Sunday, December 30, 2018

Permasalahan Guru Honorer

Honorer adalah pegawai yang tidak atau belum diangkat sebagai pegawai tetap dan setiap bulannya menerima honorarium bukan gaji.

Ada tiga macam honorer
K1 yang pembiayaan honornya langsung dibiayai APBD atau APBN. Tenaga HK1 mereka yang sesuai dengan Permenegpan RB no 5 tahun 2010 yaitu tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah dengan TMT 1 Januari 2005.

K2 adalah honorer yang diangkat per Januari 2005 atau sudah diangkat 1 tahun ketika 31 Des 2005, bedanya tidak mendapatkan upah dari APBD/APBN.

K3, non ketegori, yang diangkat selepas kurun 2005-2008 dan bekerja mulai 1 januari 2009. Akibat tidak tuntasnya K1 dan K2 maka pemerintah menghapus K3.

Tenaga honorer K1 jika tidak memenuhi syarat jadi K2.  K1 dan K2 yang memenuhi kriteria bisa mengikuti CPNS.  Wacana baru, pemerintah mempertimbangkan untuk mengalihkan status K1 dan K2 menjadi pegawai kontrak yang diatur oleh PP nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan gaji dan tunjangan yang sama dengan PNS bedanya tidak mendapatkan uang pensiun. 

Ketentuan di atas akan dimasukkan ke dalam UU ASN. Eko Sutrisno kepala BKN menegaskan tidak serta merta HK1 dan HK2 langsung diangkat menjadi pegawai kontrak atau PPPK. Tetap harus melewati seleksi baik SKD, ataupun SKB.
Masalahnya tes kompetensi dasar dan kompetensi bidang tidak mudah, dari pelaksanaan perekrutan CPNS 2018, ditemukan hanya 10% yang mampu memenuhi kriteria. 

JK menjanjikan 2018 seluruh Honorer diangkat PNS berkaca dari kejadian penganiayaan hingga wafat guru honorer Ahmad Budi Cahyono dari Kabupaten Sampang. 
Guru honorer tidak dianggap berwibawa.

Lahirnya PP nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai jawaban untuk menuntaskan HK2 menjadi kontra produktif dengan janji Jokowi tahun 2014 terhadap PGRI yang akan mengangkat honorer K2 tanpa kecuali. Saat ini di Kemdikbud tercatat terdapat 157.210 guru honorer Kategori 2.  Dari jumlah tersebut yang dinilai layak CPNS 12.883 karena usia di bawah 35 dan berpendidikan minimal S1. Jika tidak lulus,  maka mengikuti CPPPK karena tidak ada batasan usia. Jika masih tidak lolos, maka bisa mengikuti ujian sebagai guru pengganti yang gajinya dibayar sesuai UMR dengan dana ditanggung Pemda masing2. Cianjur 2.162.366,91 berlaku mulai 1 Jan 2018. Untuk 2019, naik 8,03% menjadi 2,3jt.

Selain itu PP 49/2018 dipandang sulit untuk terwujud pada tahun 2019 sebelum Pilpres. Walaupun pada Rapat kerja pemerintah  dengan Baleg atau badan legislatif sudah menyepakati dilanjutkan dengan pembahasan DIM, daftar inventarisir masalah. Namun, DIM sampai Desember 2018 ini tidak diserahkan pemerintah.

PP 49/2018 seolah menjadi solusi jangka pendek sembari menunggu revisi UU ASN  Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara. Pada UU ASN dimuat tentang kompetensi dan usia. Jika DIM tidak diserahkan kondisi umur HK2 makin bertambah tua. 

Di sisi lain, pemerintah mencari ASN bermutu dengan cara tes CAT, computer asisted tes. Hasilnya mengakibatkan proses CPNS 2018 menjadi tidak bermutu. Terbukti dikeluarkan menpan-RB No 61/2018 yang memberikan peluang peserta tidak memenuhi passing grade, lulus.  SKD sulit, minim yang lulus, hanya 10%,  tes sistem ranking, SKB(idang).

Kompetensi,  jadi masalah, khususnya guru SD. Peraturan berlaku 1 Jan 2019 semua pegawai harus sesuai dengan kompetensi di bidang instansi tersebut,  untuk guru SD harus lulusan S1 PGSD.
MenPAN-RB Syafruddin PPPK kegagalan kerja Menpan yang tidak mampu merevisi UU ASN
Kemdibud, Muhajir Efendi. Skema penuntansan guru HK2 2024 dengan cara mengangkat sesuai jumlah yang pensiun. 

Masalahnya ada PP 47 tahun 2007 daerah dilarang mengangkat honorer, terakhir pemda boleh mengangkat tahun 2005.

Monday, December 17, 2018

Workshop analisis hasil keterlaksanaan

Program SMA Rujukan dan Program Kewirausahaan di SMA Tahun 2018

17-19  Desember 2018

Guru mengajar 2 mapel

Berita dari Mentri Pendidikan, Pak Muhadjir yang menawarkan guru mengajar dua mata pelajaran (mapel) untuk menutupi kekurangan guru disambut galau dan skeptis oleh sebagian guru SMA.
Sebagai contoh, pada sebuah grup komunitas guru terlontar percakapan bahwa selain pelajaran bahasa yang dipegangnya, akan kacau jika memegang pelajaran olah raga. Pada saat harus mengajarkan berenang, dia sendiri tidak bisa berenang. Solusinya mengajarkan berenang gaya batu.

Sambutan pesimis dari para guru SMA  dipicu kekhawatiran jika guru mengajar dua mapel akan merugikan dirinya. Padahal di Indonesia sendiri jika menengok para guru SD, mereka mengajar lebih dari dua mapel, atau istilah guyonnya guru borongan. Guru SD mengajar semua mata pelajaran. Dan di perguruan tinggi, dosen mengajar lebih dari satu mata kuliah.

Di luar negeri pun, misalnya Michigan, guru mengajar dua mapel merupakan hal lazim. Misalnya seorang guru bahasa,  mengajar pula sejarah. Bagaimana jika ini diterapkan di Indonesia? Tindakan ini akan lebih banyak menguntungkan guru.

Pertama, selama ini,  guru sekolah menengah sering mengeluhkan kekurangan jam mengajar yang mengakibatkan tidak cairnya sertifikasi.  Dengan memegang dua mapel, kekurangan jam mengajar dapat terpenuhi tanpa harus mengajar di sekolah induk ditambah sekolah lain.

Kedua, pada sekolah kecil di mana jumlah gurunya sedikit, maka satu guru memegang dua mapel menjadi solusi efektif untuk menutupi kekurangan guru.

Ketiga tidak sedikit guru yang mempunyai kemampuan untuk mengajar pelajaran lain, namun tidak diperkenankan dengan alasan tidak linier dan tidak memegang sertifikat pendidik untuk mata pelajaran tersebut.

Guru mengajar dua mapel tentu tidak serta merta dapat dilakukan. Guru tersebut harus pula memegang sertifikat pendidik untuk mata pelajaran kedua. Ketika diuji dan tidak lulus,  dengan sendirinya tidak memiliki hak untuk mengajar mapel kedua yang dipilihnya. Mata pelajaran kedua harus dikuasai oleh guru seperti penguasaannya pada mapel kesatu. Hal ini disebabkan ketika mengajar mapel kedua, tanggung jawab guru adalah sama mulai dari membuat rencana mengajar, melaksanakan mengajar sampai menilai pembelajaran.

Guru yang memegang dua mapel harus kuliah terlebih dahulu untuk menguasai mapel kedua secara keilmuan,  dan harus lulus, ditandai dengan memegang ijazah mapel kedua. Ini untuk memastikan bahwa dia menguasai mata pelajaran kedua sebelum dia mengajar. Usai memiliki ijazah dilanjutkan dengan upaya pemerolehan sertifikat pendidik mapel kedua. Dengan memegang dua sertifikat, barulah seorang guru mengajar dua mapel.

Kebijakan guru memegang dua mapel selain menguntungkan guru, menguntungkan pula pemerintah. Mengangkat guru baru untuk menutupi kekurangan guru mengakibatkan
beban biaya negara bertambah. Pemborosan biaya tersebut tidak akan terjadi jika kekurangan guru ditutup dengan optimalisasi kinerja guru dengan memegang dua mapel.

Bersiap diri untuk menguatkan kompetensi pada mapel kedua menjadi jalan bagi para guru sekolah menengah untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. Guru seyogyanya tidak berhenti belajar. Mengasai mapel kedua dengan belajar menggenapkan tanggungjawab dan teladan guru sebagai pembelajar sejati.

Monday, December 10, 2018

Kenapa menulis

Konsumsi pribadi,
Mengasah kemampuan menulis,
Menuangkan ide dan pikiran,

Yatim piatu, dapat honor menulis, naik becak, terasa sangat nikmat. Naek becak sangat mewah untuk orang tak berduit.

Pertanyaan
Apakah menjadi penulis masa depannya?
Tips menulis buku, Anita.

Saadah
Lahir dari keluarga kaya
Jaman perang
Masuk sekolah guru
Menjadi istri kepala sekolah
Pernikahan dengan duda beranak 7
Anak tiri julid.
Hampir bercerai di masa tua
Pengabdian pada suami sampai mati
Cinta sejati tanpa pamrih.

Sunday, December 9, 2018

Aku keberatan karyaku diatasnamakan Siti Badriah

Aku tidak menemukan Siti Badriah menuangkan proses kreatifnya  pada dunia tulis menulis jurnal pendidikan berbahasa Inggris. Kondisi itu kemudian menjadi hal yang menggelikan ketika aku menemukan bahwa namaku ditulis menjadi namanya pada sebuah jurnal yang dimuat di sebuah Universitas.

Semula  namaku ditulis sebagai namanya tidak kuketahui. Namun seorang teman dengan guyon menggodaku di Facebooknya seperti berikut.  
Ketika Siti Badriah mulai menjamah dunia akademik, saatnya Miss Badriah merambah dunia musik dangdut. Colek yang punya jurnalnya ah 

Reflek kujawab, "Menyerah ah. Terlalu banyak yang harus dipelajari: goyang,  gitek, geol, gujag gajig dan g  g  yang lainnya  :-) :-) :-)

Kesalahan penulisan nama Badriah, namaku, menjadi Siti Badriah, namanya, menjadi sesuatu yang  penting bagiku. Menulis pada jurnal yang terbit secara periodik pada sebuah universitas atau pada lembaga lain yang memiliki kewenangan untuk mempublikasikan karya ilmiah merupakan bagian dari implementasi tanggungjawab profesi sebagai guru SMA. Aku secara teratur menulis untuk jurnal, namun aku tidak tahu apakah Siti Badriah melakukan hal yang sama. Pada saat terjadi kesalahan penulisan nama (yang tentunya pasti tidak sengaja), merugikanku sebagai penulis jurnal.
Kerugian yang otomatis kutanggung adalah karya tulis
itu tidak bisa kuakui sebagai karyaku sendiri karena jelas-jelas namanya bukan Badriah. Kerugian lainnya adalah tabungan poin untuk kenaikan pangkat menyusut. Pada dunia guru, ada tuntutan menulis karya ilmiah terkait mengajar yang harus dipublikasikan. Karya ilmiah tersebut nanti dapat diajukan sebagai pelengkap syarat kenaikan pangkat. Ketika karya ilmiah tersebut telah berhasil dipublikasikan, namun namanya berganti, maka tidak bisa dilampirkan sebagai bukti telah melakukan publikasi karya ilmiah.

Aku sendiri sebetulnya tersenyum (tidak getir, senyum biasa saja) ketika menyadari bahwa karya ilmiahku (tanpa sengaja) dimuat dengan nama orang lain. Kesalahan pemanggilan namaku, telah biasa kudengar. Pada saat kesalahan merambah pula pada penulisan jurnal, aku tak menyalahkan siapapun.

Biarkan saja dulu nama Siti Badriah terpampang sebagai penulis jurnal pendidikan. Aku akan memberinya kesempatan. Semoga dengan cara ini ada koran, atau televisi yang mengonfirmasi kepada Siti Badriah apakah benar dia menulis itu. Jika ditolaknya, semoga dicari siapa penulis aslinya, jadi aku nanti bertemu Siti Badriah. Bagiku jika diberi kesempatan bertemu Siti Badriah tentulah menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Dan, kesempatan pertemuan itu semoga memberikan kesempatan pula untuk menjelaskan bahwa Badriah, bukan Siti Badriah.

Karya ilmiah yang dimuat dengan nama Siti Badriah itu intinya memaparkan bahwa penggunaan komik memungkinkan para siswa melakukan kreatifitas hampir tanpa batas sekaligus merupakan aktivitas yang melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Bagaimana hal itu bisa terfasilitasi melalui pembuatan komik, alasannya sebagai berikut.

Komik dikenal hampir oleh semua siswa. Pada saat siswa belajar dengan bersandar pada sesuatu yang telah mereka kenal, ini menjadi dasar bagi keberhasilan pembelajaran. Menurut Tiemensma, (2009) diasumsikan bahwa pengalaman membaca atau membuat komik yang telah  dialami para siswa dapat dimanfaatkan untuk menarasikan cerita (atau boleh juga hal-hal dramatis) dimana komik berperan sebagai media visual yang mengombinasikan tulisan dan konsep visual. Berdasarkan asumsi ini, kulakukan pembelajaran yang menggunakan komik.

Mengajar dengan menggunakan komik tentu saja tidak serta merta kulakukan. Selama hampir tiga hari aku belajar membuat stick figure. Tujuannya adalah untuk membantu para siswa yang merasa tidak memiliki bakat membuat komik atau manga, tertolong. Stick figure bisa ditiru siapapun. Segala aktivitas manusia, ataupun apapun yang memerlukan konsep visual, dapat divisualisasikan dengan stick figure. Ini contoh stick figure yang bisa ditiru dengan relatif mudah.


Setelah aku sendiri sebagai guru merasa siap untuk memberi contoh memvisualkan konsep dengan stick figure mulailah pengajaran dengan menggunakan komik dimulai. Pertama, para siswa diberikan teks menyimak. Setelah menyimak satu kali, teks tulisnya yang berjudul The Skeleton in the Cupboard diberikan. Teks tulis diberikan dengan alasan para siswa tidak menangkap apa sedang diceritakan narator. Teks tulis sangat membantu para siswa menangkap apa yang sedang dinarasikan. 

Sebagai latihan awal, para siswa diminta untuk mengubah setiap paragraf menjadi satu strip komik. Paragraf pertama yang didengar adalah It was a busy day, as usual. The traffic circle began to get scorched in the strengthening heat of that morning as a protest was taking place. People in a long wavy line were staging outcry against the issue of Playboy magazine-Indonesian version. They were jamming up the well-known capital city of Jakarta.

Para siswa yang mengaku tidak mampu menggambar, memvisualkan paragraf satu di atas dalam bentuk stick figure. Seperti contoh di bawah ini. Sedangkan siswa yang berbakat menggambar dengan bebas dapat menggunakan kepiawaiannya. Kujelaskan pada para siswa yang dinilai bukan bagusnya gambar, tapi ketepatan memvisualkan isi paragraf. 


Visualisasi ini terlihat sederhana, namun mewakili isi paragaraf pertama. Segera setelah mengetahui bahwa para siswa dapat memvisualkan isi teks sesuai kemampuannya, kulanjutkan pada paragraf dua, tiga, sampai semuanya selesai. Usai menggambar komik, para siswa diminta menulis ulang apa isi teks yang didengarnya. Di luar dugaan para siswa bisa menulis ulang The Skeleton in the Cupboard dalam bahasa Inggris dengan variasi jumlah kosa kata yang berbeda-beda. Yang menyenangkan adalah plot The Skeleton in the Cupboard tersampaikan dengan lengkap.

Melihat keberhasilan tersebut, pada pertemuan selanjutnya para siswa diminta membaca teks yang mereka akui terlalu berat, yakni The History of Jack and the Beanstalk. Usai membaca diminta untuk memvisualkannya ke dalam bentuk komik. 


Visualisasi dari The History of Jack and the Beanstalk menarik untuk diteliti. Dengan memvisualkan pada komik, para siswa membuat kronologi pada kisah tersusun dengan urutan yang benar. Selain itu, kisah yang semula sangat panjang, tersaji relatif lebih singkat  namun dengan isi yang sama. Artinya para siswa memahami isi teks, dan 'membaca' seluruh teks dengan tingkat pemahaman yang tinggi sehingga bisa dituangkan pada komik. 

Keberhasilan ini membuatku penasaran, apakah komik bisa juga digunakan untuk mengajar tatabahasa kalimat langsung dan tak langsung yang biasa menjadi unsur kebahasaan teks naratif.

Kepenasaranan ini dicoba diuji dengan mempersilakan para siswa membaca teks berjudul The Wolf and The Crane. Fokus pembelajaran pada pengubahan kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung. Hasil visualisasi untuk paragraf pertama halaman dua terlihat seperti berikut.
Teks yang diubah menjadi komik, semula adalah The crane wanted to fly away because she was very much afraid of the wolf. But the wolf quickly added, " Please Miss Crane, don't fly away. I need your help. I'm in a great trouble."
Pada visualisasi komik, siswa menggambar kepala wolf dan crane, ditambah representasi dirinya yang mengucap ulang kalimat yang diujarkan wolf kepada crane. 

Dari ketiga aktivitas yang dilaksanakan menunjukkan bahwa para siswa mengalami menjadi pemikir mandiri dan melakukan analisa terhadap teks secara mendalam. Untuk mampu membuat komik tahapan yang dilakukan para siswa paling tidak melibatkan analisis isi teks, mensitensa isi paragraf kemudian membuat komik, dengan kata lain para siswa terlibat dalam pembelajaran yang menuntut adanya keterampilan berpikir tingkat tinggi (analyzing, synthesizing,  creating text). Pada saat yang sma, siswa juga berperan sebagai ilustraror atau penulis komik. 

Komik buatan siswa memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menggunakan bahasa Inggris dan juga menghasilkan teks naratif dengan nuansa personal namun penuh kreativitas. Para siswa yang kemampuan bahasa Inggrisnya masih perlu bimbingan mengaku merasa senang bisa membuat komik dan mengaku mampu menceritakan apa yang sedang mereka buat. Ada korelasi antara pemahaman isi bacaan dengan kemampuan menyajikan komiknya. 

Secara singkat itu yang ditulis pada jurnal. Aku tak yakin jika Siti Badriah pernah melakukan hal itu. 










Saturday, December 8, 2018

Enteung nu ngaca

Sek kana irung karasa bédana hawa ti luar imah pas asup ka jero rohangan anu ngupluk ngaplak lalega. Tiiseun. Haws tiis comrek siga nu ngiberan lamun rohangan arang langka kasaba ku jalma.

Aku pernah berkunjung ke SMAN 1 Magelang

Siti Badriah mungkin tidak memimpikan bisa datang ke SMAN 1 Magelang, SMAN 4 Magelang, atau SMA Taruna. Sekolah yang baru saja disebutkan adalah sekolah2 yang luar biasa prestasi secara akademik dan non akademiknya. SMAN 1 Magelang misalnya,  pada tahun 2018 merupakan sekolah dengan nilai UN tertinggi untuk peminatan IPA dan IPS. Memang UN bukan ukuran dan menjadi segala-galanya. Tapi menjadi segala-galanya jika 100% siswa kelas XIInya diterima di SNMPTN dan SBMPTN. Tahun 2018 tercatat 76 siswanya diterima di UGM dan 54 siswa dari yag disebutkan tadi mengundurkan diri karena juga diterima di sekolah kedinasan.

Sungguh menjadi satu catatan tersendiri bagiku, Badriah, ketika bisa menginjakkan kaki di sekolah-sekolah yang luar biasa tersebut.  Aku mencoba menguak apa yang menyebabkan para orang tua berebut memasukkan anaknya ke SMAN 1 Magelang. Apakah karena UDBnya yang hanya 100 ribu per bulan? Bukan. Alasannya karena kualitas sekolah. Karena ada penjaminan mutu lulusan dari sekolah. Penjaminan mutu inilah yang menyebabkan para orangtua siswa berebut kursi. Sekalipun sekarang menggunakan sistem zonasi, tetap saja para orangtua berharap anaknya bisa diterima di SMA yang sudah jelas kualitasnya.

Apa sebenarnya yang  membuat sekolah ini berbeda? Sekolah yang kumaksud adalah SMAN 1 Magelang. Berikut saya uraikan pembedanya berdasarkan paparan yang disajikan Kepala Sekolah dan beserta dua orang wakilnya adalah seperti berikut.

SMAN 1 Magelang memiliki modal lahan  seluas 7.800 m2. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1950. Seiring perubahan kebijakan, beragam label diberikan kepada sekolah ini, misalnya sekolah RSBI pada 2006/2007, sekolah rujukan pada tahun 2015-2017, dan sekarang menyandang sebutan sebagai sekolah model. Perubahan dari satu sebutan kepada sebutan lain memperkokoh keberadaan SMAN 1 Magelang. 

Kekokohan yang pertama adalah sekolah ini menjadi pemegang nilai UN tertinggi seIndonesia baik untuk peminatan MIPA ataupun IPS. Bagaimana ini bisa diraih? Tentu ada rahasianya. Rahasianya adalah sekolah menyediakan layanan klinis berupa penyediaan  kelas jam ke-0 untuk para siswa mendapatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Para guru berkomitmen untuk memberikan layanan ekstra tanpa ada kata menolak dengan cara memberikan pelayanan pendidikan berdasarkan kemampuan kelompok akademis yang oleh Bapak KS disebutnya kelompok grade 1, 2, dan 3. 

Para siswa mendapatkan layanan belajar secara

3 kecamatan. Kuliner separuh dari harga Jogja. Udara lebih dingin dari Jogja.  It means that Jogja acts as the centee of trend.
Tepuk tapaki, tangan paha dan kaki, dengan tepuk pramuka.
Prov jateng: UN selalu tertinggi untuk IPS mulai 2013. Kepercayaan orang tua. 100% kuota snmptn terambil, hanya sedikit yang memilih jadi guru. Masuk STAN selalu duatas 50 orang.
Peraih medali OSN
UGM tahun ini diterima 75 orang,  mengundurkan diri 54 orang karena memilih sekolah kedinasan.
Tambahan jam ke 0 (mulai 6-6.45, - 7.30) Okto, Nov, Jan, Feb  orang berhasil pengorbanan waktunya berbeda dengan orang biasa.
Srie Lestari, B inggris, simposium pembelajaran
Short course Australia kerjasama permprov jateng dengan pem Queensland.
Jl Cepaka no 1 kemirirejo
Guru 62, 30 rombel, 10, 10, 10
Visi
Terwujudnya warga sekolah beriman bertakwa, unggul,
Stukadaya: studi pengenalan kampus dan budaya bagi kelas 11.
Pendekatan yang digunakan kekeluargaan. SPMi tidak pakai, menggunakan SNP. Pertanyaan SPMI ngawang2. Yang penting mempertahankan budaya mutu. Bagaimana datang tepat waktu, bagaimana merasa malu kalau prestasi turun.
Ada dialog antara anak, orangtua dan sekolah terkait bagaimana mengantisipasi turunnya prestasi, atau UN.
Temu pikir: ke depannya mau apa
Mubes:
Musyawarah UN: Syahnas
Siswa meminta tambahan. Budayanya berprestasi,  siswa malu jika tidak berprestasi.
Budaya mutu dibangun sejak lama.
Jam 0 ada grade yang diambil dari PTS: 1,2,3.
Siswa grade 3 malu jika tidak naik grade. Guru nyaman karena sama gradenya.
Budaya disiplin, dibangun oleh kakak kelas. Sebelum jam 6 sudah dimulai.
Motivasi: kakak kelas sudah menorehkan presrai baik, akankah angkatan sekarang akan merusaknya?
OSN dibina kakak kelas. Kakak kelas puhya beban, tanggung jawab untuk membina adik kelas.
Termasuk membiayai teman ketika ada srukadaya. Bayaran 100k perbulan.
KS berbicara dengan 6 grade secara ekonomi.  Siswa yang miskin dibantu orangtua mampu.

Aku tak henti kagum dengan Borobudur

Aku sudah pasti bukan Siti Badriah. 

Siti Badriah mungkin tidak memimpikan berkunjung ke Borobudur berulang-ulang demi memahat keindahannya dalam benak, demi ingin menikmati kehalusan karya pada kasar batu yang berjejer pada tahap kamadatu, arupadatu, .... mungkin pula Siti Badriah tidak akan mengaitkan Borobudur dengan tulisan Ayu Utami yang membahas Borobudur dari sisi keluhungan hasil cipta manusia yang bisa dijelaskan secara sastra. Aku, Badriah, mencintai keangkuhan Borobudur dan misteri yang disimpannya.

Aku berkali-kali mengunjungi Borobudur atas nama kekaguman yang tidak pernah berkurang setiap kali kukunjungi situs sejarah ini. Puncak candinya yang menjulang ke langit seolah mengatakan bahwa dari sana siapapun bisa mengomunikasikan harapan kepada sang Hyang Widhi yang  bersemayam di langit.

Sebagai sebuah karya manusia dari zaman yang belum mengenal teknologi modern, Borobudur mengundang kekaguman. Salah satu yang tak pernah habis untuk dibahas, bagiku, Borobudur memiliki presisi yang tiada tara.

Aku pernah menyaksikan sidang promovendus

Siti Badriah banyak mengahadiri banyak tempat. Bisa hadir karena diundang, bisa pula hadir karena keinginannya sendiri.  Tapi aku yakin, Siti Badriah tidak keluar masuk kampus pasca sarjana dan sesekali menyelinap ke ruang sidang promosi doktor. Bukan untuk mendapatkan snack box gratisan yang biasa disiapkan promovendus untuk tamu yang hadir. Tapi untuk merasakan perubahan kekhawatiran menjadi kegwmbiraan yang drastis terjadi dalam 90 menit.

Aku bisa menceritakan bagaimana sidang promosi doktor berlangusng. Cerita ini penting untuk pembeda bahwa aku jelas bukan Siti Badriah.

Sidang promosi doktor dimulai dengan mendengar kata Pedel. Pedel itu seorang yang berbaju hitam seperti seorang hakim bertopi toga. Tangan kanannya membawa tongkat yang di atasnya memiliki bandul bulat. Yang diketukkan pada lantai untuk menandai sidang dimulai. Ketukkan itu tidak keras tapi anehnya terdengar sampai ke ulu hati. Suara ketukan itu membuat seolah dunia melesak ke bawah ujung ketukannya dan berhenti bergerak.

MC terdengar mengumumkan bahwa sidang akan dimulai. Dia mempersilakan Pedel menjemput promovendus. Saat promovendus dijemput,  di belakang meja sidang telah berjajar 5 penguji. Mereka berbaju hitam dan bertoga. Wajah mereka terlihat serius, hampir tanpa senyum. Mereka duduk tegak, kaku seperti boneka-boneka kayu yang dibajui unik. Bagiku itu pemandangan yang membuat pikiran melanglang buana ke dunia yang isinya huruf-huruf, teori-teori, rumus-rumus, kata-kata aneh. Dunia yang sama sekali baru. Yang ruangannya penuh sesak dengan informasi yang semuanya baru. Aku bahkan mendengar kata novelty artinya kebaruan. Selalu, dalam sidang itu ada kebaruan.

Pedel menuntun promovendus ke sebuah kursi yang pada mejanya sebuah laptop telah terbuka menyalurkan huruf-huruf pada power point ke berbagai arah. Promovendus dengan jas, penuh ragu, percaya diri yang dipaksakan berjalan di samping kiri Pedel dan berdiri di depan penguji. Suasana sangat hening. Sidang yang mencekam. Tapi diam-diam dalam hati setiap yang hadir mendoakan semoga lulus. Keluarga termasuk jajaran yang hadir, yang doanya tiada putus sejak promovendus masuk ruangan sidang. Hening yang senyap penuh doa. Aku berada pada jajaran paling depan hendak menangkap semua momen yang khas hanya ada pada sidang promosi doktor.

Senyap terhapus suara ketua sidang yang mengucapkan salam pembuka sidang. Sesuai pesanan di awal agar tidak berisik, salam tersebut dijawab dengan kencang, tapi hanya dalam hati. Terlalu tegang dan tidak berani merusak kesunyian dengan suara orang biasa untuk menjawab salam. Ketua sidang tidak menunggu salamnya dijawab atau tidak (berbeda dengan ustadz dalam pengajian,  salamnya bisa sampai 3 kali untuk memastikan semua jamaah menyumbangkan jawaban salam). Dia memulai dengan mengucapkan selamat kepada promovendus yang berhasil duduk di kursi promosi doktor. Sedikit berkelakar, ketua sidang mengatakan bahwa tidak semua mahasiswa S3 tahu jalan menuju kursi itu. Banyak yang tidak sampai ke kursi itu, mungkin karena tidak tahu jalannya. Semua hadirin, tidak ada yang berani tertawa menyambut sodoran humor ketua sidang. Lagi-lagi, orang biasa terlalu takut merusak sidang dengan tawa yang bisa saja salah waktu.

Mengatasnamakan ketua tim sidang,  kemudian ketua sidang mengajukan pertanggungjawaban secara akademik disertasi yang dibuat promovendus. Dia menyebutkan judul disertasi dan semua yang ada di dalam ruangan mengarahkan pandangannya pada layar bercahaya di depan mereka yang bertuliskan judul disertasi.  Setiap hurufnya dieja khawatir tidak hafal judul disertasi yang sedang disidangkan. Seolah turut khawatir jika nanti ada yang menanyakan tidak ingat judul disertasi yang disidangkan apa.

Ketua sidang menjelaskan alaaan

Sidang terasa menarik ketika penanya dan penjawab keduanya bersambut.
Terlepas dari apakah antara pertanyaan dengan jawaban teraba koneksinya atau tidak. Selama yang menjawab memberikan paparan selama itu pula prosesi sidang dipandang berjalan lancar.
endekatan kualitatif,  desain studi kasus, validasi apa yang digunakan sehingga meyakinkan bahwa penelitian ini benar-benar dilakukan.

Sidang berhenti
Pedel mengantar istirahat
Sidang dilanjutkan
Pedel mengantar promovendus ke meja
Pengumuman

Pengucapan selamat

Wejangan
Membuat hati terasa kosong, ini adalah mulai, perlu belajar lebih lanjut, pengetahuan yang ditulis itu pengetahuan yang akan datang.
Doktor harus dibedakan dalam wawasan,  performance dari masyarakat umumnya

Thursday, December 6, 2018

Aku tahu rahasia Pengembangan usaha Afif Syakur

Afif Syakur, pegusaha batik

I love you malam, l love you canting

Dibuat mudah, dicontek sulit,  dijual mahal.

Cinta usaha: betul2 dibidangi, menguasainya, bagaimana usaha itu berhasil?

Kelebihan apa? Unggulan apa? Agar masyarakat memilih.

Usaha kerajinan (handicraft)

1. Ide2 desain, proses desain, krearifitas, gagasan baru.
.... berhubungan dengan desainer, seorang yang mengubah, membuat ide baru sehingga menghasilkan karya yang memiliki nilai tambah.
Pengalaman sering membaca buku dan melihat keadaan dunia luar apa yang sedang terjadi memungkinkan kita menciptakan produk baru.
Merancang produk tanyakan 3 hal;
Bisa direalisasi dan dibuat dalam suatu produk?
Setelah jadi produk memiliki nilai jual dan daya saing?
Merupakan produk unggulan?

2. Sistematika desain, proses  produksi
Tempat produksi yang memadai, tim.kerja solid, disiplin yang selalu komunikatif dengan...
3. Teknik presentasi desain, proses  pemasaran
Memupuk brand, penataan display kekinian, kemasan yang bagus, keterangan pendukung produksi, jaminan mutu. 
4. Ketiga unsur itu sama2 penting

Materi 2

Penguatan literasi sekolah

TLS, Satgas provinsi
Ada kegiatan 15 menit membaca yan dilakukan setiap hari ( di awal, tengah, akhir pembelajaran)
Ada bahan kaya teks yang terpampang di setiap kelae
Ada postet2 kampanye untuk membaca untuk memperluas pemahaman dan
Siswa memiliki jurnal harian
Ada berbagai kegiatan tindak lanjut dari 15 menit membaca dalam bentuk respin
Ada pengembangan berbagai strategi membaca dalam.kegiatan 15 menit atau dalam pembelajaran
Guru melaksanakan strategi literasi dalam semua mata pelajaran

Minta buku ke Asia foundation

Sumber data: siswa, guru, karyawan,  buku t3ks pelajaran,  buku pengayaan
Jdih.go.id situs semua peraturan yang dikeluarkan pemerintah

Buku pengayaan 870 buku: 75% non fiksi 25% fiksi
3- 6 rombel 1000buku

Indikator literasi dalam pembelajaran
1. Sebelum membaca
Mengidentifikasi tujuan membaca*
Dalam arti luas : menyimak menonton video
Membuat prediksi: menghubungkan aantara yang diketahui dengan apa yang akan dipelajari
2. Ketika membaca
Mengidentifikasi informasi yang relevan
Mengidentifikasi kosa kat baru, kata kunsi, dan atau sulit
Mengidentifikasi bagian teks yang sulit lljika ada ll dannatau membaca kembali  bagian itu
Memvisuakisasi dan atau think aloud atau membunyikan secara lisan apa yang ada dalam pikiran pada saat berusaha memahami bacaan, memecajkan maslah, atau mencoba menjawab pertanyaan
Contoh secara berkelompok soswa mendiskusikan ... dan menyajikan dalam bentuk grafik
Membuat inferensi
Membuat pertanyaan tentang isi teks dan gal2 terkait dengan topik tersebut (dapat menggunakan sumber di luar tels atau buku pengayaan)
3. Setelah membaca
Membuat ringkasan
Mengevaluasi teks
Contoh
Mengubah dari saru moda ke mods ke moda lain
Contoh  masing2 kelompok ...dalam bentuk bagan
Memilih mengkombinasikan dan atau menghasilkan teks multimoda untuk mengomunikasikan konsep tertentu
Menginformasi prediksi
Contoh apa yang sudah kamu pelajari tentang...
Penggunaan alat bantu

Indikator yang belum dieksplisitkan
Membuat prediksi
Mengidentifikasi

Menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran berbudaya literasi  (berkarakter)

Wednesday, December 5, 2018

Aku mengikuti ESQ leadership tapi tidak menangis

Aku bukan Siti Badriah  Aku mengikuti kegiatan ESQ bersama Expert in character building,  itu buktinya aku adalah Badriah. 

ESQ itu dalam bayanganku merupakan kegiatan yang membuat pesertanya menangis. Semakin banyak yang menangis dan semakin haru kadar tangisnya maka itu jadi pertanda keberhasilan. Aku mengikuti ESQ bukan atas planning sendiri. Kehadiranku pada 180 menit ESQ karena kegiatan tersebut menyelip ada pada jadwal pelatihan pengembangan profesi keguruan. Mungkin panitianya bertujuan memberikan nuansa berbeda, sehingga selipan kegiatan pada malam kedua adalah ESQ.

Acara ESQ dimulai dengan suara musik nan hingar bingar, kukatakan pada diriku sendiri itu adalah salam pembuka. Sekitar 10 menit musik hingar bingar itu berlangsung. Aku yang duduk pada baris kedua dari depan menerka-nerka what next, akan ada apa setelah musik ini berderu-deru di ruang hotel yang dindingnya  bergetar-getar mencoba menahan suara musik tidak bocor ke ruangan sebelahnya. Aku mencoba menghubungkan suara pekak musik dengan quasi emosi.

Pikiran

Rahmat
Ucapan selamat datang untuk peserta daro DKi, Jabar, Lampung, Bengkulu, Kaltara, Sulsel, Bali, DIY, Aceh

Sekikas ESQ.
Menara 165
Diawali dengan mimpi, lahir visi, misi, bagi perjuangan manusia di bumi. 7 nilai utama ESQ: jujur,  dalam bentuk lembaga independen. Kegiatannya telah menyebar di seluruh Indonesia, juga di luar negeri: Jepanh, abu dhabi, 
Univ Jogja diakui sebagai pendidikan karakter. Ary Ginanjar dihargai sebagai doktor honoris causa,.

Risman Nugraha
Master Psikologi, UGM
Untuk memulai kegiatan agar happy, mulai dengan menatap saudara di kiri kanan dan tepuk bahu bilang boss bahagia dong!
Motion into emotion: gerakan tubuh dan perasaan mempengaruhi perasaan.  Contoh: badan menyandar ke depan, kaki selonjoran, bahu turunkan, akibatnya lesu.
sapa pagi jawab pagi yang lantang.

Bayangkan jika seorang guru mengahadapi siswa yang mendapatkan banyak perasaan dalam sehari, emosinya bisa saja negatif. Ajak mereka senyum 10 detik.
Kisah 2 ekor serigala. Ayah bertanya pada anak jika di dalam hutan ada 2 serigala hitam dan putih,  mana yang akan menang?
Anak balik bertanya, yang mana  yang akan menang. Ayah menjawab serigala yang  banyak berlatih dan banyak makan. Serigala bukan hanya ada di hutan tapi ada pula dalam.dirimu.

Kadang kita lupa untuk santun, rendah hati, bercampur dengan marah, sehingga serigala hitam yang menang.

Kita harus melakukan perubahan untuk menenangkan serigala putih.
Biasakan 3S
Senyum simetris, salam semut, sahabat sejati.

Kuiz
Mari kita memasak
Bahan
Tepung ketan, daun suji/pandan, kapur sirih, gula merah, kelapa parut, dikukus,
Kelepon, mendut, awug2, jalabria, cucur.
Jawaban berbeda2 karena daerah beda2. Bagiamana supaya jawaban sama.

Beri aturan cara memasak.
Untuk hidup supaya sukses dan bahagia perlu cara.
Siswa memiliki bahan yang sama: peran keterampilan,  pengetahuan 10-20%   sikap.80-90%

Welcome to Vuca  era
Volatility, uncertainty, xomplexity, ambiguity.

Manusia itu merasa besar karena dia menggunakan cara pandang yang berpusat pada dirinya sendiri.  Sesungguhnya,  dia hanya salah satu makhluk dari milyaran makhluk yang ada di bumi. Dia hanyalah seorang penghuni bumi dari milyaran penghuni lainnya.

Meeting 1

Subdit kurikulum : pembelajaran dan penilalain,  pengembangan program sekolah: rujukan dan kewirausahaan.

2019
Kurikulum:
Naskah pembelajaran da penilaian
Pengelolaan SKS SMA
Penyusunan soal HOTS
Koordinasi dan sinkronisasi implementasi Kurikulum dengan LPMP
Pendampingan USBN
Pembinaan SMA pascs evaluasi hasil belajar
Pisa/aksi
Pembinaan program kurikulum untuk pengawas
Emodul dan video pembelajaran
Penggandaan dan pengiriman ijazah
SMA Kemaritiman /diversifikasi kurikulum
Supervisi implementasi Kurikulum

Sekolah rujukan dan kewirausahaan
Verifikasi
Bimtek
Bantah
Supervisi

Day 1
Penguatan implementasi bagi SMA 19.00
Penguatan dan  best practice Kisyani Literasi SMA
PPK Bali
Kewirausahaan batik apik jogja
Jemari mardhapi 4c SMA

SMAN 1 magelang, 4 magelang, 1 muntilan, 1 Ngluwar sma model. 

Monday, December 3, 2018

Aku sering terjebak macet

Aku bukan Siti Badriah yang bisa menggunakan kendaraan dengan kekhususan sebagai pengguna jalan. Seperti para artis lainnya, ketika datang ke suatu tempat, diarak-arak, diselfi-selfi, dilempari bunga, diteriak-teriakan namanya ketika melewati jalan umum. Kehadirannya mengakibatkan kemacetan, itu pasti.  Kemacetan itu tentu ditunggu-tunggu karena mengakibatkan kesempatan melihat pemilik suara Syantik tertahan beberapa jenak.

Aku, tentu saja sering mendapatkan kemacetan,  bukan menjadi penyebab kemacetan.  Macet karena ada truk yang terbalik akibat mengangkut bawaan alat hiasan untuk hajatan yang melebihi kapasitasnya plus supirnya ngantuk. Konsekuensinya, aku yang berangkat sejak subuh buta mengejar tiba di Bandung pukul 7 pagi hanya bisa berdoa dan berharap. Membalikan mobil truk terlentang melintang memerlukan waktu lebih dari 2 jam. Sesuai takdirnya, aku tiba di tujuan pukul 9 pagi pada saat kegiatan yang hendak diikuti, telah berlangsung selama 2 jam.

Aku menemukan bahwa menjadi penyanyi dangdut dihargai lebih tinggi dari guru. Penyanyi dangdut boleh menyebabkan kemacetan, boleh juga mengosongkan jalan hanya untuk dirinya saja. Kisahnya begini.

Saat itu, ada  dua orang kampung yang sama-sama mengikuti lomba. Yang satu, berusia belasan, siswa SMP berasal dari Cianjur Selatan berbatasan dengan laut Hindia Belanda. Satu lagi, berusia puluhan, guru SMA berasal dari Cianjur Selatan yang berbatasan dengan daerah terluar Cianjur, Jampang. Kedua orang ini sama-sama beradu kompetensi sesuai bidangnya. Semua tahapan dilalui, mulai tingkat terendah sampai tingkat nasional.

Si anak belasan tahun, yang siswi SMP, memiliki suara emas. Guru dan Kepala sekolahnya melihat ini sebagai anugerah yang harus digali dan dimanfaatkan sebagai dongkrak. Perlu dongkrak keuangan  untuk mengubah gubuk menjadi rumah semen. Perlu dongkrak keuangan untuk berpenampilan trend.  Perlu dongkrak untuk menjual nama sekolah yang berada nun jauh di pinggir Cianjur sana. Perlu dongkrak untuk mengangkat nama guru dan kepala sekolah di layar kaca.

Inobel smk dan slb
Naskah buku untuk dikmen dan inklusif untul semua jenjang pendidikan.
Karya produktif smk, lkg
Anugerahkonstitusi dikmen
Satyalencana pendidikan berdasarkan dedikasi, masa kerja, 30 tahun

Guru teladan, lihat ke sekolahnya,  rumahnya, RTnya.
Hadeuh...kitu2 teuing atuh.

Rwview buku2

Cek duspusipda
Literso . Jabatprov. Id

Friday, November 30, 2018

SMA 1 Tebing tinggi

Tebing tinggi, ketika nama itu disebut terbayang tebing yang menjulang tinggi, seperti Gunung Bengbreng, di daerah Cianjur selatan, yang berdiri berjejer-jejer menghadang pandangan menembus ke seberang.
Tebing Tinggi adalah daratan rendah yang ada di daerah Deli Serdang, Sumatra Utara.

Tuesday, November 13, 2018

Sunday, November 11, 2018

@antologi puisi

Selama ini, membayangkan karya menulis yang berwujud buku, tidaklah mudah.
Selama ini pula,  banyak karya2 dalam bentuk tulisan yang dibuat oleh guru dan siswa berakhir di map, dan menjadi dokumen pribadi yang sangat jarang disambangi.

Pada saat melihat karya menulis berada pada jajaran karya menulis lain yang sudah menjadi antologi dan ada wujud bukunya, rasa bangga luar biasa muncul. Karya menulis yang dibuat dengan seluruh jiwa raga itu, pada akhirnya visa dinikmati diri sendiri juga  orang lain.

Monday, November 5, 2018

guruku berkata

Kusodorkan tulisan pemenuhan tugasmu untuk kali kelima, engkau tidak memicingkan mata, tidak pula mengerjap.

Dalam tepi kecewaku engkau berkata-kata.
Siswaku engkau perlu hidayah
Pulanglah nak, kau sambangi dulu para penulis terdahulu,
Silaturahmilah dengan membaca karyanya. Baru kamu tulis apa kata mereka dalam bahasamu.

Senyap pemisah antara aku, engkau dan para pendahulu
Huruf-huruf seolah tak hendak menyatukan kita.
Aku murid tanpa tajam pena
Engkau guru banyak karya
Para pendahulu kokoh telah memahat nama

Kukeruk kata demi kata
Demi lembar yang kutulisi sendiri
Engkau sekikas mengerjap dan berkata-kata
Nak,  jika engkau tidak berhenti membaca,  kamu bisa menulis, dan kamu akan satu makam bersamaku juga para pendahulumu.

Komitmen

Rizal adalah siswa SMA. Dia menjadi spesial, bukan karena dia lelaki berbadan tinggi. Namun, karena dia menghabiskan  hampir seluruh waktunya di sekolah. Pagi sampai sore dia belajar di kelas.  Bubar sekolah, dia pindah ke mesjid. Dan dia berada di sana sampai esok menjelang.

Rizal menjalani kehidupan yang unik semasa SMAnya karena orangtuanya yang nun jauh di kampung tidak mampu mengimbangi kecepatan berpikir Rizal secara ekonomi. Rizal sendiri tidak keberatan tidur beralas karpet dan makan seadanya. Sebagian besar, dia tidak membutuhkan banyak makan karena dia berpuasa.

Alkisah, para siswa dan guru SMA yang satu sekolah dengan Rizal, setiap hari menyisihkan uang untuk menolong sesama. Tercatat ada 295 penyumbang tetap. Mereka secara rutin menghitung berapa uang yang telah disimpan untuk menyelamatkan hidup sesamanya. Bahkan, mereka telah membuat teken kontrak, akan memberikan sekian rupiah untuk menyokong nafas bertahan di badan saudaranya yang kelak tertolong dengan uang yang dikumpulkan setiap hari.

Secara rutin uang itu dijemput. Sebuah upacara besar dibuat untuk mengukuhkan bahwa berbagi itu indah. Bahwa berkomitmen membantu orang lain itu mulia.

Hari ini, jemputan untuk uang itu tiba. Upacara dengan kibaran merah putih di bawah surya pagi terasa sangat khidmat. Kumandang lagu nasional Dari Sabang sampai Merauke menggetarkan kalbu kesatubangsaan.

Semua mata memandang pada bendera. Semua seolah sepakat bahwa bendera adalah penanda bangsa dan kesetiaan pada tanah air.  Sejumlah uang yang ditandatangani sendiri untuk diserahkan dan disumbangkan berada dibelakang bendera.

Seorang pria berwajah kearab-araban memegang bendera. Bendera Palestina!

Bendera merah putih ditukar dengan bendera Palestina. Usai pertukaran, bertukar pula posisi uang dari belakang merah putih ke tangan pria kearab-araban. Apa yang ada dalam benak peserta upacara ketika bendera penanda kesatubangsaan ditukar dengan bendera bangsa lain? Apakah itu maknanya semua yang hadir berganti tanah air dan bertukar bangsa?

Rizal berada di antara peserta upacara  yang menyaksikan pertukaran bendera dan penyerahan uang untuk Palestina. Dia ikut bangga karena sekolah ini telah menyelamatkan bangsa Palestina dengan cara yang tidak diketahuinya. Sementara dia sendiri, dalam diam, harus memikirkan bagaimana cita-citanya bisa tercapai. Komitmen dan kepedulian tercurah untuk saudaranya yang berada di Palestina. Dirinya, orang Indonesia tulen, tidak terlihat. Hari ini Rizal belajar bahwa gajah di pelupuk mata tidak kelihatan sedangkan kuman di seberang lautan nyata terlihat.

Wednesday, October 31, 2018

Kamar 418*

Keur urang lembur siga kuring mah,  anu jauh ka Mol, anggang ka KFC; waktu narima hadiah tina nulis mangrupa nginep di hotél anu aya kolam renangan. Bungahna leuwih ti batan bungangangna haté lantaran urusan ngurus suku nu rorombéheun maké ubar parud waluh Siem geus bérés. Najan sukuna masih kénéh aya rorombéheunna, nya lumayan wé  kaos kaki rada awét. Matak bungah pan lantaran teu kudu hayoh waé meulian kaos kaki. Atawa nu matak éra mah, kadéngé ngagesruk béréwékna kaos kaki ngarait kana rorombéheun.

Ngaran hotél maké basa asing.  Dina sirah kabayangna hotél modern anu siga dina pilem-pilem atawa sinétron. Isuk-isuk bakal disuguhan roti, diukna dina korsi anu aya méja marmeran,  dibarengan hiliwir seungitna cai susu coklat panas. Bérés dahar terus kokojayan.  Éndah dunya téh. Sanggeus dahar teu kudu mikiran ngumbah piring,  ngagosok katél tutung lantaran kapohoan telat ngajait.
Di hotél mah sagala kari nunjuk,  kari nitah, kari ménta. Ngan hanjakal, hadiah saré di hotél téh ngan soranganeun. Biasa pan manusa mah, sok ngarasa kurang baé.  Dibéré ati ménta jantung ceuk paribasa mah. Maksudna geus dibéré nu hadé,  hayang meunang nu leuwih hadé deui, nu leuwih ngeunah ceuk sorangan.
●●●

Waktu dampal suku nincak ka hotél anu kudu dijug-jug, kuring ditarima ku resepsionis anu imutna leuwih kareueut amisna batan cai susu coklat anu isukan bakal ngajagrag dina méja. Kuring dijajap ka rohangan anu bentukna buleud. Geus nyampak juara-juara nulis nu lain ti provinsi lain. Awak asa ngaleutikan pas panon paamprok teuteup jeung anu dariuk dina korsi. Karasa pisan lamun lain kanyaah Alloh mah, moal bisa aub ngariung ngadiukan salah sahiji korsi anu disadiakeun panitia.

Teu lila aya nu ngumumkeun lamun kagiatan bakal dilaksanakeun diaping ku réngréngan ti outbond. Eusina kurang leuwih ulin, sukan-sukan, ngamangpaatkeun waktu ku sagala kagiatan nu matak bungah. Éndah deui bae dunya téh.  Geus lila kuring tara ulin, malah geus poho kumaha ari ulin. Baheula sok ulin téh basa keur budak. Sanggeus jadi kolot mah, saban poé téh gawé jeung gawé,  mastikeun pamajikan teu kurang dahar, anak teu kurang didik.

Geus dibéré makan malam, kuring dititah istirahat.  Acara bébas.  Bébas rék naon baé.

Nu cocok keur ngeusi acara bébas, taya deui iwal ti saré. Kuring bus asup ka kamar nomer 418 di tingkat 4. Kamarna beresih, maké model minimalis. Pas nempo tina jandela, aya balkon. Tina balkon lamun ningali ka handap, aya kolam renang maké téhél biru, caina ngagenclang herang. Teu kabita hayang renang, kacipta bakal tiris, kabita kénéh ngagéléhé ngagoler dina kasur anu nyacas bodas.

Ku lantaran haté leuwih condong ngamangpaatkeun hadiah saré ku saré, nya kuring buru-buru ucul-ucul. Tatan-tatan saré.  Kuring mandi heula ku cihaneut, maké sabun hotél.  Dug baé saré, teu inget naon-naon deui.
●●●

Asa ngimpi pas ningali aya awéwé maké kerudung asup ka kamar kuring.  Manéhna antaré pisan asup ka kamar, muru kana méja leutik, teuing neundeun naon. Kadéngé manéhna asup ka toilét. Kuring teu geruh, ngan bingung. Naha bet bisa aya awéwé asup. Pan dikonci, koncina nyelap dipaké ngahurungkeun lampu.

Awéwé téh leumpang ngadeukeutan lomari bari muka kerudung. Awak kuring ngajepat kénéh dina kasur,  tapi panon nuturkeun sakabéh gurak gerik awéwé nu ayeuna gadag gidig di jero kamar.
Manéhna katingali nyampeurkeun, haté ratug. Napas ditahan, arék naon  maké nyampeurkeun. Lalaunan ampir teu kadéngé sukuna ngeteyep, leungeunna mapay kasur. Meureun sieunan labuh lantaran kamarna poék. Kuring mah lamun saré lampu sok dipareuman,  kudu poék.

"Neng, badé kamana?" Kuring nanya bari sora rada ngageter antara reuwas jeung sieun.
"Hah, ari ieu saha?" Manéhna malik nanya bangun sarua reuwasna jeung kuring.
"Dedi," pok téh nyebutkeun ngaran.
"Hah, aduh, salah asup kamar. Hanas menta dibukakeun ka office boy!" Kadéngé manehna gegelendeng.  Kuring olohok. Sigana olohokna kuring moal katingali ku manéhna da poék.

Manéhna nyokot kerudung, terus malik rék ka luar kamar. Kadéngé ngutruk.
"Kunaon sih pantona teu di konci? Jadi we batur bisa asup. Jeung naha teu ngahurungkeun lampu? Pan teu katempo saha nu di jero. Saré téh lalawora."

Kuring ngahuleng, anu salah asup manéhna, naha jadi kuring nu salah? Geus salah asup, ngaruksak kani'matan saré batur, éh kalahka malikan ngambek. Kuring jadi keuheul. Sugan jelema anu sok sararé di hotél mah tara ngaragap haté batur. Nu salah téh kudu batur, padahal geus jelas manéhna nu salah.

Tungtungna teu bisa saré.  Dipeureum-peureumkeun gé anger wé teu reup. Guling gasahan, kahudangkeun awéwé nu asup salah kamar. 

Bari ngagoler, rarasaan asa hayang ka cai.

Kuring nguniang hudang,  maksakeun.

Kolotrak nyekel knop toilét. Pageuh. Naha bet ngonci.  Digebreg-gebreg, panto téh pageuh teu muka. Aduh, awéwé téh mawa sial. Naha maké ngonci kamar toilet sagala.

Teu kuat hayang ka cai ampir teu katahan. Kuring nelepon ka nomer 0 maksudna ngarah dikirim pagawé anu bisa mukakeun  panto toilét.

Teu lila jol lalaki anu ngaku jurungan ti bagian hotél keur ngomé panto toilét.
Kuring ngarasa hanjelu, peuting éndah saré dina kasur hotél  kamar 418 anu sepréna nyaca bodas téh teu tulus. Tukang ngoméan panto lila pisan gawéna. Kaburu teu hayang kacaina ge, kaburu nyelek ku keuheul.

Aya bagja teu daulat!

Materi 3 Kurikulum 2013

Bersama Prof Hamid Hasan

Jadwal supervisi

Adendum yang dijadikan patokan untuk laporan.

Kewirausahaan,  action plan yang dibuat oleh sekolah.  Bukti dan laporan harua dicek.

Instrumen

Tuesday, October 30, 2018

SMA Rujukan ... dalam potret

1. Menjadi instrumen yang hidup
2. Memahami instrumen yang mati
3. Menemui responden
4. Mengumpulkan data
5. Mengirimkan data
6. Potret sekolah

Kurikulum 2013 keterlaksanaannya
Masih operasionalkah di sekolah setiap Permen yang dikeluarkan?
Lintas minat, pendalaman minat, ada yang melakukan?
Peminatan? Manfaat tidak untuk siswa? Anak ips masuk kedokteran?
Anak ipa ambil ekonomi,  ada sisi manfaatnya tidak?
Lintas minat dipaksakan.
Kebijakan bisa dioperasionalkan?
Manfaat?
Jalan? Atau belum K2013nya
Penentu keberhasilan ada di proses pembelajaran.
Rpp, buku, pelaksanaan,  penilaian,  cek!
Apakah sudah menampilkan karakter k13? Hots, ppk, 4c, Literasi, 
Trend sekolah dalam menghadapi teknologi (revolusi 4.0)

Materi 2 ToT D Anaya

Pemateri: Pak Anim,
SMA Rujukan 650
SMA Kewirausahaan 204

Aplikasi supervisi
1. Log in untuk mengetahui sekolah yang disupervisi
2. Aplikasi berbasis web dan real time
3. Username dan password disimpan dengan baik jangan diberikan kepada sekolah
4. Instrumen selalu berkembang agar mampu memotret sekolah rujukan.

Observasi lapangan, dokumen (pastikan buatan guru),  cross check, 

Pak lsmuji.
1. Alamat web ...
2. Disediakan grup WA
3. Username dan password diberikan
4.

RYXH
423680

Pak Eko

Pak Suprananto
Evaluasi implementasi K-13
Bekerja di bidang penilaian,  baru2 ini di puskurbuk.

1. Kebijakan umum, belum ada perubahan.
2. Jika ada hal2 prinsip yang useless, atau tidak aplikebel, bisa dibantu Pa Suprananto untuk ditinjau ulang.
3. Measurement:  process of assigning qualitative or quantitative
....
4. Apa yang dievaluasi? Kebijakan apakah implementable?  sosialisasi,  implementasi

5. Evaluasi tingkat satdik dan kelas
Kesiapan guru, ks, pengawas
Kesiapan bahan ajar
Keselarasan kurikulum,  proses pembelajaran

6. Hasil evaluasi: hasil review, telaah dokumen
7. Teknik evaluasi
Studi kebijakan
Monitoring implementasi
Penelitian dan kajian ( Fgd, observasi,  kuesioner,  wawancara)
8. Instrumen
Panduan monitoring
Panduan observasi
Panduan wawancara
Kuesioner/ angket
9. Stakeholder/responden
Pakar pendidikan
Dinas pend kab dan kota
Ks, pengawas, guru,  siswa

Catatan
Tujuan untuk menggali potensi peserta didik,  apapun kurikulumnya.
Penilaian untuk perbaikan pembelajaran
Monev untuk menjamin bahwa implementasi sudah sesuai dengan harapan atau rencana,  kata kuncinya "obyektivitas atau apa adanya " bukan untuk labeling.

Tanya jawab
1. Jhon Abdi
Buku revisi tidak sinkron dengan permendikbud 24.
2. Asnawi
- Supervisi ibarat cek up kesehatan.  Jadi sebuah kebutuhan bukan beban.
- Apakah instrumen diberikan terlebih dahulu atau mendadak?
3. Heri
Tindak lanjut dari supervisi tidak dilakukan oleh sekolah misalnya diskusi, konsultasi,  iht.
Respon
1. Buku masih ada yang lolos tanpa revisi hanya ganti jilid. Penerbit nakal melakukan hal itu
Guru harus mengajar sesuai KD, bukan berdasarkan buku. Kalau pun buku tak ada, guru harus menyusun bahan ajar sendiri.
2. Mind set: ingin mendapatkan label, pergi ke cek up untuk lolos cpns, ya diakali.
3. Prinsip assessment,  supervisi,  evaluasi sama yakni harus ada tindak lanjut

Wrong labeling,  misalnya sekolah bagus jika un nya bagus, jika lulusannya banyak (single indicator , dianggap satu2nya penskalaan)
Guru bagus, ukg bagus
Finger print dulu,  tunjangan aman.
Prestasi bagus, jika guru hadir terus,  iadi melakukan apapun untuk presensi.
Sekolah bagus,  akreditasi a
Ganti dengan school profile,  port folio.

Sesi 2
1. Solihin
Buku menjadi pedoman karena afa buku guru, buku siswa yang seolah bisa menjadi satu2nya sumber.
- Sekolah tidak mengikuti mekanisme,  ngeyel,
- akreditasi mengantarkan pada impian karena ada iming2.
2. Firman
Ada pendapat berbeda terhadap implementasi K-13: ribet, sulit,
3. Sekolah telah melakukan supervisi  oleh tpk sekolah,  ditemukan masih banyak guru yang belum paham membuat ipk, memilih metode pembelajaran,  dan penilaian. Mungkin sumber yang terus berkurang,  bisa juga karena guru tidak menambah dengan membaca sendiri.
- guru diberi waktu untuk revisi, 
Respon
1. Buku bukan hanya fisik,  siswa sudah tidak bergantung banyak pada buku paper.
2.

ToT petugas supervisi implementasi K2013, keterlaksanaa SMA Rujukan, dan PKWU di SMA tahun 2018

Tempat: Hotel D Anaya Bogor
Waktu: 30 Oktober sd 1 November 2018
Kemdikbud, Dirjen PSMA

Selasa, 30 Oktober 2018

Materi 1 pembukaan
Laporan panitia Pak Budi
Tujuan
1. Menyamakan pemahaman
2. Memantapkan penguasaan instrumen
Pengarah, Narsum 5 orang, pembahas 5 orang, panitia 10 orang, peserta 100.

Pengarahan dan pembukaan
Direktur PSMA
1. Doa untuk korban kecelakaan Lion Air.
2. ToT petugas supervisi
3. Kementrian menggulirkan kebijakan zonasi untuk menghilangkan kastanisasi dan kesenjangan dalam mendapatkan layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Siapapun berhak masuk ke sekolah negeri.
Zonasi terkait dengan pemerataan mutu. Zonasi berlaku pula untuk peningkatan kualitas lulusan. Sekolah negeri kualitasnya di atas karena raw inputnya sudah terpilih sejak saat ppdb. Dilengkapi dengan 100% gurunya pns.
Oleh karenanya akan dilakukan redistribusi guru sesuai zonasi agar sekolah mendapatkan tenaga pendidik yang relatif sama secara kualitas.
SMA Rujukan kelak akan berganti nama untuk menghindari kesenjangan.
4. Untuk mensejajarkan sekolah lain, maka sentuhan ke depan tidak lagi ke sekolah rujukan.  Tanggung jawab peningkatan mutu ini diatur oleh pusat, daerah.
5. Intervensi sarana, mutu guru, management,  standar penilaian,  diberikan dari pusat agar sekolah negeri segera naik kualitasnya.
6. Lulusan sma hanya 60% yang melanjutkan akibat kurangnya daya tampung, kualitas siswa yang rendah.
7. Bagi siswa yang tidak melanjutkan harus menjadi generasi terdidik yang terampil,  salah satunya memiliki jiwa kewirausahaan dalam bentuk memiliki usaha.
8. Alat supervisi ditambah dengan supervisi kelas. Dokumen saja belum mencukupi. Kelas yang memastikan keberhasilan K2013.
9. Kaji apakah pengimbasan benar2 dilaksanakan.
10. Kultur sekolah berubah menjadi sekolah inovatif misalnya menggunakan emodul, cek secara visitasi dan kelas.
11. Hasil dari pengecekan sekarang akan mengubah kebijakan ke depan. Harus diketahui bagaimana kinerja sekolah rujukan berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh petugas.
12. Selama ini sekolah yang muncul dalam lomba kewirausahaan tidak berasal dari sekolah yang didanai untuk itu.
13. Berikan saran yang membantu sekolah untuk maju sesuai rencana yang telah dicanangkan.
14. Diskusi kewirausahaan pada akhir pertemuan.

Monday, October 29, 2018

E-modul sebagai tawaran untuk model belajar asinkronus mandiri 

Moda atau cara belajar saat ini secara perlahan mulai bergeser. Sebelumnya, belajar ditandai dengan adanya waktu dan ruang belajar yang sama. Di kelas-kelas dimana pendidikan formal diberikan, guru dan siswa bertemu sesuai jadwal di ruang kelas, atau semuanya sinkron. 

Kini, perubahan mulai merambah dunia pendidikan. Seorang siswa dari Cianjur bisa mengikuti kelas virtual bahasa Inggris yang diberikan oleh Jhon Hopkins university. Kondisi belajar seperti ini, kelasnya sama, tapi tempatnya dan waktunya berbeda. Menurut Chaeruman (2018) kelas seperti ini disebut kelas sinkron maya.

Lain lagi dengan seorang siswa yang belajar dimana saja, kapan saja, dengan teman belajar bisa siapa saja yang ada pada milist. Belajar seperti ini tentu sangat menyenangkan, karena belajar bisa kapan saja sesuai mood di pembelajar. Selama provider untuk sesi itu terbuka, selama itu pula belajar bisa berlangsung. Belajar seperti ini disebut asinkronus kolaboratif (Chaeruman, 2018).

Belajar pada masa kini tidak lagi terbatas kepada mereka yang dulu disebut pelajar. Kini semua orang menjadi pelajar, tapi tidak memiliki kelas. Mereka memiliki keinginan untuk menguasai sesuatu. Mereka belajar sendiri, mencoba hasil belajarnya sendiri. Misalnya seorang ibu rumah tangga ingin membuka usaha rumahan. Dia membaca semua hal terkait bagaimana cara  buka usaha rumahan. Selanjutnya untuk membuka usaha, dia memutuskan berkiprah di bidang memasak sesuai hobinya. Maka dia, tanpa ada guru langsung, belajar memasak berbagai macam makanan dari laman yabg menyediakan itu. Dia belajar sendiri, berpraktik sendiri, dan menguji hasil belajarnya sendiri. Inilah moda belajar asinkronus mandiri atau bahasa kerennya  Self-Paced Asynchronous. 
Pendidikan diharapkan mengantarkan pada pembelajar asinkronus mandiri dimana para siswa belajar karena merasa butuh. Mereka menggali sendiri, mempraktikan sendiri hasil belajarnya dan merasakan manfaat hasil belajarnya. 

Menciptakan pembelajar asinkronus mandiri tentu tidak akan pernah terjadi jika tidak ada sarana untuk itu. e-modul merupakan salah satu alternatif untuk memfasilitasi siswa belajar asinkronus mandiri. Para siswa bisa memilih materi ajar apa yang ingin didalaminya. Mereka bisa mengulang materi berapa kali, sesuai dengan keinginannya. Mereka bisa berpindah ke pelajaran lain sesuai rasa ingin tahunya.

Para guru masa kini dituntut untuk mampu memberikan pilihan dalam belajar. Belajar secara sinkron tentu sangat ideal karena siswa dapat mengomunikasikan dan menanyakan langsung jika ada hal yang belum dipahaminya. Keidealan ini terkurangi dengan kondisi bahwa pada belajar moda sinkron, materi ajar diberikan secara paket, terjadwal, sehingga siswa tidak bisa memiliki kebebasan memilih mau belajar apa pada jam berapa, tapi harus belajar sesuai jadwal. 

Belajar moda sinkron tentu memiliki kelebihan. Salah satunya adalah membangun dan membentuk 'rutin' atau kebiasaan belajar. Para siswa yang tidak termasuk pada kelompok pembelajar mandiri, sangat diuntungkan dengan moda belajar sinkron. Keberadaan guru dan teman belajar untuk berkolaborasi memberinya peluang untuk mendapatkan keterampilan sosial dan kognitif sekaligus sesuai masa belajar.

Namun seiring lahirnya dunia maya yang menawarkan hampir semua hal. Maka bahan belajar pun sejatinya dapat diperoleh semudah berkata "OK Google..." dan muncullah semua yang diminta.

E-modul yang memungkinkan para siswa dapat menggali lebih dalam tentang hal yang ingin dipelajarinya sudah saatnya disiapkan oleh para guru. Keraguan apakah para guru mampu menyiapkan e-modul yang memenuhi kebutuhan siswa, tidak perlu diajukan. Selama guru memiliki kemauan untuk belajar, maka selama itu pula e-modul bisa hadir (Langgeng, 2018).

Membuat e-modul  cenderung lebih mudah jika dimulai dengan membuat modul terlebih dahulu. Beda modul dengan e-modul terletak pada fasilitas. Jika modul hanya menyediakan teks, dan gambar saja. Maka e-modul menyediakan teks, gambar (image), suara (sound, mp3), gambar bergerak (video, mp4), dan aktivitas interaktif yang hanya bisa diberikan oleh aplikasi tertentu.
Sebagai contoh, pada pelajaran bahasa Inggris materi News Item. Jika pada modul, ketika mengenalkan berita dari radio. Pada modul muncul teks yang mewakili suara penyiar radio dan para siswa membacanya. 

Pada e-modul, untuk hal ini dapat menjadi lebih menarik. Para siswa dapat mengklik bagian MP3 dan menyimak siaran radio. Jika yang didengarkan tidak dapat dipahami, klik teks penyerta, maka siswa dapat melihat naskah yang dibacakan penyiar radio tadi. Pada saat para siswa diuji apakah mereka paham atau tidak terhadap isi berita radio tadi, mereka dapat menjawab pertanyaan, dengan cara mengetikkan jawaban pada bagian yang telah disediakan. Untuk mengetahui jawabannya benar atau tidak, mereka dapat mengklik bagian yang menyediakan jawaban. 

Itu gambaran sederhana e-modul yang pada praktik pembuatannya tentu saja memerlukan kesabaran dan sekaligus keahlian. 

Tersedianya e-modul yang membantu siswa memiliki banyak pilihan untuk belajar menjadi penting mengingat para siswa harus dilayani sesuai karakteristiknya. Para siswa adalah warga negara yang karakteriknya sangat akrab dengan layar dan tombol. Maka tepat jika para guru move on dalam urusan menyediakan bahan ajar.








Sunday, October 28, 2018

Turunan Cidamar

Indit teh ngahaja rebun-rebunn kénéh.  Méméh panon poé meletèk, rérés salat subuh, motor geus ngadius mapay jalan raya, ngidul ngajugjug ka lembur anu can perenah nincak. Nyaho ngaran wungkul téh lain bohong. 

Ijiran kira-kira 6 jam pasti nepi kanu dituju. Jam 10 isuk-isuk kudu geus nepi ka tempat anu dimaksud. Boga jangji rék nepungan dulur anu pindah ka tempat nu jauh. Cidamar.
Ngaran tempat téh siga anu boga harti. Damar, lamun jaman ayeuna mah sarua jeung lampu. Lain lampu anu maké listrik,  ieu mah lampu cempor. Pasti teu ngarti naon ari lampu cempor.
Lampu anu maké minyak tanah, centirna ngan hiji, tah éta lampu cempor.  Biasana dijieunna tina urut kaléng Botan. Naha kaléng Botan? Jaman baheula lamun hayang nyirian saha jalma nu boga duit,  tingalian we ka carangka runtahna. Lamun aya cangkang Botan, tah éta beunghar. Jaman harita mah, cangkang Botan téh penting pisan,  matak sok ditaréangan panan bisa dipaké nyieun parudan, nyieun lèteran keur naker bèas, jeung nu utama mah keur nyieun cempor. Ngeusian minyak tanahna teu leuk-leuk pan rada gede kaleng botan mah, bisa asup minyak tanah kana saparat léterna. 

Cangkang Botan téa, dikohokan luhurna,  ditambahan wé sèng leutik  anu digulungkeun keur wadah sumbu. Teu maké semprong, ngagedur kitu baé matak hideung liang irung. 

Semprong gé pasti teu ngarti. Semprong mah siga kap, kap khusus keur nutupan centir lampu anu sumbuna hurung, ngarah seuneuna teu kakalicesan atawa pareum ku angin.

Lamun ningali kana kumaha bisana caang dina waktu peuting keur jaman baheula, kacida matak riweuhna keur jelema kiwari anu sagala instan mah. Loba unak anikna. Barudak jaman baheula henteu ngarasa riweuh ku urusan ngahurungkeun lampu da dimana-mana kitu ilaharna. Galib, kitu ceuk istilah nini mah. 

Aéh karah ngomongkeun budak jaman baheula.  Apanan keur ngabahas Cidamar.

Indit ka Cidamar téh meunang pangjurung ti indung. Pajar téh,  "Enéng, cukcruk amang hidep anu ngan kari hiji-hijina. Baheula ema geus kedal ucap,  rék méré bagian waris ti bapa hidep, ku duit. Ayeuna pan bapa geus tilar, tah ema mah embung ngeukeuweuk banda nu lain hak. Téangan amang hidep, Amsor katelahna mah. Cenah pindah ka Puncak Haur, Cidamar. Omat kudu kapanggih."
Paménta indung anu tacan jejeg 100 poé ditilar salaki, najan tacan ngalaman, kacipta kumaha sedihna. Komo bari aya kecap anu pakuat pakait jeung almarhum bapa, tangtuna gé pikeun indung kuring anu sakitu tumutna ka salaki, jadi bangbaluh.

Kuring, awéwé, meujeuhna buta tulang buta daging, belekesenteng ceuk pangjejeléh nini mah. Ngan henteu ari tunggul di rarud catang di rumpak mah. Kuring boga watek siga lalaki, éta mah ceuk batur, kuring sorangan mah, nya teu rumasa atuh. Meureun pédah bisa ngurus kenténg bocor, ngomèan keran mangpet, ngababad jukut nu jaradi di buruan imah, ngumbah motor. 

Atuda pan euweuh sasaha di imah téh,  kari nini nu geus jelas nini-nini tulén euweuh huntuan jeung moal maham kana ngoméan keran cai, nyahona téh pan pancuran. Atuh indung, maènya guguntayangan maké samping naék ka para imah. Nya kari kuring, anu biasa maké calana jin, kaos teuing nanahaon mérekna, kahayang mah mérékna H&R, anu kudu tanggung jawab ngurus imah. Balik deui kana H&R, éta téh mèrék luar negeri. Ngan ari keur sakuringeun mah hartina téh Hargaan & Rupaan.

Pan béda atuh kaos hargaan jeung rupaan mah, pada nyaho, dipakéna matak teu hareudang, jeung teu arateul,  nu utamana teu kanyahoan meulina ti hareupeun pagadéan!

Waktu menta idin indit ngaberengbeng kana motor sorangan gé, boh nini boh indung sigana teu melang ieuh. Da geus biasa, kana motor lain sakali dua kali, geus ti SMP kénéh. Geus ledeg ka pasar, ka Cibeber, ka Bandung ogé maké motor.

Barang rék indit. Ditiup embun-embunan ku nini jeung indung dibarengan ku ngagorolang doa pangjajap. Semu dareuda ema ngabéjaan lamun indit ka Cidamar hartina nepungan bali geusan ngajadi, Nu jadi bapa pan pituin, asli urang Cidamar. CIcing di kota Cianjur sotéh pedah baé jadi guru SD. Geus ilahar pan di CIanjur mah, guru-guru SD mah pasti asalna ti Cidamar, CIdaun, Kadupandak. Ti lembur basisir Cianjur beulah kidul. Ceuk bapa mah, urang kota mah arembungeun jadi guru téh sabab gajihna teu kaharti, kaharti kénéh dagang. Ari bapa mah bisa sakola ka kota lantaran pesen ti aki. Lamun hayang jadi jelema, kudu jadi guru. 
Kuring sok mesem lamun merhatikeun pesen kolot-kolot jaman baheula. Apan geus jelas bapa téh jelema, naha bet kudu jadi guru heula, kakarak jadi jelema. Meuren mun ceuk budak ayeuna mah you are somebody, not just some and body.  

Omongan kolot baheula mah kudu dipikiran. Sok loba malapah gedang, maksudna kamana, dipéngkolkeun heula kamana. Atawa maksudna kamana, ditepikeun ku siloka. Kuring mah sok pok baé ménta harti saujratna. Kalakuan kitu téh ku ema mah sok kadang digenggeureuhkeun. Pernah sakali mangsa mah ku bapa rada disentak. 
"Ari nyarita jeung  kolot, sing hade basa jeung semuna. Ulah alesan taya waktu, ngomong tog mol. Anaking, urang mah lain jalma samanéa, urang mah turunan Cidamar."

Na haté mah mentegeg. Naon urusanna ngomong jeung turunan Cidamar. 
"Sanés kirang sopan Pa, kaleresan baé abdina aya PR."
"PR mah teu penting, nu penting nyaho rundayan. Saha ari nini-aki, bibit-buit. Palias poho ka asal, palias poho ka bagal. Hana nguni hama mangke, tan hana .... lah naon saterusna, poho" Bapa mamatahan sakaligus ngahulag, bari anger, kaluar deui baé basa nu araranéhna, untung cenah poho.

Sirah pinuh ku obrolan jeung almarhum bapa. Rumasa loba némbal ka bapa téh. Bapa mah lamun nyarita ngeunaan tutungkusan kolot baheula, kuring sok asa diajak balik deui ka jaman Mataram. Jaman dimana sacideuh metu saucap nyata, sagala supata kajadian. Kuring rada ngarti saeutik kana sajarah mah, ngan sajarah anu di sakola. Lain sajarah ménak Cidamar anu teu aya dina buku sajarah Indonesia. 

Asa nongtoreng kana ceuli omongan Bapa anu ngabuka rundayan Cidamar. 
"Tengetkeun anaking, Cianjur pakidulan, kaasup daerah Jampang. Aya Jampang kulon anu di Sukabumi, Jampang Tengah, anu kaasup ka Bojong Lopang Sukabumi. Tah aya hiji deui, nyaeta Jampang Wetan anu ngawengku Pagelaran, Tanggeung, terus mipir basisir nepika Cidamar."

Bari nyekelan setang motor, kuring siga nuturkeun omongan Bapa. Mimiti ninggalkeun kota, asup ka Cibeber, Sukanagara, Pagelaran, Cibinong, terus ngidul bus ka Sindang Barang. Jalan leucir karak bérés dicor semen. Lain leucir kétang, taruktuk teu cara jalan aspal.Sisi jalanna tacan dirapikhkeun, pating logodor kénéh kawat urut ngecor nalongérak matak bucat pan mu ngait kadinya. Jalan karasa taruktuk teu cara jalan aspal. Motor ngageuleuyeung, kuring anteng nempo jalan, ngan ari pikiran mah anger baé keur ngobrol jeung Bapa.

"Cidamar mah aya cirina, nyaéta gunung Béngbréng. "
Ti tatadi ti sprak asup ka Tanggeung, geus katingali gunung nangtawing warnana koneng, ngadingding. DIna haté ngecewis," Merureun ieu Gunung Béngbréng anu dimaksud ku Bapa. Geus kaambeu bau laut, Sindang Barang."

Bapa kadéngé deui nyarita, "Cidamar kasohor tempat anu nyumput, hésé disaba, kudu naék géték atawa rakit lamun hayang kadinya. Ku kituna Cidamar jadi daérah panyumputan karaman atawa rampog. Keur ngamankeun tukang bobok tukang tarok, nya Sultan Agung Mataram ngutus Rasen Brajadiguna ti Sukapura keur ngamankeun Cidamar. Sanggeus CIdamar aman, Raden Bajadiguna jadi umbul di Cidamar anu wilayahna nyaeta Campaka,Sukanagara, Kadupandak, Pagelaran, Tanggeung, Cibinong, Lélés,  Sindang Barang, Cidaun, Cikadu jeung Naringgul." 

Karak nyambung omongan Bapa jeung tempat anu kaliwatan ku kuring ayeuna, Sindang Barang ceuk tulisan dina plang. Ngong deui Bapa jéntré pisan nyarita, "Ngan saprak dijajah ku Walanda, Cidamar dijeun daérah perkebunan Karet nyaéta kaasup ka Ondernenimg Cibancét, CIgebang, Pasir Tujuh. Lamun kebon téh mah di Kolébérés, pepelakan kina mah di Cimaskara. Keur kaperluan onjoyna hasil perkebunan, ku Walanda dilegaan nepika Sukaati, Sanumra, Rancabali, tembus ka Bandung. Tah urang mah mah kaasup ka seuwu siwi Cidamar anu bibit buitna ti Sukapura, lain lalawora."

Kuring anteng baé neruskeun perjalanan. Dina angkeuhan, istirahat mah engké we lamun geus karasa lapar. Motor ngeureuyeuh maju. Najan geus ampir jam 9, hawa téh karasa tiis kénéh. Meureun ku lantaran rada miripis hujan. 

Katingali jalan téh rada méngkol saeutik. Semén cor jalan bangun rada dipulas deui ku aci semén. Dina haté nyarita, "Jalan semén diacian, torombol, sigana keur nutup anu barolong. Lamun hujan mah, matak nyolédat motor." 

Tacan gé garing biwir, ujug-ujug koléwang motor ngagalieung ka kénca, ban hareupna ngagejlig kana sisi jalan anu sigana aya kana 75 sentina tina coran tempat nincak motor. Kuring kabawa motor, teu inget nanaon. Inget-inget sotéh geu diuk di tengah jalan bari panon merong kana suku kénca. Kamana sapatu? Kaos kaki rajét. Katempo getih ngucur ulawéran tina jempol suku anu dagingna jeung kukuna sompal saeutik.  Rét deui kana tuur katuhu, calana soéh, kulit tuur béak ngagasruk kana coran. Ramo suku kénca, tilu nu tatu. Suku katuhu bared, kulit tuurna nyingklak. 

"Néng, aduh, karunya teuing, hayu kadieu, urang urus heula tatuna, " kadénge sora awéwé nawaran pitulung. 
Katingali ogé sarérét aya lalaki nu nyampeurkeun, ngésérkeun motor supaya nangtung di sisi jalan.  Kuring merhatikeun kadua jelema éta. Bisi wé siga dina berita di WA, Fesbuk api-api nulungan padahal niatna jahat.

Kuring dibéyéng dibawa ka imahna  nu perenahna sisi jalan peuntaseun tempat kuring cilaka. SI ibu cuh cih nyiapkeun cai haneut keur ngumbah tatu. Si Bapana ngagidig ka tukangeun imah. Kuring rada curiga ka si Bapa, ti tatadi ngan jempé baé. Teu jelas rupa beungeutna, asana téh tungkul baé. Nu atra ukur buukna baé katingali galing, jeung dikongkoyang samping sarung anu disalepangkeun kana tak-takna. 

Sanggeus diberesihan, si Bapa nutup sakabeh tatu ku dangdaunan anu geus dibebek. Tina bauna mah, sigana manéhna maké daun babadotan jeung Kirinyuh. Sanggeus sakabéh nu tatu ditutupan ku bebek dangdaunan. Si Bapa ménta idin, cenah tuur kuring rada nyéngsol saeutik. Lengunna nyekel mamangkokan tuur. Krek kadéngé siga aya tulang nu disada. Teu karasa nyeri. Nu tatu oge teu karasa nyanyautan peurih. Na haté nyangka meureun maké obat tradisional mah kitu karasana. 

Aya kana sajamna kuring nyanghunjar ngadagoan panutup tatu rada garing. Si bapa bangun surti lamun kuring hayang geura indit. Manéhna ngagidig deui katukang, balik deui mawa kulit kai anu geus di papag jadi ipis. 
"Kulit kai naon éta Pa?" kuring panasaran.
"Ki Dapap," Si ibuna anu nembalan. Si Bapana mah ret- ret ngabungkus tuur, ramo-ramo ku Ki Dadap, jadi siga diperban  lamun jaman ayeuna mah. 
Geus bérés, si ibu ngajurung nitah indit. 
"Mangga teraskeun deui baé perjalanna Néng, insyallah aman."
Kuring bingung kumaha nganuhunkeun kana kahadean si ibu oge si bapa anu sakitu siga bébéakan nulungan. Ras kana dompét, pan mawa duit. Kuring ngasongkeun duit 100 rébu. 
"Aduh meni ageung-ageung teuing Néng, tong 100 rébu atuh."
"Teu aya récéh Bu, mangga wé masihan sadayana."
"iih ulah, ké urang lironan atuh nya sugan aya 50an," walonna bari asup ka jero imah.
Aya kana 5 menitna karak manéhna balik deui bari ménta hampura duit récéhna teu aya.
"Néng, engké uihna sampeur baé nya, ku ibu artosna dilironan ka warung." si ibu mutuskeun.
"Muhun, saé Bu, engké pas abdi wangsul, abdi mampir deui ka ibu, padahal mah abdi iklas Bu, mangga we artosna sadayana kangé ibu kalih bapa."
"Ah ulah Néng, kangé bengsin pan."

Ahirna kuring ngéléhan kana kahayang nu nulungan. Naon héséna engké ari balik, méngkol heula ka imahna. Sabaraha manéhna mulangkeun récéhna, sabodo teuing, dan geus gilig méré. 

Perjalanan ka Ciamar estuning nuturkeun kumaha ceuk google map. Teu loba tatanya kanu papaliwat, réncéd, kudu eureun heula, kudu basa basi heula. Katambah kapikiran bisi turun hujan gedé, atuh bahaya, tatu bakal kahujanan, mangkaning dangdaunan mah pan teu cepet garing.

Nu jauh dijug-jug téh ahirna mah nepi ogé. Srog ka imahna amang Amsor dumasar kana pituduh jelema anu tijauhna kénéh geus nuduhkeun. Sihoreng ngaran Amsor téh sohor. Ampir saban jelema nyaho, Baping Amsor tukang tutulung, tukang méré pituduh, panglupatan jelema susah jeung bingung. Tukang puasa jeung tukang nyepi, ngurus agama, nepika teu wani boga pamajikan. Pajar téh sieun teu bisa mawana. Kitu béja nu katarima ku kuring mah.

Kuring ditarima kalayan daria. Ma'lum kakarak pangih harita. Kuring merhatikeun ti luhur sausap rambut ka handap sausap dampal. Jelamana bangunna keur ngorana kasép, ngan dedegan Amang téh asa mirip jeung lalaki anu tadi ngubaran kuring, buukna sarua galing. Tapi panyangka éta teu lila nyangkaruk dina pikiran.  Manehna ngajak gobrol ngalér ngidul ngeunaan jujutan rundayan kulawarha Cidamar. Kuring ngaregepkeun baIndit teh ngahaja rebun-rebunn kénéh.  Méméh panon poé meletèk, rérés salat subuh, motor geus ngadius mapay jalan raya, ngidul ngajugjug ka lembur anu can perenah nincak. Nyaho ngaran wungkul téh lain bohong. 

Ijiran kira-kira 6 jam pasti nepi kanu dituju. Jam 10 isuk-isuk kudu geus nepi ka tempat anu dimaksud. Boga jangji rék nepungan dulur anu pindah ka tempat nu jauh. Cidamar.
Ngaran tempat téh siga anu boga harti. Damar, lamun jaman ayeuna mah sarua jeung lampu. Lain lampu anu maké listrik,  ieu mah lampu cempor. Pasti teu ngarti naon ari lampu cempor.
Lampu anu maké minyak tanah, centirna ngan hiji, tah éta lampu cempor.  Biasana dijieunna tina urut kaléng Botan. Naha kaléng Botan? Jaman baheula lamun hayang nyirian saha jalma nu boga duit,  tingalian we ka carangka runtahna. Lamun aya cangkang Botan, tah éta beunghar. Jaman harita mah, cangkang Botan téh penting pisan,  matak sok ditaréangan panan bisa dipaké nyieun parudan, nyieun lèteran keur naker bèas, jeung nu utama mah keur nyieun cempor. Ngeusian minyak tanahna teu leuk-leuk pan rada gede kaleng botan mah, bisa asup minyak tanah kana saparat léterna. 

Cangkang Botan téa, dikohokan luhurna,  ditambahan wé sèng leutik  anu digulungkeun keur wadah sumbu. Teu maké semprong, ngagedur kitu baé matak hideung liang irung. 

Semprong gé pasti teu ngarti. Semprong mah siga kap, kap khusus keur nutupan centir lampu anu sumbuna hurung, ngarah seuneuna teu kakalicesan atawa pareum ku angin.

Lamun ningali kana kumaha bisana caang dina waktu peuting keur jaman baheula, kacida matak riweuhna keur jelema kiwari anu sagala instan mah. Loba unak anikna. Barudak jaman baheula henteu ngarasa riweuh ku urusan ngahurungkeun lampu da dimana-mana kitu ilaharna. Galib, kitu ceuk istilah nini mah. 

Aéh karah ngomongkeun budak jaman baheula.  Apanan keur ngabahas Cidamar.

Indit ka Cidamar téh meunang pangjurung ti indung. Pajar téh,  "Enéng, cukcruk amang hidep anu ngan kari hiji-hijina. Baheula ema geus kedal ucap,  rék méré bagian waris ti bapa hidep, ku duit. Ayeuna pan bapa geus tilar, tah ema mah embung ngeukeuweuk banda nu lain hak. Téangan amang hidep, Amsor katelahna mah. Cenah pindah ka Puncak Haur, Cidamar. Omat kudu kapanggih."
Paménta indung anu tacan jejeg 100 poé ditilar salaki, najan tacan ngalaman, kacipta kumaha sedihna. Komo bari aya kecap anu pakuat pakait jeung almarhum bapa, tangtuna gé pikeun indung kuring anu sakitu tumutna ka salaki, jadi bangbaluh.

Kuring, awéwé, meujeuhna buta tulang buta daging, belekesenteng ceuk pangjejeléh nini mah. Ngan henteu ari tunggul di rarud catang di rumpak mah. Kuring boga watek siga lalaki, éta mah ceuk batur, kuring sorangan mah, nya teu rumasa atuh. Meureun pédah bisa ngurus kenténg bocor, ngomèan keran mangpet, ngababad jukut nu jaradi di buruan imah, ngumbah motor. 

Atuda pan euweuh sasaha di imah téh,  kari nini nu geus jelas nini-nini tulén euweuh huntuan jeung moal maham kana ngoméan keran cai, nyahona téh pan pancuran. Atuh indung, maènya guguntayangan maké samping naék ka para imah. Nya kari kuring, anu biasa maké calana jin, kaos teuing nanahaon mérekna, kahayang mah mérékna H&R, anu kudu tanggung jawab ngurus imah. Balik deui kana H&R, éta téh mèrék luar negeri. Ngan ari keur sakuringeun mah hartina téh Hargaan & Rupaan.

Pan béda atuh kaos hargaan jeung rupaan mah, pada nyaho, dipakéna matak teu hareudang, jeung teu arateul,  nu utamana teu kanyahoan meulina ti hareupeun pagadéan!

Waktu menta idin indit ngaberengbeng kana motor sorangan gé, boh nini boh indung sigana teu melang ieuh. Da geus biasa, kana motor lain sakali dua kali, geus ti SMP kénéh. Geus ledeg ka pasar, ka Cibeber, ka Bandung ogé maké motor.

Barang rék indit. Ditiup embun-embunan ku nini jeung indung dibarengan ku ngagorolang doa pangjajap. Semu dareuda ema ngabéjaan lamun indit ka Cidamar hartina nepungan bali geusan ngajadi, Nu jadi bapa pan pituin, asli urang Cidamar. CIcing di kota Cianjur sotéh pedah baé jadi guru SD. Geus ilahar pan di CIanjur mah, guru-guru SD mah pasti asalna ti Cidamar, CIdaun, Kadupandak. Ti lembur basisir Cianjur beulah kidul. Ceuk bapa mah, urang kota mah arembungeun jadi guru téh sabab gajihna teu kaharti, kaharti kénéh dagang. Ari bapa mah bisa sakola ka kota lantaran pesen ti aki. Lamun hayang jadi jelema, kudu jadi guru. 
Kuring sok mesem lamun merhatikeun pesen kolot-kolot jaman baheula. Apan geus jelas bapa téh jelema, naha bet kudu jadi guru heula, kakarak jadi jelema. Meuren mun ceuk budak ayeuna mah you are somebody, not just some and body.  

Omongan kolot baheula mah kudu dipikiran. Sok loba malapah gedang, maksudna kamana, dipéngkolkeun heula kamana. Atawa maksudna kamana, ditepikeun ku siloka. Kuring mah sok pok baé ménta harti saujratna. Kalakuan kitu téh ku ema mah sok kadang digenggeureuhkeun. Pernah sakali mangsa mah ku bapa rada disentak. 
"Ari nyarita jeung  kolot, sing hade basa jeung semuna. Ulah alesan taya waktu, ngomong tog mol. Anaking, urang mah lain jalma samanéa, urang mah turunan Cidamar."

Na haté mah mentegeg. Naon urusanna ngomong jeung turunan Cidamar. 
"Sanés kirang sopan Pa, kaleresan baé abdina aya PR."
"PR mah teu penting, nu penting nyaho rundayan. Saha ari nini-aki, bibit-buit. Palias poho ka asal, palias poho ka bagal. Hana nguni hama mangke, tan hana .... lah naon saterusna, poho" Bapa mamatahan sakaligus ngahulag, bari anger, kaluar deui baé basa nu araranéhna, untung cenah poho.

Sirah pinuh ku obrolan jeung almarhum bapa. Rumasa loba némbal ka bapa téh. Bapa mah lamun nyarita ngeunaan tutungkusan kolot baheula, kuring sok asa diajak balik deui ka jaman Mataram. Jaman dimana sacideuh metu saucap nyata, sagala supata kajadian. Kuring rada ngarti saeutik kana sajarah mah, ngan sajarah anu di sakola. Lain sajarah ménak Cidamar anu teu aya dina buku sajarah Indonesia. 

Asa nongtoreng kana ceuli omongan Bapa anu ngabuka rundayan Cidamar. 
"Tengetkeun anaking, Cianjur pakidulan, kaasup daerah Jampang. Aya Jampang kulon anu di Sukabumi, Jampang Tengah, anu kaasup ka Bojong Lopang Sukabumi. Tah aya hiji deui, nyaeta Jampang Wetan anu ngawengku Pagelaran, Tanggeung, terus mipir basisir nepika Cidamar."

Bari nyekelan setang motor, kuring siga nuturkeun omongan Bapa. Mimiti ninggalkeun kota, asup ka Cibeber, Sukanagara, Pagelaran, Cibinong, terus ngidul bus ka Sindang Barang. Jalan leucir karak bérés dicor semen. Lain leucir kétang, taruktuk teu cara jalan aspal.Sisi jalanna tacan dirapikhkeun, pating logodor kénéh kawat urut ngecor nalongérak matak bucat pan mu ngait kadinya. Jalan karasa taruktuk teu cara jalan aspal. Motor ngageuleuyeung, kuring anteng nempo jalan, ngan ari pikiran mah anger baé keur ngobrol jeung Bapa.

"Cidamar mah aya cirina, nyaéta gunung Béngbréng. "
Ti tatadi ti sprak asup ka Tanggeung, geus katingali gunung nangtawing warnana koneng, ngadingding. DIna haté ngecewis," Merureun ieu Gunung Béngbréng anu dimaksud ku Bapa. Geus kaambeu bau laut, Sindang Barang."

Bapa kadéngé deui nyarita, "Cidamar kasohor tempat anu nyumput, hésé disaba, kudu naék géték atawa rakit lamun hayang kadinya. Ku kituna Cidamar jadi daérah panyumputan karaman atawa rampog. Keur ngamankeun tukang bobok tukang tarok, nya Sultan Agung Mataram ngutus Rasen Brajadiguna ti Sukapura keur ngamankeun Cidamar. Sanggeus CIdamar aman, Raden Bajadiguna jadi umbul di Cidamar anu wilayahna nyaeta Campaka,Sukanagara, Kadupandak, Pagelaran, Tanggeung, Cibinong, Lélés,  Sindang Barang, Cidaun, Cikadu jeung Naringgul." 

Karak nyambung omongan Bapa jeung tempat anu kaliwatan ku kuring ayeuna, Sindang Barang ceuk tulisan dina plang. Ngong deui Bapa jéntré pisan nyarita, "Ngan saprak dijajah ku Walanda, Cidamar dijeun daérah perkebunan Karet nyaéta kaasup ka Ondernenimg Cibancét, CIgebang, Pasir Tujuh. Lamun kebon téh mah di Kolébérés, pepelakan kina mah di Cimaskara. Keur kaperluan onjoyna hasil perkebunan, ku Walanda dilegaan nepika Sukaati, Sanumra, Rancabali, tembus ka Bandung. Tah urang mah mah kaasup ka seuwu siwi Cidamar anu bibit buitna ti Sukapura, lain lalawora."

Kuring anteng baé neruskeun perjalanan. Dina angkeuhan, istirahat mah engké we lamun geus karasa lapar. Motor ngeureuyeuh maju. Najan geus ampir jam 9, hawa téh karasa tiis kénéh. Meureun ku lantaran rada miripis hujan. 

Katingali jalan téh rada méngkol saeutik. Semén cor jalan bangun rada dipulas deui ku aci semén. Dina haté nyarita, "Jalan semén diacian, torombol, sigana keur nutup anu barolong. Lamun hujan mah, matak nyolédat motor." 

Tacan gé garing biwir, ujug-ujug koléwang motor ngagalieung ka kénca, ban hareupna ngagejlig kana sisi jalan anu sigana aya kana 75 sentina tina coran tempat nincak motor. Kuring kabawa motor, teu inget nanaon. Inget-inget sotéh geu diuk di tengah jalan bari panon merong kana suku kénca. Kamana sapatu? Kaos kaki rajét. Katempo getih ngucur ulawéran tina jempol suku anu dagingna jeung kukuna sompal saeutik.  Rét deui kana tuur katuhu, calana soéh, kulit tuur béak ngagasruk kana coran. Ramo suku kénca, tilu nu tatu. Suku katuhu bared, kulit tuurna nyingklak. 

"Néng, aduh, karunya teuing, hayu kadieu, urang urus heula tatuna, " kadénge sora awéwé nawaran pitulung. 
Katingali ogé sarérét aya lalaki nu nyampeurkeun, ngésérkeun motor supaya nangtung di sisi jalan.  Kuring merhatikeun kadua jelema éta. Bisi wé siga dina berita di WA, Fesbuk api-api nulungan padahal niatna jahat.

Kuring dibéyéng dibawa ka imahna  nu perenahna sisi jalan peuntaseun tempat kuring cilaka. SI ibu cuh cih nyiapkeun cai haneut keur ngumbah tatu. Si Bapana ngagidig ka tukangeun imah. Kuring rada curiga ka si Bapa, ti tatadi ngan jempé baé. Teu jelas rupa beungeutna, asana téh tungkul baé. Nu atra ukur buukna baé katingali galing, jeung dikongkoyang samping sarung anu disalepangkeun kana tak-takna. 

Sanggeus diberesihan, si Bapa nutup sakabeh tatu ku dangdaunan anu geus dibebek. Tina bauna mah, sigana manéhna maké daun babadotan jeung Kirinyuh. Sanggeus sakabéh nu tatu ditutupan ku bebek dangdaunan. Si Bapa ménta idin, cenah tuur kuring rada nyéngsol saeutik. Lengunna nyekel mamangkokan tuur. Krek kadéngé siga aya tulang nu disada. Teu karasa nyeri. Nu tatu oge teu karasa nyanyautan peurih. Na haté nyangka meureun maké obat tradisional mah kitu karasana. 

Aya kana sajamna kuring nyanghunjar ngadagoan panutup tatu rada garing. Si bapa bangun surti lamun kuring hayang geura indit. Manéhna ngagidig deui katukang, balik deui mawa kulit kai anu geus di papag jadi ipis. 
"Kulit kai naon éta Pa?" kuring panasaran.
"Ki Dapap," Si ibuna anu nembalan. Si Bapana mah ret- ret ngabungkus tuur, ramo-ramo ku Ki Dadap, jadi siga diperban  lamun jaman ayeuna mah. 
Geus bérés, si ibu ngajurung nitah indit. 
"Mangga teraskeun deui baé perjalanna Néng, insyallah aman."
Kuring bingung kumaha nganuhunkeun kana kahadean si ibu oge si bapa anu sakitu siga bébéakan nulungan. Ras kana dompét, pan mawa duit. Kuring ngasongkeun duit 100 rébu. 
"Aduh meni ageung-ageung teuing Néng, tong 100 rébu atuh."
"Teu aya récéh Bu, mangga wé masihan sadayana."
"iih ulah, ké urang lironan atuh nya sugan aya 50an," walonna bari asup ka jero imah.
Aya kana 5 menitna karak manéhna balik deui bari ménta hampura duit récéhna teu aya.
"Néng, engké uihna sampeur baé nya, ku ibu artosna dilironan ka warung." si ibu mutuskeun.
"Muhun, saé Bu, engké pas abdi wangsul, abdi mampir deui ka ibu, padahal mah abdi iklas Bu, mangga we artosna sadayana kangé ibu kalih bapa."
"Ah ulah Néng, kangé bengsin pan."

Ahirna kuring ngéléhan kana kahayang nu nulungan. Naon héséna engké ari balik, méngkol heula ka imahna. Sabaraha manéhna mulangkeun récéhna, sabodo teuing, dan geus gilig méré. 

Perjalanan ka Ciamar estuning nuturkeun kumaha ceuk google map. Teu loba tatanya kanu papaliwat, réncéd, kudu eureun heula, kudu basa basi heula. Katambah kapikiran bisi turun hujan gedé, atuh bahaya, tatu bakal kahujanan, mangkaning dangdaunan mah pan teu cepet garing.

Nu jauh dijug-jug téh ahirna mah nepi ogé. Srog ka imahna amang Amsor dumasar kana pituduh jelema anu tijauhna kénéh geus nuduhkeun. Sihoreng ngaran Amsor téh sohor. Ampir saban jelema nyaho, Baping Amsor tukang tutulung, tukang méré pituduh, panglupatan jelema susah jeung bingung. Tukang puasa jeung tukang nyepi, ngurus agama, nepika teu wani boga pamajikan. Pajar téh sieun teu bisa mawana. Kitu béja nu katarima ku kuring mah.

Kuring ditarima kalayan daria. Ma'lum kakarak pangih harita. Kuring merhatikeun ti luhur sausap rambut ka handap sausap dampal. Jelamana bangunna keur ngorana kasép, ngan dedegan Amang téh asa mirip jeung lalaki anu tadi ngubaran kuring, buukna sarua galing. Tapi panyangka éta teu lila nyangkaruk dina pikiran.  Manehna Ngobrol ngalér ngidul anu brasna kana nepikeun jeung méréskeun amanat ti Bapa anu tos taya dikieuna. Paromanna ngadadak robah waktu kuring ngasongkeun amplop titipan ti ema., da geuning caritana sarua jeung anu dinge=Indit teh ngahaja rebun-rebunn kénéh.  Méméh panon poé meletèk, rérés salat subuh, motor geus ngadius mapay jalan raya, ngidul ngajugjug ka lembur anu can perenah nincak. Nyaho ngaran wungkul téh lain bohong. 

Ijiran kira-kira 6 jam pasti nepi kanu dituju. Jam 10 isuk-isuk kudu geus nepi ka tempat anu dimaksud. Boga jangji rék nepungan dulur anu pindah ka tempat nu jauh. Cidamar.
Ngaran tempat téh siga anu boga harti. Damar, lamun jaman ayeuna mah sarua jeung lampu. Lain lampu anu maké listrik,  ieu mah lampu cempor. Pasti teu ngarti naon ari lampu cempor.
Lampu anu maké minyak tanah, centirna ngan hiji, tah éta lampu cempor.  Biasana dijieunna tina urut kaléng Botan. Naha kaléng Botan? Jaman baheula lamun hayang nyirian saha jalma nu boga duit,  tingalian we ka carangka runtahna. Lamun aya cangkang Botan, tah éta beunghar. Jaman harita mah, cangkang Botan téh penting pisan,  matak sok ditaréangan panan bisa dipaké nyieun parudan, nyieun lèteran keur naker bèas, jeung nu utama mah keur nyieun cempor. Ngeusian minyak tanahna teu leuk-leuk pan rada gede kaleng botan mah, bisa asup minyak tanah kana saparat léterna. 

Cangkang Botan téa, dikohokan luhurna,  ditambahan wé sèng leutik  anu digulungkeun keur wadah sumbu. Teu maké semprong, ngagedur kitu baé matak hideung liang irung. 

Semprong gé pasti teu ngarti. Semprong mah siga kap, kap khusus keur nutupan centir lampu anu sumbuna hurung, ngarah seuneuna teu kakalicesan atawa pareum ku angin.

Lamun ningali kana kumaha bisana caang dina waktu peuting keur jaman baheula, kacida matak riweuhna keur jelema kiwari anu sagala instan mah. Loba unak anikna. Barudak jaman baheula henteu ngarasa riweuh ku urusan ngahurungkeun lampu da dimana-mana kitu ilaharna. Galib, kitu ceuk istilah nini mah. 

Aéh karah ngomongkeun budak jaman baheula.  Apanan keur ngabahas Cidamar.

Indit ka Cidamar téh meunang pangjurung ti indung. Pajar téh,  "Enéng, cukcruk amang hidep anu ngan kari hiji-hijina. Baheula ema geus kedal ucap,  rék méré bagian waris ti bapa hidep, ku duit. Ayeuna pan bapa geus tilar, tah ema mah embung ngeukeuweuk banda nu lain hak. Téangan amang hidep, Amsor katelahna mah. Cenah pindah ka Puncak Haur, Cidamar. Omat kudu kapanggih."
Paménta indung anu tacan jejeg 100 poé ditilar salaki, najan tacan ngalaman, kacipta kumaha sedihna. Komo bari aya kecap anu pakuat pakait jeung almarhum bapa, tangtuna gé pikeun indung kuring anu sakitu tumutna ka salaki, jadi bangbaluh.

Kuring, awéwé, meujeuhna buta tulang buta daging, belekesenteng ceuk pangjejeléh nini mah. Ngan henteu ari tunggul di rarud catang di rumpak mah. Kuring boga watek siga lalaki, éta mah ceuk batur, kuring sorangan mah, nya teu rumasa atuh. Meureun pédah bisa ngurus kenténg bocor, ngomèan keran mangpet, ngababad jukut nu jaradi di buruan imah, ngumbah motor. 

Atuda pan euweuh sasaha di imah téh,  kari nini nu geus jelas nini-nini tulén euweuh huntuan jeung moal maham kana ngoméan keran cai, nyahona téh pan pancuran. Atuh indung, maènya guguntayangan maké samping naék ka para imah. Nya kari kuring, anu biasa maké calana jin, kaos teuing nanahaon mérekna, kahayang mah mérékna H&R, anu kudu tanggung jawab ngurus imah. Balik deui kana H&R, éta téh mèrék luar negeri. Ngan ari keur sakuringeun mah hartina téh Hargaan & Rupaan.

Pan béda atuh kaos hargaan jeung rupaan mah, pada nyaho, dipakéna matak teu hareudang, jeung teu arateul,  nu utamana teu kanyahoan meulina ti hareupeun pagadéan!

Waktu menta idin indit ngaberengbeng kana motor sorangan gé, boh nini boh indung sigana teu melang ieuh. Da geus biasa, kana motor lain sakali dua kali, geus ti SMP kénéh. Geus ledeg ka pasar, ka Cibeber, ka Bandung ogé maké motor.

Barang rék indit. Ditiup embun-embunan ku nini jeung indung dibarengan ku ngagorolang doa pangjajap. Semu dareuda ema ngabéjaan lamun indit ka Cidamar hartina nepungan bali geusan ngajadi, Nu jadi bapa pan pituin, asli urang Cidamar. CIcing di kota Cianjur sotéh pedah baé jadi guru SD. Geus ilahar pan di CIanjur mah, guru-guru SD mah pasti asalna ti Cidamar, CIdaun, Kadupandak. Ti lembur basisir Cianjur beulah kidul. Ceuk bapa mah, urang kota mah arembungeun jadi guru téh sabab gajihna teu kaharti, kaharti kénéh dagang. Ari bapa mah bisa sakola ka kota lantaran pesen ti aki. Lamun hayang jadi jelema, kudu jadi guru. 
Kuring sok mesem lamun merhatikeun pesen kolot-kolot jaman baheula. Apan geus jelas bapa téh jelema, naha bet kudu jadi guru heula, kakarak jadi jelema. Meuren mun ceuk budak ayeuna mah you are somebody, not just some and body.  

Omongan kolot baheula mah kudu dipikiran. Sok loba malapah gedang, maksudna kamana, dipéngkolkeun heula kamana. Atawa maksudna kamana, ditepikeun ku siloka. Kuring mah sok pok baé ménta harti saujratna. Kalakuan kitu téh ku ema mah sok kadang digenggeureuhkeun. Pernah sakali mangsa mah ku bapa rada disentak. 
"Ari nyarita jeung  kolot, sing hade basa jeung semuna. Ulah alesan taya waktu, ngomong tog mol. Anaking, urang mah lain jalma samanéa, urang mah turunan Cidamar."

Na haté mah mentegeg. Naon urusanna ngomong jeung turunan Cidamar. 
"Sanés kirang sopan Pa, kaleresan baé abdina aya PR."
"PR mah teu penting, nu penting nyaho rundayan. Saha ari nini-aki, bibit-buit. Palias poho ka asal, palias poho ka bagal. Hana nguni hama mangke, tan hana .... lah naon saterusna, poho" Bapa mamatahan sakaligus ngahulag, bari anger, kaluar deui baé basa nu araranéhna, untung cenah poho.

Sirah pinuh ku obrolan jeung almarhum bapa. Rumasa loba némbal ka bapa téh. Bapa mah lamun nyarita ngeunaan tutungkusan kolot baheula, kuring sok asa diajak balik deui ka jaman Mataram. Jaman dimana sacideuh metu saucap nyata, sagala supata kajadian. Kuring rada ngarti saeutik kana sajarah mah, ngan sajarah anu di sakola. Lain sajarah ménak Cidamar anu teu aya dina buku sajarah Indonesia. 

Asa nongtoreng kana ceuli omongan Bapa anu ngabuka rundayan Cidamar. 
"Tengetkeun anaking, Cianjur pakidulan, kaasup daerah Jampang. Aya Jampang kulon anu di Sukabumi, Jampang Tengah, anu kaasup ka Bojong Lopang Sukabumi. Tah aya hiji deui, nyaeta Jampang Wetan anu ngawengku Pagelaran, Tanggeung, terus mipir basisir nepika Cidamar."

Bari nyekelan setang motor, kuring siga nuturkeun omongan Bapa. Mimiti ninggalkeun kota, asup ka Cibeber, Sukanagara, Pagelaran, Cibinong, terus ngidul bus ka Sindang Barang. Jalan leucir karak bérés dicor semen. Lain leucir kétang, taruktuk teu cara jalan aspal.Sisi jalanna tacan dirapikhkeun, pating logodor kénéh kawat urut ngecor nalongérak matak bucat pan mu ngait kadinya. Jalan karasa taruktuk teu cara jalan aspal. Motor ngageuleuyeung, kuring anteng nempo jalan, ngan ari pikiran mah anger baé keur ngobrol jeung Bapa.

"Cidamar mah aya cirina, nyaéta gunung Béngbréng. "
Ti tatadi ti sprak asup ka Tanggeung, geus katingali gunung nangtawing warnana koneng, ngadingding. DIna haté ngecewis," Merureun ieu Gunung Béngbréng anu dimaksud ku Bapa. Geus kaambeu bau laut, Sindang Barang."

Bapa kadéngé deui nyarita, "Cidamar kasohor tempat anu nyumput, hésé disaba, kudu naék géték atawa rakit lamun hayang kadinya. Ku kituna Cidamar jadi daérah panyumputan karaman atawa rampog. Keur ngamankeun tukang bobok tukang tarok, nya Sultan Agung Mataram ngutus Rasen Brajadiguna ti Sukapura keur ngamankeun Cidamar. Sanggeus CIdamar aman, Raden Bajadiguna jadi umbul di Cidamar anu wilayahna nyaeta Campaka,Sukanagara, Kadupandak, Pagelaran, Tanggeung, Cibinong, Lélés,  Sindang Barang, Cidaun, Cikadu jeung Naringgul." 

Karak nyambung omongan Bapa jeung tempat anu kaliwatan ku kuring ayeuna, Sindang Barang ceuk tulisan dina plang. Ngong deui Bapa jéntré pisan nyarita, "Ngan saprak dijajah ku Walanda, Cidamar dijeun daérah perkebunan Karet nyaéta kaasup ka Ondernenimg Cibancét, CIgebang, Pasir Tujuh. Lamun kebon téh mah di Kolébérés, pepelakan kina mah di Cimaskara. Keur kaperluan onjoyna hasil perkebunan, ku Walanda dilegaan nepika Sukaati, Sanumra, Rancabali, tembus ka Bandung. Tah urang mah mah kaasup ka seuwu siwi Cidamar anu bibit buitna ti Sukapura, lain lalawora."

Kuring anteng baé neruskeun perjalanan. Dina angkeuhan, istirahat mah engké we lamun geus karasa lapar. Motor ngeureuyeuh maju. Najan geus ampir jam 9, hawa téh karasa tiis kénéh. Meureun ku lantaran rada miripis hujan. 

Katingali jalan téh rada méngkol saeutik. Semén cor jalan bangun rada dipulas deui ku aci semén. Dina haté nyarita, "Jalan semén diacian, torombol, sigana keur nutup anu barolong. Lamun hujan mah, matak nyolédat motor." 

Tacan gé garing biwir, ujug-ujug koléwang motor ngagalieung ka kénca, ban hareupna ngagejlig kana sisi jalan anu sigana aya kana 75 sentina tina coran tempat nincak motor. Kuring kabawa motor, teu inget nanaon. Inget-inget sotéh geu diuk di tengah jalan bari panon merong kana suku kénca. Kamana sapatu? Kaos kaki rajét. Katempo getih ngucur ulawéran tina jempol suku anu dagingna jeung kukuna sompal saeutik.  Rét deui kana tuur katuhu, calana soéh, kulit tuur béak ngagasruk kana coran. Ramo suku kénca, tilu nu tatu. Suku katuhu bared, kulit tuurna nyingklak. 

"Néng, aduh, karunya teuing, hayu kadieu, urang urus heula tatuna, " kadénge sora awéwé nawaran pitulung. 
Katingali ogé sarérét aya lalaki nu nyampeurkeun, ngésérkeun motor supaya nangtung di sisi jalan.  Kuring merhatikeun kadua jelema éta. Bisi wé siga dina berita di WA, Fesbuk api-api nulungan padahal niatna jahat.

Kuring dibéyéng dibawa ka imahna  nu perenahna sisi jalan peuntaseun tempat kuring cilaka. SI ibu cuh cih nyiapkeun cai haneut keur ngumbah tatu. Si Bapana ngagidig ka tukangeun imah. Kuring rada curiga ka si Bapa, ti tatadi ngan jempé baé. Teu jelas rupa beungeutna, asana téh tungkul baé. Nu atra ukur buukna baé katingali galing, jeung dikongkoyang samping sarung anu disalepangkeun kana tak-takna. 

Sanggeus diberesihan, si Bapa nutup sakabeh tatu ku dangdaunan anu geus dibebek. Tina bauna mah, sigana manéhna maké daun babadotan jeung Kirinyuh. Sanggeus sakabéh nu tatu ditutupan ku bebek dangdaunan. Si Bapa ménta idin, cenah tuur kuring rada nyéngsol saeutik. Lengunna nyekel mamangkokan tuur. Krek kadéngé siga aya tulang nu disada. Teu karasa nyeri. Nu tatu oge teu karasa nyanyautan peurih. Na haté nyangka meureun maké obat tradisional mah kitu karasana. 

Aya kana sajamna kuring nyanghunjar ngadagoan panutup tatu rada garing. Si bapa bangun surti lamun kuring hayang geura indit. Manéhna ngagidig deui katukang, balik deui mawa kulit kai anu geus di papag jadi ipis. 
"Kulit kai naon éta Pa?" kuring panasaran.
"Ki Dapap," Si ibuna anu nembalan. Si Bapana mah ret- ret ngabungkus tuur, ramo-ramo ku Ki Dadap, jadi siga diperban  lamun jaman ayeuna mah. 
Geus bérés, si ibu ngajurung nitah indit. 
"Mangga teraskeun deui baé perjalanna Néng, insyallah aman."
Kuring bingung kumaha nganuhunkeun kana kahadean si ibu oge si bapa anu sakitu siga bébéakan nulungan. Ras kana dompét, pan mawa duit. Kuring ngasongkeun duit 100 rébu. 
"Aduh meni ageung-ageung teuing Néng, tong 100 rébu atuh."
"Teu aya récéh Bu, mangga wé masihan sadayana."
"iih ulah, ké urang lironan atuh nya sugan aya 50an," walonna bari asup ka jero imah.
Aya kana 5 menitna karak manéhna balik deui bari ménta hampura duit récéhna teu aya.
"Néng, engké uihna sampeur baé nya, ku ibu artosna dilironan ka warung." si ibu mutuskeun.
"Muhun, saé Bu, engké pas abdi wangsul, abdi mampir deui ka ibu, padahal mah abdi iklas Bu, mangga we artosna sadayana kangé ibu kalih bapa."
"Ah ulah Néng, kangé bengsin pan."

Ahirna kuring ngéléhan kana kahayang nu nulungan. Naon héséna engké ari balik, méngkol heula ka imahna. Sabaraha manéhna mulangkeun récéhna, sabodo teuing, dan geus gilig méré. 

Perjalanan ka Ciamar estuning nuturkeun kumaha ceuk google map. Teu loba tatanya kanu papaliwat, réncéd, kudu eureun heula, kudu basa basi heula. Katambah kapikiran bisi turun hujan gedé, atuh bahaya, tatu bakal kahujanan, mangkaning dangdaunan mah pan teu cepet garing.

Nu jauh dijug-jug téh ahirna mah nepi ogé. Srog ka imahna amang Amsor dumasar kana pituduh jelema anu tijauhna kénéh geus nuduhkeun. Sihoreng ngaran Amsor téh sohor. Ampir saban jelema nyaho, Baping Amsor tukang tutulung, tukang méré pituduh, panglupatan jelema susah jeung bingung. Tukang puasa jeung tukang nyepi, ngurus agama, nepika teu wani boga pamajikan. Pajar téh sieun teu bisa mawana. Kitu béja nu katarima ku kuring mah.

Kuring ditarima kalayan daria. Ma'lum kakarak pangih harita. Kuring merhatikeun ti luhur sausap rambut ka handap sausap dampal. Jelamana bangunna keur ngorana kasép, ngan dedegan Amang téh asa mirip jeung lalaki anu tadi ngubaran kuring, buukna sarua galing. Tapi panyangka éta teu lila nyangkaruk dina pikiran.  Manehna ngajak ngobrol ngalér ngidul nyaritakeun rundayan Cidamar. Kuring ngaregepkeun bari suku mah nyanghunjar da puguh tuurna donglak. 

MIndit teh ngahaja rebun-rebunn kénéh.  Méméh panon poé meletèk, rérés salat subuh, motor geus ngadius mapay jalan raya, ngidul ngajugjug ka lembur anu can perenah nincak. Nyaho ngaran wungkul téh lain bohong. 

Ijiran kira-kira 6 jam pasti nepi kanu dituju. Jam 10 isuk-isuk kudu geus nepi ka tempat anu dimaksud. Boga jangji rék nepungan dulur anu pindah ka tempat nu jauh. Cidamar.
Ngaran tempat téh siga anu boga harti. Damar, lamun jaman ayeuna mah sarua jeung lampu. Lain lampu anu maké listrik,  ieu mah lampu cempor. Pasti teu ngarti naon ari lampu cempor.
Lampu anu maké minyak tanah, centirna ngan hiji, tah éta lampu cempor.  Biasana dijieunna tina urut kaléng Botan. Naha kaléng Botan? Jaman baheula lamun hayang nyirian saha jalma nu boga duit,  tingalian we ka carangka runtahna. Lamun aya cangkang Botan, tah éta beunghar. Jaman harita mah, cangkang Botan téh penting pisan,  matak sok ditaréangan panan bisa dipaké nyieun parudan, nyieun lèteran keur naker bèas, jeung nu utama mah keur nyieun cempor. Ngeusian minyak tanahna teu leuk-leuk pan rada gede kaleng botan mah, bisa asup minyak tanah kana saparat léterna. 

Cangkang Botan téa, dikohokan luhurna,  ditambahan wé sèng leutik  anu digulungkeun keur wadah sumbu. Teu maké semprong, ngagedur kitu baé matak hideung liang irung. 

Semprong gé pasti teu ngarti. Semprong mah siga kap, kap khusus keur nutupan centir lampu anu sumbuna hurung, ngarah seuneuna teu kakalicesan atawa pareum ku angin.

Lamun ningali kana kumaha bisana caang dina waktu peuting keur jaman baheula, kacida matak riweuhna keur jelema kiwari anu sagala instan mah. Loba unak anikna. Barudak jaman baheula henteu ngarasa riweuh ku urusan ngahurungkeun lampu da dimana-mana kitu ilaharna. Galib, kitu ceuk istilah nini mah. 

Aéh karah ngomongkeun budak jaman baheula.  Apanan keur ngabahas Cidamar.

Indit ka Cidamar téh meunang pangjurung ti indung. Pajar téh,  "Enéng, cukcruk amang hidep anu ngan kari hiji-hijina. Baheula ema geus kedal ucap,  rék méré bagian waris ti bapa hidep, ku duit. Ayeuna pan bapa geus tilar, tah ema mah embung ngeukeuweuk banda nu lain hak. Téangan amang hidep, Amsor katelahna mah. Cenah pindah ka Puncak Haur, Cidamar. Omat kudu kapanggih."
Paménta indung anu tacan jejeg 100 poé ditilar salaki, najan tacan ngalaman, kacipta kumaha sedihna. Komo bari aya kecap anu pakuat pakait jeung almarhum bapa, tangtuna gé pikeun indung kuring anu sakitu tumutna ka salaki, jadi bangbaluh.

Kuring, awéwé, meujeuhna buta tulang buta daging, belekesenteng ceuk pangjejeléh nini mah. Ngan henteu ari tunggul di rarud catang di rumpak mah. Kuring boga watek siga lalaki, éta mah ceuk batur, kuring sorangan mah, nya teu rumasa atuh. Meureun pédah bisa ngurus kenténg bocor, ngomèan keran mangpet, ngababad jukut nu jaradi di buruan imah, ngumbah motor. 

Atuda pan euweuh sasaha di imah téh,  kari nini nu geus jelas nini-nini tulén euweuh huntuan jeung moal maham kana ngoméan keran cai, nyahona téh pan pancuran. Atuh indung, maènya guguntayangan maké samping naék ka para imah. Nya kari kuring, anu biasa maké calana jin, kaos teuing nanahaon mérekna, kahayang mah mérékna H&R, anu kudu tanggung jawab ngurus imah. Balik deui kana H&R, éta téh mèrék luar negeri. Ngan ari keur sakuringeun mah hartina téh Hargaan & Rupaan.

Pan béda atuh kaos hargaan jeung rupaan mah, pada nyaho, dipakéna matak teu hareudang, jeung teu arateul,  nu utamana teu kanyahoan meulina ti hareupeun pagadéan!

Waktu menta idin indit ngaberengbeng kana motor sorangan gé, boh nini boh indung sigana teu melang ieuh. Da geus biasa, kana motor lain sakali dua kali, geus ti SMP kénéh. Geus ledeg ka pasar, ka Cibeber, ka Bandung ogé maké motor.

Barang rék indit. Ditiup embun-embunan ku nini jeung indung dibarengan ku ngagorolang doa pangjajap. Semu dareuda ema ngabéjaan lamun indit ka Cidamar hartina nepungan bali geusan ngajadi, Nu jadi bapa pan pituin, asli urang Cidamar. CIcing di kota Cianjur sotéh pedah baé jadi guru SD. Geus ilahar pan di CIanjur mah, guru-guru SD mah pasti asalna ti Cidamar, CIdaun, Kadupandak. Ti lembur basisir Cianjur beulah kidul. Ceuk bapa mah, urang kota mah arembungeun jadi guru téh sabab gajihna teu kaharti, kaharti kénéh dagang. Ari bapa mah bisa sakola ka kota lantaran pesen ti aki. Lamun hayang jadi jelema, kudu jadi guru. 
Kuring sok mesem lamun merhatikeun pesen kolot-kolot jaman baheula. Apan geus jelas bapa téh jelema, naha bet kudu jadi guru heula, kakarak jadi jelema. Meuren mun ceuk budak ayeuna mah you are somebody, not just some and body.  

Omongan kolot baheula mah kudu dipikiran. Sok loba malapah gedang, maksudna kamana, dipéngkolkeun heula kamana. Atawa maksudna kamana, ditepikeun ku siloka. Kuring mah sok pok baé ménta harti saujratna. Kalakuan kitu téh ku ema mah sok kadang digenggeureuhkeun. Pernah sakali mangsa mah ku bapa rada disentak. 
"Ari nyarita jeung  kolot, sing hade basa jeung semuna. Ulah alesan taya waktu, ngomong tog mol. Anaking, urang mah lain jalma samanéa, urang mah turunan Cidamar."

Na haté mah mentegeg. Naon urusanna ngomong jeung turunan Cidamar. 
"Sanés kirang sopan Pa, kaleresan baé abdina aya PR."
"PR mah teu penting, nu penting nyaho rundayan. Saha ari nini-aki, bibit-buit. Palias poho ka asal, palias poho ka bagal. Hana nguni hama mangke, tan hana .... lah naon saterusna, poho" Bapa mamatahan sakaligus ngahulag, bari anger, kaluar deui baé basa nu araranéhna, untung cenah poho.

Sirah pinuh ku obrolan jeung almarhum bapa. Rumasa loba némbal ka bapa téh. Bapa mah lamun nyarita ngeunaan tutungkusan kolot baheula, kuring sok asa diajak balik deui ka jaman Mataram. Jaman dimana sacideuh metu saucap nyata, sagala supata kajadian. Kuring rada ngarti saeutik kana sajarah mah, ngan sajarah anu di sakola. Lain sajarah ménak Cidamar anu teu aya dina buku sajarah Indonesia. 

Asa nongtoreng kana ceuli omongan Bapa anu ngabuka rundayan Cidamar. 
"Tengetkeun anaking, Cianjur pakidulan, kaasup daerah Jampang. Aya Jampang kulon anu di Sukabumi, Jampang Tengah, anu kaasup ka Bojong Lopang Sukabumi. Tah aya hiji deui, nyaeta Jampang Wetan anu ngawengku Pagelaran, Tanggeung, terus mipir basisir nepika Cidamar."

Bari nyekelan setang motor, kuring siga nuturkeun omongan Bapa. Mimiti ninggalkeun kota, asup ka Cibeber, Sukanagara, Pagelaran, Cibinong, terus ngidul bus ka Sindang Barang. Jalan leucir karak bérés dicor semen. Lain leucir kétang, taruktuk teu cara jalan aspal.Sisi jalanna tacan dirapikhkeun, pating logodor kénéh kawat urut ngecor nalongérak matak bucat pan mu ngait kadinya. Jalan karasa taruktuk teu cara jalan aspal. Motor ngageuleuyeung, kuring anteng nempo jalan, ngan ari pikiran mah anger baé keur ngobrol jeung Bapa.

"Cidamar mah aya cirina, nyaéta gunung Béngbréng. "
Ti tatadi ti sprak asup ka Tanggeung, geus katingali gunung nangtawing warnana koneng, ngadingding. DIna haté ngecewis," Merureun ieu Gunung Béngbréng anu dimaksud ku Bapa. Geus kaambeu bau laut, Sindang Barang."

Bapa kadéngé deui nyarita, "Cidamar kasohor tempat anu nyumput, hésé disaba, kudu naék géték atawa rakit lamun hayang kadinya. Ku kituna Cidamar jadi daérah panyumputan karaman atawa rampog. Keur ngamankeun tukang bobok tukang tarok, nya Sultan Agung Mataram ngutus Rasen Brajadiguna ti Sukapura keur ngamankeun Cidamar. Sanggeus CIdamar aman, Raden Bajadiguna jadi umbul di Cidamar anu wilayahna nyaeta Campaka,Sukanagara, Kadupandak, Pagelaran, Tanggeung, Cibinong, Lélés,  Sindang Barang, Cidaun, Cikadu jeung Naringgul." 

Karak nyambung omongan Bapa jeung tempat anu kaliwatan ku kuring ayeuna, Sindang Barang ceuk tulisan dina plang. Ngong deui Bapa jéntré pisan nyarita, "Ngan saprak dijajah ku Walanda, Cidamar dijeun daérah perkebunan Karet nyaéta kaasup ka Ondernenimg Cibancét, CIgebang, Pasir Tujuh. Lamun kebon téh mah di Kolébérés, pepelakan kina mah di Cimaskara. Keur kaperluan onjoyna hasil perkebunan, ku Walanda dilegaan nepika Sukaati, Sanumra, Rancabali, tembus ka Bandung. Tah urang mah mah kaasup ka seuwu siwi Cidamar anu bibit buitna ti Sukapura, lain lalawora."

Kuring anteng baé neruskeun perjalanan. Dina angkeuhan, istirahat mah engké we lamun geus karasa lapar. Motor ngeureuyeuh maju. Najan geus ampir jam 9, hawa téh karasa tiis kénéh. Meureun ku lantaran rada miripis hujan. 

Katingali jalan téh rada méngkol saeutik. Semén cor jalan bangun rada dipulas deui ku aci semén. Dina haté nyarita, "Jalan semén diacian, torombol, sigana keur nutup anu barolong. Lamun hujan mah, matak nyolédat motor." 

Tacan gé garing biwir, ujug-ujug koléwang motor ngagalieung ka kénca, ban hareupna ngagejlig kana sisi jalan anu sigana aya kana 75 sentina tina coran tempat nincak motor. Kuring kabawa motor, teu inget nanaon. Inget-inget sotéh geu diuk di tengah jalan bari panon merong kana suku kénca. Kamana sapatu? Kaos kaki rajét. Katempo getih ngucur ulawéran tina jempol suku anu dagingna jeung kukuna sompal saeutik.  Rét deui kana tuur katuhu, calana soéh, kulit tuur béak ngagasruk kana coran. Ramo suku kénca, tilu nu tatu. Suku katuhu bared, kulit tuurna nyingklak. 

"Néng, aduh, karunya teuing, hayu kadieu, urang urus heula tatuna, " kadénge sora awéwé nawaran pitulung. 
Katingali ogé sarérét aya lalaki nu nyampeurkeun, ngésérkeun motor supaya nangtung di sisi jalan.  Kuring merhatikeun kadua jelema éta. Bisi wé siga dina berita di WA, Fesbuk api-api nulungan padahal niatna jahat.

Kuring dibéyéng dibawa ka imahna  nu perenahna sisi jalan peuntaseun tempat kuring cilaka. SI ibu cuh cih nyiapkeun cai haneut keur ngumbah tatu. Si Bapana ngagidig ka tukangeun imah. Kuring rada curiga ka si Bapa, ti tatadi ngan jempé baé. Teu jelas rupa beungeutna, asana téh tungkul baé. Nu atra ukur buukna baé katingali galing, jeung dikongkoyang samping sarung anu disalepangkeun kana tak-takna. 

Sanggeus diberesihan, si Bapa nutup sakabeh tatu ku dangdaunan anu geus dibebek. Tina bauna mah, sigana manéhna maké daun babadotan jeung Kirinyuh. Sanggeus sakabéh nu tatu ditutupan ku bebek dangdaunan. Si Bapa ménta idin, cenah tuur kuring rada nyéngsol saeutik. Lengunna nyekel mamangkokan tuur. Krek kadéngé siga aya tulang nu disada. Teu karasa nyeri. Nu tatu oge teu karasa nyanyautan peurih. Na haté nyangka meureun maké obat tradisional mah kitu karasana. 

Aya kana sajamna kuring nyanghunjar ngadagoan panutup tatu rada garing. Si bapa bangun surti lamun kuring hayang geura indit. Manéhna ngagidig deui katukang, balik deui mawa kulit kai anu geus di papag jadi ipis. 
"Kulit kai naon éta Pa?" kuring panasaran.
"Ki Dapap," Si ibuna anu nembalan. Si Bapana mah ret- ret ngabungkus tuur, ramo-ramo ku Ki Dadap, jadi siga diperban  lamun jaman ayeuna mah. 
Geus bérés, si ibu ngajurung nitah indit. 
"Mangga teraskeun deui baé perjalanna Néng, insyallah aman."
Kuring bingung kumaha nganuhunkeun kana kahadean si ibu oge si bapa anu sakitu siga bébéakan nulungan. Ras kana dompét, pan mawa duit. Kuring ngasongkeun duit 100 rébu. 
"Aduh meni ageung-ageung teuing Néng, tong 100 rébu atuh."
"Teu aya récéh Bu, mangga wé masihan sadayana."
"iih ulah, ké urang lironan atuh nya sugan aya 50an," walonna bari asup ka jero imah.
Aya kana 5 menitna karak manéhna balik deui bari ménta hampura duit récéhna teu aya.
"Néng, engké uihna sampeur baé nya, ku ibu artosna dilironan ka warung." si ibu mutuskeun.
"Muhun, saé Bu, engké pas abdi wangsul, abdi mampir deui ka ibu, padahal mah abdi iklas Bu, mangga we artosna sadayana kangé ibu kalih bapa."
"Ah ulah Néng, kangé bengsin pan."

Ahirna kuring ngéléhan kana kahayang nu nulungan. Naon héséna engké ari balik, méngkol heula ka imahna. Sabaraha manéhna mulangkeun récéhna, sabodo teuing, dan geus gilig méré. 

Perjalanan ka Ciamar estuning nuturkeun kumaha ceuk google map. Teu loba tatanya kanu papaliwat, réncéd, kudu eureun heula, kudu basa basi heula. Katambah kapikiran bisi turun hujan gedé, atuh bahaya, tatu bakal kahujanan, mangkaning dangdaunan mah pan teu cepet garing.

Nu jauh dijug-jug téh ahirna mah nepi ogé. Srog ka imahna amang Amsor dumasar kana pituduh jelema anu tijauhna kénéh geus nuduhkeun. Sihoreng ngaran Amsor téh sohor. Ampir saban jelema nyaho, Baping Amsor tukang tutulung, tukang méré pituduh, panglupatan jelema susah jeung bingung. Tukang puasa jeung tukang nyepi, ngurus agama, nepika teu wani boga pamajikan. Pajar téh sieun teu bisa mawana. Kitu béja nu katarima ku kuring mah.

Kuring ditarima kalayan daria. Ma'lum kakarak pangih harita. Kuring merhatikeun ti luhur sausap rambut ka handap sausap dampal. Jelamana bangunna keur ngorana kasép, ngan dedegan Amang téh asa mirip jeung lalaki anu tadi ngubaran kuring, buukna sarua galing. Tapi panyangka éta teu lila nyangkaruk dina pikiran.  Manehna Ngobrol ngalér ngidul anu brasna kana nepikeun jeung méréskeun amanat ti Bapa anu tos taya dikieuna. Paromanna ngadadak robah waktu kuring ngasongkeun amplop titipan ti ema.mIndit teh ngahaja rebun-rebunn kénéh.  Méméh panon poé meletèk, rérés salat subuh, motor geus ngadius mapay jalan raya, ngidul ngajugjug ka lembur anu can perenah nincak. Nyaho ngaran wungkul téh lain bohong. 

Ijiran kira-kira 6 jam pasti nepi kanu dituju. Jam 10 isuk-isuk kudu geus nepi ka tempat anu dimaksud. Boga jangji rék nepungan dulur anu pindah ka tempat nu jauh. Cidamar.
Ngaran tempat téh siga anu boga harti. Damar, lamun jaman ayeuna mah sarua jeung lampu. Lain lampu anu maké listrik,  ieu mah lampu cempor. Pasti teu ngarti naon ari lampu cempor.
Lampu anu maké minyak tanah, centirna ngan hiji, tah éta lampu cempor.  Biasana dijieunna tina urut kaléng Botan. Naha kaléng Botan? Jaman baheula lamun hayang nyirian saha jalma nu boga duit,  tingalian we ka carangka runtahna. Lamun aya cangkang Botan, tah éta beunghar. Jaman harita mah, cangkang Botan téh penting pisan,  matak sok ditaréangan panan bisa dipaké nyieun parudan, nyieun lèteran keur naker bèas, jeung nu utama mah keur nyieun cempor. Ngeusian minyak tanahna teu leuk-leuk pan rada gede kaleng botan mah, bisa asup minyak tanah kana saparat léterna. 

Cangkang Botan téa, dikohokan luhurna,  ditambahan wé sèng leutik  anu digulungkeun keur wadah sumbu. Teu maké semprong, ngagedur kitu baé matak hideung liang irung. 

Semprong gé pasti teu ngarti. Semprong mah siga kap, kap khusus keur nutupan centir lampu anu sumbuna hurung, ngarah seuneuna teu kakalicesan atawa pareum ku angin.

Lamun ningali kana kumaha bisana caang dina waktu peuting keur jaman baheula, kacida matak riweuhna keur jelema kiwari anu sagala instan mah. Loba unak anikna. Barudak jaman baheula henteu ngarasa riweuh ku urusan ngahurungkeun lampu da dimana-mana kitu ilaharna. Galib, kitu ceuk istilah nini mah. 

Aéh karah ngomongkeun budak jaman baheula.  Apanan keur ngabahas Cidamar.

Indit ka Cidamar téh meunang pangjurung ti indung. Pajar téh,  "Enéng, cukcruk amang hidep anu ngan kari hiji-hijina. Baheula ema geus kedal ucap,  rék méré bagian waris ti bapa hidep, ku duit. Ayeuna pan bapa geus tilar, tah ema mah embung ngeukeuweuk banda nu lain hak. Téangan amang hidep, Amsor katelahna mah. Cenah pindah ka Puncak Haur, Cidamar. Omat kudu kapanggih."
Paménta indung anu tacan jejeg 100 poé ditilar salaki, najan tacan ngalaman, kacipta kumaha sedihna. Komo bari aya kecap anu pakuat pakait jeung almarhum bapa, tangtuna gé pikeun indung kuring anu sakitu tumutna ka salaki, jadi bangbaluh.

Kuring, awéwé, meujeuhna buta tulang buta daging, belekesenteng ceuk pangjejeléh nini mah. Ngan henteu ari tunggul di rarud catang di rumpak mah. Kuring boga watek siga lalaki, éta mah ceuk batur, kuring sorangan mah, nya teu rumasa atuh. Meureun pédah bisa ngurus kenténg bocor, ngomèan keran mangpet, ngababad jukut nu jaradi di buruan imah, ngumbah motor. 

Atuda pan euweuh sasaha di imah téh,  kari nini nu geus jelas nini-nini tulén euweuh huntuan jeung moal maham kana ngoméan keran cai, nyahona téh pan pancuran. Atuh indung, maènya guguntayangan maké samping naék ka para imah. Nya kari kuring, anu biasa maké calana jin, kaos teuing nanahaon mérekna, kahayang mah mérékna H&R, anu kudu tanggung jawab ngurus imah. Balik deui kana H&R, éta téh mèrék luar negeri. Ngan ari keur sakuringeun mah hartina téh Hargaan & Rupaan.

Pan béda atuh kaos hargaan jeung rupaan mah, pada nyaho, dipakéna matak teu hareudang, jeung teu arateul,  nu utamana teu kanyahoan meulina ti hareupeun pagadéan!

Waktu menta idin indit ngaberengbeng kana motor sorangan gé, boh nini boh indung sigana teu melang ieuh. Da geus biasa, kana motor lain sakali dua kali, geus ti SMP kénéh. Geus ledeg ka pasar, ka Cibeber, ka Bandung ogé maké motor.

Barang rék indit. Ditiup embun-embunan ku nini jeung indung dibarengan ku ngagorolang doa pangjajap. Semu dareuda ema ngabéjaan lamun indit ka Cidamar hartina nepungan bali geusan ngajadi, Nu jadi bapa pan pituin, asli urang Cidamar. CIcing di kota Cianjur sotéh pedah baé jadi guru SD. Geus ilahar pan di CIanjur mah, guru-guru SD mah pasti asalna ti Cidamar, CIdaun, Kadupandak. Ti lembur basisir Cianjur beulah kidul. Ceuk bapa mah, urang kota mah arembungeun jadi guru téh sabab gajihna teu kaharti, kaharti kénéh dagang. Ari bapa mah bisa sakola ka kota lantaran pesen ti aki. Lamun hayang jadi jelema, kudu jadi guru. 
Kuring sok mesem lamun merhatikeun pesen kolot-kolot jaman baheula. Apan geus jelas bapa téh jelema, naha bet kudu jadi guru heula, kakarak jadi jelema. Meuren mun ceuk budak ayeuna mah you are somebody, not just some and body.  

Omongan kolot baheula mah kudu dipikiran. Sok loba malapah gedang, maksudna kamana, dipéngkolkeun heula kamana. Atawa maksudna kamana, ditepikeun ku siloka. Kuring mah sok pok baé ménta harti saujratna. Kalakuan kitu téh ku ema mah sok kadang digenggeureuhkeun. Pernah sakali mangsa mah ku bapa rada disentak. 
"Ari nyarita jeung  kolot, sing hade basa jeung semuna. Ulah alesan taya waktu, ngomong tog mol. Anaking, urang mah lain jalma samanéa, urang mah turunan Cidamar."

Na haté mah mentegeg. Naon urusanna ngomong jeung turunan Cidamar. 
"Sanés kirang sopan Pa, kaleresan baé abdina aya PR."
"PR mah teu penting, nu penting nyaho rundayan. Saha ari nini-aki, bibit-buit. Palias poho ka asal, palias poho ka bagal. Hana nguni hama mangke, tan hana .... lah naon saterusna, poho" Bapa mamatahan sakaligus ngahulag, bari anger, kaluar deui baé basa nu araranéhna, untung cenah poho.

Sirah pinuh ku obrolan jeung almarhum bapa. Rumasa loba némbal ka bapa téh. Bapa mah lamun nyarita ngeunaan tutungkusan kolot baheula, kuring sok asa diajak balik deui ka jaman Mataram. Jaman dimana sacideuh metu saucap nyata, sagala supata kajadian. Kuring rada ngarti saeutik kana sajarah mah, ngan sajarah anu di sakola. Lain sajarah ménak Cidamar anu teu aya dina buku sajarah Indonesia. 

Asa nongtoreng kana ceuli omongan Bapa anu ngabuka rundayan Cidamar. 
"Tengetkeun anaking, Cianjur pakidulan, kaasup daerah Jampang. Aya Jampang kulon anu di Sukabumi, Jampang Tengah, anu kaasup ka Bojong Lopang Sukabumi. Tah aya hiji deui, nyaeta Jampang Wetan anu ngawengku Pagelaran, Tanggeung, terus mipir basisir nepika Cidamar."

Bari nyekelan setang motor, kuring siga nuturkeun omongan Bapa. Mimiti ninggalkeun kota, asup ka Cibeber, Sukanagara, Pagelaran, Cibinong, terus ngidul bus ka Sindang Barang. Jalan leucir karak bérés dicor semen. Lain leucir kétang, taruktuk teu cara jalan aspal.Sisi jalanna tacan dirapikhkeun, pating logodor kénéh kawat urut ngecor nalongérak matak bucat pan mu ngait kadinya. Jalan karasa taruktuk teu cara jalan aspal. Motor ngageuleuyeung, kuring anteng nempo jalan, ngan ari pikiran mah anger baé keur ngobrol jeung Bapa.

"Cidamar mah aya cirina, nyaéta gunung Béngbréng. "
Ti tatadi ti sprak asup ka Tanggeung, geus katingali gunung nangtawing warnana koneng, ngadingding. DIna haté ngecewis," Merureun ieu Gunung Béngbréng anu dimaksud ku Bapa. Geus kaambeu bau laut, Sindang Barang."

Bapa kadéngé deui nyarita, "Cidamar kasohor tempat anu nyumput, hésé disaba, kudu naék géték atawa rakit lamun hayang kadinya. Ku kituna Cidamar jadi daérah panyumputan karaman atawa rampog. Keur ngamankeun tukang bobok tukang tarok, nya Sultan Agung Mataram ngutus Rasen Brajadiguna ti Sukapura keur ngamankeun Cidamar. Sanggeus CIdamar aman, Raden Bajadiguna jadi umbul di Cidamar anu wilayahna nyaeta Campaka,Sukanagara, Kadupandak, Pagelaran, Tanggeung, Cibinong, Lélés,  Sindang Barang, Cidaun, Cikadu jeung Naringgul." 

Karak nyambung omongan Bapa jeung tempat anu kaliwatan ku kuring ayeuna, Sindang Barang ceuk tulisan dina plang. Ngong deui Bapa jéntré pisan nyarita, "Ngan saprak dijajah ku Walanda, Cidamar dijeun daérah perkebunan Karet nyaéta kaasup ka Ondernenimg Cibancét, CIgebang, Pasir Tujuh. Lamun kebon téh mah di Kolébérés, pepelakan kina mah di Cimaskara. Keur kaperluan onjoyna hasil perkebunan, ku Walanda dilegaan nepika Sukaati, Sanumra, Rancabali, tembus ka Bandung. Tah urang mah mah kaasup ka seuwu siwi Cidamar anu bibit buitna ti Sukapura, lain lalawora."

Kuring anteng baé neruskeun perjalanan. Dina angkeuhan, istirahat mah engké we lamun geus karasa lapar. Motor ngeureuyeuh maju. Najan geus ampir jam 9, hawa téh karasa tiis kénéh. Meureun ku lantaran rada miripis hujan. 

Katingali jalan téh rada méngkol saeutik. Semén cor jalan bangun rada dipulas deui ku aci semén. Dina haté nyarita, "Jalan semén diacian, torombol, sigana keur nutup anu barolong. Lamun hujan mah, matak nyolédat motor." 

Tacan gé garing biwir, ujug-ujug koléwang motor ngagalieung ka kénca, ban hareupna ngagejlig kana sisi jalan anu sigana aya kana 75 sentina tina coran tempat nincak motor. Kuring kabawa motor, teu inget nanaon. Inget-inget sotéh geu diuk di tengah jalan bari panon merong kana suku kénca. Kamana sapatu? Kaos kaki rajét. Katempo getih ngucur ulawéran tina jempol suku anu dagingna jeung kukuna sompal saeutik.  Rét deui kana tuur katuhu, calana soéh, kulit tuur béak ngagasruk kana coran. Ramo suku kénca, tilu nu tatu. Suku katuhu bared, kulit tuurna nyingklak. 

"Néng, aduh, karunya teuing, hayu kadieu, urang urus heula tatuna, " kadénge sora awéwé nawaran pitulung. 
Katingali ogé sarérét aya lalaki nu nyampeurkeun, ngésérkeun motor supaya nangtung di sisi jalan.  Kuring merhatikeun kadua jelema éta. Bisi wé siga dina berita di WA, Fesbuk api-api nulungan padahal niatna jahat.

Kuring dibéyéng dibawa ka imahna  nu perenahna sisi jalan peuntaseun tempat kuring cilaka. SI ibu cuh cih nyiapkeun cai haneut keur ngumbah tatu. Si Bapana ngagidig ka tukangeun imah. Kuring rada curiga ka si Bapa, ti tatadi ngan jempé baé. Teu jelas rupa beungeutna, asana téh tungkul baé. Nu atra ukur buukna baé katingali galing, jeung dikongkoyang samping sarung anu disalepangkeun kana tak-takna. 

Sanggeus diberesihan, si Bapa nutup sakabeh tatu ku dangdaunan anu geus dibebek. Tina bauna mah, sigana manéhna maké daun babadotan jeung Kirinyuh. Sanggeus sakabéh nu tatu ditutupan ku bebek dangdaunan. Si Bapa ménta idin, cenah tuur kuring rada nyéngsol saeutik. Lengunna nyekel mamangkokan tuur. Krek kadéngé siga aya tulang nu disada. Teu karasa nyeri. Nu tatu oge teu karasa nyanyautan peurih. Na haté nyangka meureun maké obat tradisional mah kitu karasana. 

Aya kana sajamna kuring nyanghunjar ngadagoan panutup tatu rada garing. Si bapa bangun surti lamun kuring hayang geura indit. Manéhna ngagidig deui katukang, balik deui mawa kulit kai anu geus di papag jadi ipis. 
"Kulit kai naon éta Pa?" kuring panasaran.
"Ki Dapap," Si ibuna anu nembalan. Si Bapana mah ret- ret ngabungkus tuur, ramo-ramo ku Ki Dadap, jadi siga diperban  lamun jaman ayeuna mah. 
Geus bérés, si ibu ngajurung nitah indit. 
"Mangga teraskeun deui baé perjalanna Néng, insyallah aman."
Kuring bingung kumaha nganuhunkeun kana kahadean si ibu oge si bapa anu sakitu siga bébéakan nulungan. Ras kana dompét, pan mawa duit. Kuring ngasongkeun duit 100 rébu. 
"Aduh meni ageung-ageung teuing Néng, tong 100 rébu atuh."
"Teu aya récéh Bu, mangga wé masihan sadayana."
"iih ulah, ké urang lironan atuh nya sugan aya 50an," walonna bari asup ka jero imah.
Aya kana 5 menitna karak manéhna balik deui bari ménta hampura duit récéhna teu aya.
"Néng, engké uihna sampeur baé nya, ku ibu artosna dilironan ka warung." si ibu mutuskeun.
"Muhun, saé Bu, engké pas abdi wangsul, abdi mampir deui ka ibu, padahal mah abdi iklas Bu, mangga we artosna sadayana kangé ibu kalih bapa."
"Ah ulah Néng, kangé bengsin pan."

Ahirna kuring ngéléhan kana kahayang nu nulungan. Naon héséna engké ari balik, méngkol heula ka imahna. Sabaraha manéhna mulangkeun récéhna, sabodo teuing, dan geus gilig méré. 

Perjalanan ka Ciamar estuning nuturkeun kumaha ceuk google map. Teu loba tatanya kanu papaliwat, réncéd, kudu eureun heula, kudu basa basi heula. Katambah kapikiran bisi turun hujan gedé, atuh bahaya, tatu bakal kahujanan, mangkaning dangdaunan mah pan teu cepet garing.

Nu jauh dijug-jug téh ahirna mah nepi ogé. Srog ka imahna amang Amsor dumasar kana pituduh jelema anu tijauhna kénéh geus nuduhkeun. Sihoreng ngaran Amsor téh sohor. Ampir saban jelema nyaho, Baping Amsor tukang tutulung, tukang méré pituduh, panglupatan jelema susah jeung bingung. Tukang puasa jeung tukang nyepi, ngurus agama, nepika teu wani boga pamajikan. Pajar téh sieun teu bisa mawana. Kitu béja nu katarima ku kuring mah.

Kuring ditarima kalayan daria. Ma'lum kakarak pangih harita. Kuring merhatikeun ti luhur sausap rambut ka handap sausap dampal. Jelamana bangunna keur ngorana kasép, ngan dedegan Amang téh asa mirip jeung lalaki anu tadi ngubaran kuring, buukna sarua galing. Tapi panyangka éta teu lila nyangkaruk dina pikiran. 


Amang galecok ngobrol ngeunaan rundayan, turunan Cidamar. Kuring ngaregepkeun bari suku mah nyanghunjar, apanan tuurna donglak. Bérés Amang ngaguar carita anu kurang leuwih sarua jeung caritaan Bapa. Kuring ngasongkeun amplop titipan ti ema, anamah ti almarhum.

Katingali pasemonna robah waktu kuring ngasongkeun amplop. Kahartina ku kuring mah, pastina gé sedih narima rezeki saeutik ti almarhum Bapa. Teu ditanya, bisi matak nyuat-nyuat nambah kasedihna. 

Méméh asar, kuring ménta do'ana réki balik deui ka Cianjur, kahayang mah nepi méméh isya. Bari nangtung, Amang ngasongkeun amplop ka kuring, halon pisan nyarita, "Bral miang anaking, ieu amplop bawa balik deui ku hidep. Duitna katarima ku amang, ngan amang méré ka hidep. Gunakeun ieu duit sakumaha mistina. Amang iklas, sakumaha iklasna baheula mikeun indung hidep ka bapa hidep."

Kuring ukur calangap. Naha Bapa ngarebut kabogoh adina? Naha ema teu pernah nyaritakeun pasualan éta. Paingan ema jeung bapa tara menggihan amang, paingan amang teu boga pamajikan.  

Reuwas, bari campur bingung. Reuwas ku sajarah turunan Cidamar anu geunig aya nu dibunian, jeung  geus kabayang ema bakal nganggap kuring teu bisa diplomasi nepika duit balik deui. Ema bakal nyarékan bébéakan naha maké narima duit amanah. Kuring teu bisa nolak, haté téh siga nu nyarita kudu narima éta duit ngarah amang teu ngarasa kuciwa.

Tungtuna kuring ngasupkeun deui amplop kana rangsel. Tuluy baé uluk salam, ngahurungkeun motor. Alhamdulilan amanat ti indung geus réngsé najan balikna jadi matak lieur ka kuring sorangan.
Biur baé muru balik, bari teu poho rék nyimpang heula kanu nulungan. 

Mawa motor téh leuwih anteb dan geus apal jalan. Pating beledugna sora ombak Sindang Barang siga nu nganteur kuring mulang. Kuring rurat rérét bari motor rada dilaunan néangan imah anu tadi isuk nulungan kuring. Sakilo-dua kilo, Sindang Barang ampir béak, naha imah téh si ibu jeung si bapa téh euwuh. 
Piraku kaliwat mah, apan kuring inget lebah-lebahna. Panasaran, lebah tikungan, kuring eureun, terus alak-ilik.

Gebeg. Katingali aya  sababaraha dahan Ki Dadap nu geus garing, jeung jujukutan nu ogé sarua geus garing. 
"Milarian naon Néng?" ceuk sora anu jolna ti tukangeun kuring nanya.
"Ieu Pa, tadi abdi ditulungan ku si ibu oge carogéna, bumina di dieu pisan." 
"Ah teu aya nu linggih di dieu mah Néng, sugan éta mah kanyaah ti Éyang Ibrahim, anjeunna jalmi luhung élmu, ma'lum turunan Cidamar, saguru pan sareng rayina, Baping Amsor. Makamna di palih ditu Néng, di kuburan karamat, caket ti dieu mah."

 Kuring ngarumpuyuk.