuan guru dalam menggunakan teknologi, jika sekolah ini akan menggunakan teknologi sebagai alat bantu pelaksanaan pembelajaran secara daring. " Perempuan itu menjelaskan apa yang harus diambil oleh sekolah sebelum menentukan pembelajaran mau dilaksanakan seperti apa. Para guru yang menyimak penjelasan tersebut saling bertatap muka, alis mereka saling berkerut. Terdapat banyak gagasan di dalam pikiran mereka. bagi guru guru honorer yang sangat muda, teknologi bukan masalah bagi mereka , Bahkan mereka dapat mengatakan teknologi sudah menjadi bagian dari kehidupannya. sedangkan bagi sebagian guru yang sudah berumur, kata teknologi terdengar seperti sesuatu yang mencucuk daging. terbayang bagaimana mereka harus kembali belajar, meraba-raba, dan mempraktekkan apa yang selama ini tidak dipraktikkan. mengajar tanpa teknologipun sudah sulit apalagi harus diawali dengan mempelajari teknologinya terlebih dahulu baru bisa mengajar. sungguh terbayang sebuah gambaran pembelajaran yang menyulitkan.

Penyaji seolah tidak mau mendengar semua hiruk-pikuk di dalam pikiran para guru. Dengan tenangnya dilanjutkannya penjelasannya dengan penawaran. Ditawarkannya bahwa pembelajaran dilakukan secara kombinasi antara daring dan luring. Cara pelaksanaannya dengan memberikan 15 sampai 30 menit menggunakan internet dan sisanya sebanyak 45 menit digunakan untuk belajar tanpa internet, dan 15 menit digunakan untuk jeda antar mata pelajaran. Penyaji juga menawarkan penggunaan teknologi yang paling akrab di antara para guru yaitu menggunakan WhatsApp dan telegram. Dicontohkannya bagaimana cara menggunakan WhatsApp untuk mengajar. Dan dicontohkannya pula bagaimana cara menggunakan telegram untuk memberikan soal secara essay dan pilihan ganda. Terakhir dia tutup penjelasannya dengan mengajarkan cara menggunakan Google meet. Google Maps ini menurutnya dapat digunakan untuk bersuara, bertatap muka secara virtual dengan para murid.

Penjelasan dari penyaji membuat dia terheran-heran. Dia merasa heran karena begitu hebatnya perubahan yang harus dia alami di dalam mengajar. Dia menyebutnya sebuah revolusi. Virus yang datang telah mengubah cara dia bertemu dengan murid. virus yang datang juga telah mengubah cara dia harus merencanakan mengajar dan bagaimana cara dia melaksanakan mengajar. dia dapat merasakan betapa beratnya jika mengajar hanya untuk 30 menit dia harus menyiapkan segala sesuatunya secara seksama. Hal itu untuk mengoptimalkan waktu pertemuan dengan para murid yang begitu berharga. para murid membayar dengan sangat mahal yaitu dengan menggunakan kuota pribadinya. Di dalam pikirannya terbayang bahwa murid itu berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja Bahkan menengah ke bawah. dengan penghasilan orang tuanya yang tidak mencukupi untuk dibebani dengan memberi kuota internet. Atau dia membayangkan bahwa dalam keluarga itu terdapat 3 orang anak. Ketiga orang anak itu membutuhkan HP. Sedangkan hp hanya ada satu. Akibatnya ketiga anak itu harus bergantian menggunakan HP. Hal terburuk yang terlintas dalam pikirannya adalah kalaupun HP itu ada, tetapi orang tuanya tidak mampu membelikan pulsa sehingga tidak dapat digunakan untuk sekolah secara daring. Sekali lagi kata revolusi melintas di dalam pikirannya.

2.
Namun kemudian ketika hari pertama masuk sekolah dimulai, para orang tua para siswa dan para guru baru menyadari apa efek dari frase "belajar dari rumah" (BDR) itu sesungguhnya.




No comments:

Post a Comment