Thursday, August 30, 2018

Tanggal berapa hari ini

Terburu-buru saya berangkat sekolah.  Dalam benak hari ini harus mendampingi siswa literasi.  Saya berencana akan membacakan karya Pramoedya Ananta Toer: Arok Dedes. Ada hal menarik yang bisa dikaji bersama siswa. Bagaimana kisah Ken Arok dan Ken Dedes serta keris Mpu Gandring disajikan jauh berbeda dari sejarah yang selama ini kita kenal. Pada bagian akhir misalnya, bagaimana Dedes merasa sedih ketika nasibnya menentukan harus bersanding dengan Arok setelah lepas dari pelukan pria durjana yang menculiknya dan merendahkannya sebagai seorang turunan brahma.

Setiba di sekolah, pikiran saya masih tertinggal di jalan. Saya lihat di jalan-jalan masih terlihat sisa basah karena hujan. Saya telah lama menunggu hujan. Tanam-tanaman di seputar rumah yang ditanam pada pot sudah satu persatu mati. Kematiannya bukan tanpa sebab. Penyebab utamanya adalah ketidaktahuan.

Tanaman disiram dengan air dari selokan. Saya anggap, air selokan adalah air. Ternyata bukan. Yang saya sebut air selokan, bukan air, tapi limbah rumah tangga dalam bentuk cair. Ketika saya gunakan untuk menyiram tanaman, daun-daunnya mengering, rontok dan mati. Untungkah beberapa tanaman masih bertahan.

Pohon jeruk Nipis masih termasuk salah satu yang bertahan hidup. Saya mengucap sukur karena jeruk nipis telah banyak berjasa. Kini jeruk nipisnya dalam kondisi sakir. Seluruh bunganya gugur, daunnya kering. Saya mendoakan agar tidak mati. Sebagai upaya minta maaf, saya menyiramnya dengan air dari kran.

Hujan dinanti. Air hujan semoga mengobati salah siram terdahulu. Saya membayangkan sesaknya setiap urat dan akar menghisap air limbah.

Saya menuju meja kerja di ruang guru. Saya sedikit tertegun,  ternyata saya tidak mengajar pada jam pertama,  tapi mulai jam ke-3. Hari ini, Kamis? Tanggal? 29 Agustus? Bukan, 30 Agustus!
Artinya sebentar lagi tanggal 1 September. Saya diam sejenak, kalau Agustus 30 hari atau 31 hari? Benar-benar membingungkan.

Dulu, ketika SD, untuk menghitung hari, diajarkan dengan cara menggunakan tulang pada jari tangan yang sedang dikepalkan. Pertanyaanya: Januari jatuh pada bagian mana dari jari tangan? Satu-satunya jalan, lihat hape dan lihat hari ini hari apa, tanggal berapa.

Sambil membuka hapé, saya bergumam  pada diri sendiri, "Hari ini hari apa? Kamis? Oh... Kamis. So? Tidak ada literasi di kelas,  saya berliterasi sendiri. Saya duduk sambil bingung. Harus mengubah rencana. Saya memiliki 2 jam pertama yang jadi kosong karena saya memang tidak memiliki jadwal ngajar pada jam-jam itu.

Saya membaca Arok Dedes untuk mengisi literasi. Dilanjutkan mengecek jadwal dan RPP. Hari ini jam ke 3-4 mengajar kelas 12 Peminatan: Finite dan Non Finite Clause.
Pada RPP KD 3.3 dan 4.3 telah disiapkan materi pada lampiran, saya hanya tinggal melaksanakannya.

Sesorang bisa lupa hari. Kata orang, seseorang yang alpa pada waktu karena sangat betah menikmati hidup. Pertanyaanya: apakah saya sedang menikmati hidup hingga lupa pada tanggalan? Belum bisa saya sodorkan jawaban yang pasti untuk itu.

Wednesday, August 29, 2018

Dari Kajian USBN menuju Penulisan Soal HOTS

Menulis soal HOTS menjadi tantangan tersendiri bagi para guru, termasuk guru SMAN 2 Cianjur. Ada beberapa masalah yang membuat hal itu terjadi.  Permasalahan pokok adalah sulitnya menentukan kata kerja operasional yang mewakili kompetensi yang akan diuji. Sebagai contoh apakah kata kerja operasional "menentukan" sudah termasuk HOTS, sudah termasuk menguji penalaran atau jangan-jangan malah menguji tingkat kemampuan aplikasi (C3).

Permasalahan lainnya adalah pembuatan kisi-kisi soal yang dipandang sulit sehingga dihindari. Alasan penghindarannya diantaranya bahwa tanpa membuat kisi-kisipun soal bisa dibuat. Atau lebih ekstrim lagi, soal dibuat tanpa mengacu pada kisi-kisi.

Mengantisipasi hal di atas, SMAN 2 Cianjur mengadakan latihan penulisan soal HOTS. Pada kegiatan ini para guru diberikan praktik mengenal lingkup materi, materi dan kekhasan level kognitif yang disediakan pada blue print USBN.

Pada praktik ini para guru mampu melihat linieritas secara horizontal dan vertikal bahwa materi ajar dalam tiga tahun tidak serumit yang sudah tersaji pada buku siswa. Sedangkan pada level kognitif, guru dapat menarik kesimpulan bahwa telah disediakan kata kerja yang bisa membantu guru pada saat pembuatan indikator soal. Kelebihannya,  bisa dicek apakah kompetensi yang diuji, secara kata kerjanya  diuji dengan kata kerja yang sesuai atau tidak.  Sebagai contoh peserta didik mampu mengidentifikasi X, tidak bisa diuji dengan peserta didik mampu membuat kesimpulan.

Selanjutnya,  dipraktikan cara membust indikator soal yang bisa dibuatkan soalnya. Sebagai jembatan, latihan ini membuat para guru melihat bagaimana satu materi dapat diuji dalam tiga level kognitif yang berbeda.

Setelah memahami bagaimana menguji keterampilan dengan kata kerja yang benar-benar mengujinya, para guru diarahkan untuk bisa menguji KD.

Teknis yang digunakan adalah dengan mengasosiasikan kompetensi yang diuji diganti dengan kompetensi dasar. Setelah itu mencari kata kerja operasional yang menguji KD secara penalaran sehingga menjadi soal HOTS.

Pada praktik ini para guru menemukan sedikit kemudahan.  Dengan mengenal kata kerja penguji  kelompok penalaran, secara tidak langsung terarahkan untuk membuat soal HOTS.

Praktik pembuatan soal HOTS menjadi tantangan yang dapat dilalui. Dengan teknik asosiasi dari membuat soal USBN, para guru membuat kisi-kisi dan soal dengan relatif lebih mudah. 

Terselip diantara para budayawan

Bergabung satu mobil dengan budayawan yang dibicarakan, ya pasti budaya. Mulai dari adat istiadat  norma, ritus,  sampai pengetahuan tradisional. Semua hal tersebut  dibahas diantara kantuk akibat malam sebelumnya belum mendapatkan tidur yang cukup.

Sebagai "orang biasa" atau mungkin lebih tepatnya "orang" tanpa embel-embel biasa. Ketika berada dalam satu waktu dan tempat yang sama dengan budayawan,  maka saya  menjadi pendengar murni. Pengetahuan tentang kebudayaan tidak saya miliki. Namun itulah hebatnya budayawan, mereka memandang orang lain dengan kacamata budayawan.  Setiap orang dipandang sebagai sebuah seni yang hidup.

Obrolan berbelok pada pertanyaan kenapa budayawan Sunda tidak pernah bisa jadi pemimpin. Dengan seloroh dikelakarkan bahwa kemungkinannya karena budayawan memakai ikat kepala. Saya mencoba tersenyum disela upaya menahan nguap.

"Coba saja perhatikan,"  kami semua yang ada di dalam mobil diajak menganalisis.
"Siapapun yang berikat kepala sebagai penanda bahwa dirinya budayawan, tidak terpilih sebagai pejabat publik," kata salah satu Bapak yang duduk di samping saya.
"Ikat kepala bisa saja bermakna negatif," lanjutnya, "Bisa diasosiasikan dengan dukun, tukang ramal, atau lebih buruk lagi sebagai gambaran orang malas kerja karena pekerjaanya, ya, ngurus iket kepala."
Kami semua tertawa.

"Mungkin bukan karena ikat kepala," Bapak yang lainnya menyanggah.
"Budaya mendahulukan orang lain, menempatkan orang lain terlebih dahulu ketimbang diri sendiri yang dipakai orang Sunda, itulah penyebab kenapa budayawan tidak memiliki peluang memegang jabatan penting."
Dengan tenang beliau melanjutkan dengan memberikan contoh. Menurut hematnya orang Sunda, jika bersama dengan orang lain. Dia akan mempersilakan orang lain duluan. Misalnya di tempat ibadah, jika tahu yang datang belakangan secara sosial derajatnya lebih tinggi, dengan senang hati memberikan tempatnya pada orang tersebut.
Makanya, pada saat pemilihan kepala daerah misalnya, orang Sunda akan kalah terus karena mempersilakan orang lain mengambil posisi itu.
Perkataan , "mangga tipayun," atau silakan duluan secara harfiah membpersilakan orang lain duluan.
Penjelasan ini pun kembali disambut gelak tawa seisi mobil.

Ikat kepala yang biasa menjadi pemanda suku bangsa, dalam obrolan budayawan terdengar berbeda karena dihubungkan dengan jabatan publik.

Sunday, August 26, 2018

Ngulikeun Nyabutan Huis

Memeh ka Jakarta, kuring kakarak boga waktu keur dipotong rambut. Poe Senen, jam 9 kuring ngadius ka Salon C, langganan. Lamun isuk-isuk mah tara lila nungguan. Lamun rada beurang, kudu nunggu tilu atawa opat urangna. Sok asa miceun waktu teu puguh ari kitu teh. Ngajentul nungguan giliran. Ari dibatalkeun geus kagok nungguan, ari teu indit, lila pisan ngurus ti hiji sirah ka sirah nu lain teh. Matak sok milih isuk-isuk we, ngarah jadi pelanggan nomer hiji. Lain nomer hiji tina jajaran pelanggan panghadena ceuk pihak salon, kahiji datangna ieu mah.

Jam satengah 10an nepi ka salon C teh. Bener we, si Ibu tukang motongna tacan aya. Nu geus nyampak mah barudak anu meujeuhna resep make bulu mata palsu jeung di beureuman beungetna siga artis Korea, aya kana 4 urangna. Marenehna ngahibur dirina sorangan ku nyetel lagu barat, duka nanahaon, da bangun narimateun pisan ngadengekeunna terh bari nurutan ceuceuleuweungan. Ningali maranehna ngawih basa Ingris, kuring reueus, urang Cianjur teh barisa ngomong basa asing. Atawa cinta basa asingna luhur pisan nepika teu apal lagu Cianjuran, komo ceuceulweungan ngawihkeunna mah.

Barang gok langsung ditanya, "Keramas Bu?"
"Moal, teu kedah, nembe tadi enjing kuramas," kuring ngajawab saujratna.
"Barangkali mau keramas sambil dipijit biar enak," pok budak awewe anu make baju merecet.
"Moal, cekap, langsung dipotong we," kuring keukeuh teu daek.

Dina hate kuring nyenghel seuri. Asa aya ku lucu, dua basa anu beda tapi bisa nyambung ngobrol. Si Eneng keukeuh make basa Indonesia, kuring keukeuh make basa Sunda.  Mun kitu atuh dina make basa Inggrisna oge, langsung nyambung.

Buuk dibaseuhan tina cai anu disimpen dina semprotan. Pagawe anu rada aya umuran kadenge nelepon si Ibu salon, ngabejaan yen aya tamu. Hawr-hawar kadenge nanyakeun naha tamuna dikeramas atawa henteu, Manehna ngajawab bari bangun mentegeg saeutik nyebutkeun henteu, bade langsungan di potong. Kuring api-api teu ngadenge we.

Anu nyemprotan buuk bari ramo-ramona ngayap kana kulit sirah, nyarita, "Bu, ada uban, mau di cabutin?'
"Teu kedah, wios, kitu we." Kuring ngajwab siga nu teu boga kecap-kecap anu mantes, make kekecapan anu tadi bulak balik.
"Bu, mau dicet ga rambutnya biar ga keliatan ubannya." manehna nawaran solusi keur urusan huis, anu meureun ceuk manehna mah kudu diurus.
"Cobi ningal, warnana nu kumaha wae, sabaraha pangaosna, sabaraha lami pami dicet?" kuring merekpek nanya. Dina pikiran kabayang, lamun dicet beureum, meureun siga Surili, ih baraid teuing.  Nanya soteh pedah karunya we kanu nawaran, ti tatadi panawarna ditolak terus-terusan.

Sanggeus buuk lantis, manehna eureun nyemprotan buuk. Terus ngabejaan yen si Ibu salon nuju di jalan, sakedap deui dugi. Kuring teu pati malire. Terus we ningalian warna-warna pewarna rambut, anu puluhan  geuning. Saumur hirup tacan pernah dipikok, apanan cenah haram, matak teu kapikiran ngarobah warna buuk. Barina lamun  diwarnaan, lalaunan meureun ngeser tah warnana teh, meureun kudu ka salon deui ngatah warna buukna teu dua rupa. Nambah pigaweeun.

Keur anteng ningalian warna buuk, kadenge aya nu asup. Si Eneng anu opatan muru ka tamu nu karak datang.

"Tolong urusin uban Ibu yah, baru 40  kok ubannya udah bikin ga enak," kadenge manehna menta tulung bari bangun gegelendeng nyalahkeun huis anu geus norojol teu sesuey jeung kahayangna.
Kuring ngareret ku juru panon. Ih geuning, ibu-ibu sosialita, make baju satuur, sendalna anu mahal tea, anu hargana cenah 3 juta sapasangna teh, merek Birkenstok, anu ceuk babaturan kuring mah, di Singapur ayana ge sendal anu kitu mah.

Kuring ngomong ka diri sorangan, 'Oh meureun nu kieu jelema beunghar teh," ari panon mah teu wani nempo kana rupana mah. Ngan wasa neuteup sendalna we bari ngabanding-bandingkeun jeung sendal Carvil nu kuring. Modelna mah mirip, ngan ari merek mah, eh brand mah pan teu ngabohong.

Si Eneng cuh cih ngagimbung nyabutan huis. Kuring tungtuna balik deui melong kana cet rambut. Dina hate teh, sugan kudu milu dicet buuk teh ngarah siga jelema beunghar. Untung pikiran teh teu laju, si Ibu tukang salon kaburu datang. Manehna langsung motong rambut, geus teu tatanya deui, langsung krek-krek, dan geus apal kuring mah sok dipotong pendek cukup sajengguteun we panjangna mah.

"Haduh aga cepatan dikit yah, anak sayah mau bubarandari sekolahnyah," ceuk ibu anu make sendal mahal.
Kuring panasaran, ngareret seutik. Gebeg. Geuning huisna loba. Teu sieun botak sugan. Najan loba duit ge, ari botak mah, hoream.

Ngamangpaatkeun nu aya

Ti saprak salaki kuring ngumumkeun milu nyaleg, rupa-rupa kajadian nu karandapan. Salah sahijina nyaeta urusan 'relasi'. Nya panan ari nyaleg bari teu boga duit mah, modalnya kudu ngabina jeung nyieun relasi nu loba, kitu ceuk salaki kuring mah.

Di lembur aya hiji lalaki, umurna sigana leuwih ari ti 50 mah. Pagawean matuhna mah tukang menta sodakoh lamun aya nu ngurebkeun. Atawa lain eta sugan pagawean matuhna. Sapopoe kulantang kulinting bae sabudereun pemakaman, ngaroris siga mandor. Tapi lain mandor, da mandaor mah aya, pagawe negri anu sok make seragam oranye lamun keur poe dines mah.

Sebut bae manehna Mang E. Ceuk beja manehna urut preman anu insap. Insap tina mabok, tina preman, insap tina kalakuan teu eucreugna we. Boga imah, boga pamajikan, boga anak. Mun teu salah asa pernah nyaritakeun anakna nu pangleutikna masih keneh sakola keneh, SD asana mah. Hiji deui, boga motor.

Ampir saban poe Mang E datang ka imah. Tujuanna nepungan salaki. Ngakuna mah cenah abdi mah berjuang kango Bapa. Nepika poho dahar, tah ieu beuteung ge, pokna bari nunjuk ku lengeunna kana beuteungna, teu acan kaeusian nanaon, nyeri ayeuna teh. Mang E nerangkeun mun manehna boga panyakit maag, lantaran loba puasa cenah. Duka enya duka henteu. Rek bener heg, da eukeurna, rek teu bener oge, heg, da keur manehna.

Kadang-kadang tina sapoe aya kana tilu kalina datangna teh. Anger we tujuanna mah kitu, bade ka Bapa. Asalna kuring teu pati malire. Ah pek we arek mantuan neangan relasi mah, kuring mah moal milu riweuh. Ngan kadieunakeun mah mimiti ngarasa lamun manehna ngamangpaatkeun kaayaan.

Tah, peuting ieu ge datang. Salaki kuring keur masangkeun panto anu geus dalapan taun tacan kapasangkeun. Karek ge saencret gawe, manehna geus ngagorowok uluk salam. Salaki bangun paur semah teu ngeunah hatena. Cul alat-alat gawe, cul naon, langsung nyampeurkeun, diladangan. Rek balik teh sok beasna (anu beas teh ngan saktu-kituna deui, sok sampeuna, alesan bisi hideung, padahal karak diala bieu sore).

Kaitung kacida berehanna salaki teh. Moal aya jalma anu sakitu welas asihna siga salaki kuring mah. Matak salembur ieu mah, pada muji moal aya deui nu berehan sapertos Bapa mah. seueur sodakohna, seueur jariahna. Kitu tah conto pok-pokan ti tatangga, kaasup Nini N anu eta oge sarua sok nganjang sacara reguler, neang sodakoh kujalan nepangan Bapa. Kuring kudu acung jempol, siga acung-acungana leungeun Nini N saban datang ka imah muji bebeakan kana kahadean Bapa.

Ari ceuk pamikir kuring mah asa jadi dimangpaatkeun ku pangsiunan preman. Contona bae kieu. Hiji poe, isu-isuk geus uluk salam, bebeja lamun guruna cenah maot. Datang ka  Bapa manawi aya kango ongkos. Golosor.

Poe anu lainna deui, bebeja lamun atos tataros, Bapa mah kedah maju, bakal meunang. Memeh balik teu poho, menta ganti ongkos. Golosor.

Minggu anu katukangna, manehna datang rek menta bengsin sabab arek nepungan warga masyarakat di daerah dapil Bapa. Cenah teu bisa indit da motorna taya bengsina. Golosor.

Kitu-kitu jeung kitu we. Budakna tacan dahar, menta ka Bapa. Pamajikanna gering, Bapa anu kudu mere duit keur meuli obatna. Manehna teu boga beas, Bapa anu kudu nyadiakeunna.

Ari salaki mah majar teh nya meureun sakitu kabisana. Keun we.























Te Kateguh (bagian kadua)

Méré matéri téh saenyana mah teu sorangan. Aya saurang deui, Bu D, jadi kuring, kadua manéhna téh disebut Tim Dikdasmen.

Tabuh 10.30 bagian Tim kuring. Ti awal geus jangjian yén anu mimiti méré matéri Bu D heula. Itungan gawé dua poé di Kemenag téh diitungna 8 jam séwang. Ngan gawéna gantian, kuring heula maju 2 jam, Bu D maju 2 jam, kitu wé. Sapoé kaitung 8 jam téh, kuring maju 2 kali, Bu D ogé maju 2 kali. Kitu rarancang awalna mah. Jadi instrukturna piligenti ngarah boga waktu keur istirahat. Lamun sapoé séwang mah, beurat teuing. Najan enya genah, bisa sapoé, terus isukna balik, ngan orokaya pagawéan kitu téh matak ripuh kacida. Enya pan ti peutingna teu saré, atuh beurangna ngalentuk gawé nepika jam 10an peuting, terus balik sapeupeuting, waduh matak ripuh. Dua peuting teu saré, dua poé teu istirahat. Moal kaawakan ku kuring nu geus kolot mah.

Materi kahiji ngeunaan gambaran umum kurikulum 2013. Bari nerangkeun K-13 bari sakalian ngawanohkeun kira-kira materi 16 jam teh ngawengku anu dijelaskeun dina materi kahiji. Kuring diuk di hareup merhatikeun Bu D mare materi. Kuring karak ngarti. Sihoreng di Indonesia, ayeuna aya 30 sakola Kristen. Lolobana ayana di wilayah wetan saperti Malang, Lombok, Ternaté, Papua. Jadi pesertana téh, kulitna ngawakilan jalma urang wetan. Tina 30 SMAK eta, aya 3 sakola anu negeri. SMAK teh sarua jeung MA lamun muridna Islam mah.

Peserta rek timana-mana oge ari keur kuring  mah teu jadi masalah da geus biasa. Ngan anu rada muter keneh dina pikiran mah, ari sakolana siga kumaha, geus sabaraha lila ari K-13 dipake disakolana, geus sabaraha kali guru-guru anu jadi peserta ieu miluan pelatihan. Informasi ieu penting. Bisi we, kuring nganggap manehna geus mindeng milu pelatihan nu sarua, tungtungna boseneun da geus lain materi anyar. Atawa sabalikna, maranehna tacan pernah pisan meunang materi pelatihan K-13, tungtungna teu nyambung, jauh teuing. Ngan ari maca tina informasi anu beunangna ti Google mah, Kemenag ngaluarkeun peraturan K-13 di lingkungan Kemenag ti taun 2016, jadi paling luhur karak kelas 11. Hartina, tos aya sababaraha guru anu pernah milu pelatihan.

Peserta teu bisa ditebak naha maranehna resep, teu resep, antusias, teu antusias, kana materi kahiji. Anu matak hese nebakna diantarana sabab pikeun kuring mah anu teu wanoh kana rindat jeung basa gerak urang wetan jadi teu bisa ngira-ngira eusi pikiran jeung ngolongan eusi hatena. Materi kahiji beres kalayan lancar. Aya nu nanya. Lain nanya, curhat mun ceuk istilah budak ayeuna mah. Manehna ngarasa yen pamarentah teh méré tanggung jawab anu beurat teuing keur guru-guru Papua mah. Kurikulum ngukurna ka Jakarta, teu ngukur kumaha lamun nu diajarna urang Papua, anu istilahna mah boro-boro basa Inggris, maca we tagegog keneh, malah lolobana mah sebutkeun teu lancar maca. Kana basa Inggris lain teu resep, tapi kecap-kecapna minim pisan, teu nyaho ari basa Inggrisna dahar teh naon.

Bari diuk ngadédéngekeun nu nanya jeung Bu D anu nyoba mere respon, kuring dina hate mah ngagerentes. Tong boro urang Papua, urang Cianjur oge, pan siswa kelas 12 waktu dibere parentah  Observe the pictures and find the differences. Siswana teh ngahuleng. kuring nyangka ngahuleng keur mikir, padahal mah, ngahuleng teu ngarti parentah. Waktu ditanya kecap naon anu maneh ngarti, ngajawabna ukur dua picture, and. Beu! Beurat kacida pan lamun siswa anu di Cianjur, Jawa, deukeut ka Jakarta mun ceuk guru Papua mah. Pasti nyangkana siswana teh palinter, cas cis cus basa Inggris. Padahal mah, nya kitu tea we, ari kangaranan keterampilan make basa mah, teu bisa ngandelkeun dimana manehna jinek, kudu kumaha kakeyengna. Najan jinek di Inggris, ari mumul make basa Inggris mah, nya tetep we teu bisa.


Materi kahiji rengse kalayan lancar. Bu D maju deui, mere materi kadua. Kuring teu waka maju lantaran keur materi anu katilu tacan siap PPTna. Jadi kuring nyiapkeun keur materi katilu, Bu D maju deui 2 jam. Materi ngeunaan 4C jeung HOTS. 4C teh nyaeta ngeunaan tungtutan pikeun jalma kiwari kudu boga kaparigelan komunikasi, kreatif, bisa kolaborasi, jeung kritis ngarah bisa hirup di jaman digital, jaman global, jadi warga nagara internasional. Tah anu 4C eta dilatihkeun ka siswa. Tangtungan ge ari sacara teori mah gampang. Upamana bae kritis, cirina siswa kudu bisa mereskeun masalah kalayan teu ngadatangkeun masalah anyar. Unggelna mah kitu ceuk teori, nu hese kumaha ngalarapkeunna dina rarancang ngajar jeung kumaha prak-prakana waktu keur mere conto ka siswa, eta masih keneh hese.

Ari HOTS nyaeta higher order thinking skills atawa ngalatih siswa sangka bisa make uteuk, boga kamampuhan pikeun nyanghareupan masalah ngagunakeun logika, efektif, beres roes bari luyu jeung kaayaan kahirupan jaman ayeuna. Ieu oge sarua. Dina lebah teori mah gampang. Lebah nerapkeunna mah, hese kacida.

Waktu kuring ngiluan pelatihan HOTS, lain sakali dua kali, anger we teu ngarti. Lain teu ngarti ku teorina, teu ngarti ku nu mere materina. Mere bahan pikiraneun anu teu matak kahontal ku guru dina emprona lamun dipake ngajar di kelas. Mere teori lain meré conto praktis kumaha prak-prakanna. Kuring nanya ka Bu D sugan manehna pernah meunang elmu praktisna kumaha cara HOTS dijieun dina rarancang ngajar jeung dina nyieun soal, jawabna teh acan cenah. Sarua sihoreng, manehna ge ngan meunang teori-teori hungkul.

Sakali-kali kuring menerkeun PPT keur bagian kuring maju. Sakali-kali kuring merhatikeun kaayaan kelas. Peserta anger we tacan kateguh kumaha eusi pikiranna. Aya nu narik kana ati tina conto anu ku Bu D ditepikeun ka peserta. Waktu keur pelatihan, kitu pokna. Dibere conto soal carita HOTS. Kieu dongengna teh" Aya aki-aki melak gedang. Kabeneran gedangna asak, dua siki. Di ingkeun we ku manehna teh hayang asakna pas. Hanjakal, batan asak, kalahka aya nu maok, hiji. Sesana hiji deui. Si aki masang taraje. Pokna, karunya ka maling. Manehna kudu ripuh naek. Ari dibere taraje mah, kari naek. Tapi isukna, gedangna teu leungit, kalahka jol aya lalaki nu ngaku maok gedang tea. Manehna datang mawa gedang dua. cenah anu hiji mah meunang maok, anu hiji deui mah meunang meuli ti pasar, itung-itung keur menta hampura lantaran geus maok."

Eta dongeng HOTS dicaritakeun ku Bu D ka anakna anu karak kelas hiji SD. Ari pok teh anaknya ngomong kieu, "Mamah, ari carita tadi kajadianna di nagara mana?" Ieu hartina keur budak leutik anu hirup di tempat sagala gampang leungit, popoean, leungit, panci keur dipoe, leungit, sepeda, leungit, asa teu kaharti, gedang leungit, karah mere taraje ngarah nu maokna teu ngarasa hese. Ieu conto hartina teu nungtut berpikir tingkat tinggi, lantaran teu asup akal, teu luyu jeung konteks kahirupan jaman kiwari. Tah, salevel pelatihan di tingkat nasional bae siga kitu contona. Ieu nunjukkeun yen hese pisan nyieun soal HOTS, komo deui ngajar di kelas bari make HOTS.

Kulantaran nanaon oge kudu aya beresna. 4C jeung HOTS sanggeus ditepikeun ka peserta mah, beres. Naha engkena pesertana jadi bingung, jadi teu bisa sare gara-gara K-13, eta lain tanggung jawab penyaji. Kuring, anu mindeng manggihan hal-hal anu teu pati parok jeung pikiran lamun keur ngilu pelatihan, sok jempe bae. Biasana, penyaji ngan boga kawajiban nepikeun materi sakannyahona. Masalah asup akal,  bisa dipraktekeun atawa henteu, ulah jadi pipikiran.

Jam kahiji kadua beres. Waktuna pikeun Bu D istirahat, jam katilu kaopat kuring  nu maju.




Saturday, August 25, 2018

Teu kateguh (bagéan kahiji)

Dua poé kabagéan tugas pikeun méré matéri kurikulum ka guru2 SMAK sa-Indonesia. Pas ningali surat nu nyebutkeun SMAK, sakola Kristen. Pikiran téh langsung baé ngabelesat ka BPK Bandung, tempat Bu Liani ngajar.  Sakola swasta anu maké kurikulum Cambridge.

Dina pikiran téh kabayang lamun guru2na caranggih, nyieun rarancang ngajar maké model Longman. Teu béda jauh jeung waktu kuring diperedih méré pangjajap nyieun penelitian ilmiah, pan méntana ngomongna kudu ku basa Ingris.

Ayeuna méré matéri kurikulum ka guru2 basa Inggris SMAK saIndonesia, beu, boa moal kataékan, pan maranéhna maké kurikulum Cambridge.

Bari rada teu pati wani, tungtungna nanya ka pihak panitia: Naha bet mimiti pelatihan pas dina poé Lebaran Rayagung, naha engké pesertana méré deui pelatihan ka guru2 di provinsina séwang2an, siga lamun pelatihan di DirPSMA, aya tahapan. Nu Nara sumber ngalatih instruktur provinsi,  nu provinsi ngalatih instruktur kabupatén,  nu kabupatén ngalatih guru sasaran, terus naha materina bisa diganti disaruakeun jeung anu biasa dibikeun ti DirPSMA.

Katilu pananya éta dijawab kalayan tandes ku Bu Marini, panitia. Lebaran Haji teu jadi halangan,  manéhna ngokolakeun Kemenag Kristen. Terus guru2 ngan ngalatih babaturanna di sakolana wungkul. Nu pangahirna matéri bisa diganti, disaruakeun

Kuring jadi tambah bingung,  jadi SMAK téh atuh sakola nanahaon.

Kacaritakeun waktu pikeun méré matéri cunduk. Kuring  indit jeung si cikal naék travel Deny, masing2. Kuring  mah ka Gambir, Jakarta pusat. Ari si cikal mah ka Pancoran, Jakarta Selatan. Kuring ninggalan duit saratus rebu keur si bungsu. Nu cikal 200 rebu bari dikurangan ongkos travel. Kuring sorangan mawa duit 200 rebu keur jaga2 bisi aya perlu nanaon salila di lembur batur. Dina sawangan pan balikna mah mawa duit ti panitia.

Travel téh néangna tabuh dus subuh. Hartina sapeupeuting teu saré,  kahiji sieun kabeurangan,  kadua  nginum kopi campur madu paméré salaki,  pajar keur miceun rieut sirah. Rieut anger aya, ditambah ku teu bisa saré. 

Nepi ka hotel Marylnn téh tabuh genep. Panitia tacan  hudang, ari konci kamar di panitia. Tungtungna nya kudu sabar baé nunggu panitiana hudang.  Ari ningali di ruang Tulip mah, katempo sababaraha guru keur dariuk, sigana rek ngalaksanakeun ibadah pagi.

Tabuh tujuhan karaka Bu Marini, panitia, nyampeurkeun bari ménta hampura cenah saréna rada kabablasan. Kuring dibéré konci. Kulantaran lapar, sakalian diajak ongkoh,  tuntungna kuring ka ruang makan heula. Ari pék, aya Pa Doni. Pa Doni teh penyaji PPK. Manéhna moal apaleun ka kuring najan mindeng panggih gé.  Kuring mah peserta, Pa Doni mah satgas PPK.

Ngobrol kaditu kadieu bari dahar. Tuntungna sanggeus asa wareg, kuring amit mundur rék ka kamat heula. Pa Doni mah jeung Bu Marini langsung ka ruang Tulip, acara poé kadua dimimitian ti materina Pa Doni. Sanggeus éta karak bagéan kuring. 

Sabari nungguan jam 10, waktu téh digunakeun pikeun nyieun PPT Literasi. Asa kagok maké  anu Pa Wien satgas Literasi Nasional mah. Teu pati apal kabéh data2 angka PISA, jeung bagian literasi dina ngajar mah masih kurang, jadi nya asa leuwih hadé lamun nyieun heula. Waktu geun nunjukkeun tabuh 10, aya waktu 30 menit ka bagéan kuring jadi penyaji. Kuring kaluar kamar 2208, muru ka ruang Tulip di lantéy lima. Lantéy dua kuduna mah. Hotél téh anéh teu aya lantéy hiji, dua, tilu, opat  dua belas, tilu belas, opat belas, langsung ti Lobi ka lantéy 5. Meureun angka2 anu disebutkeun tadi dianggap angka sial matak teu dipaké di ieu hotél.

Thursday, August 23, 2018

Langlayeuseun

Barang asup ka imah, kasampak Excel keur ngagojod wé disimbut. Cenah mah muriang. Ditanya geus dahar acan, jawabna acan. 

Awak anu rampohpoy, puguh gé keur gering, ti kamari utah2an, ditumbu ku mencret-mencret, ningali budak kitu haté mani gudawang. Atuh naha bet teu meuli dahareun pas di sakola, panan dibéré duit, cukup ari keur dahar mah. Tapi pan ngaranna ge budak, moal mentingkeun beuteung cara kolot. Tungtungna kaliwat, salatri boa, teu dahar ti isuk nepika soré.

Rupa-rupa wé urusan rumah tangga téh. Boga budak dua, teu kaurus.  Nu gedé mamaké notor ka Bogor saminggu dua kali, matak melang. Melang ditilang, oge melang ku picilakakeun. Pan loba kabéjakeun kiwari mah loba anu dirampas motorna, jelemana dirogahala. Haté téh lelenyapan wé saban budak indir jam 3 atawa jam 4 subuh. Nyakitu deui pas balikna jam 12 atawa jam 1. Matak teu bisa saré ari keur indungna mah.

Ayeuna nu leutik, der gering. Lain teu meunang gering, da gering mah bisa waé bagian.  Ngan nu ngalantarankeun geringna pedah teu dahar, eta nu matak nyebitan haté.  Di imah memang teu loba dahareun ngalayah, tapi aya ari sakadsr keur ganjel beuteung mah. Mun teu éra ku umur hayang ceurik, bebeja ka méga naha bet kieu rumah tangga téh,  nogéncang. Salah peran. Awéwé nu hapot2an maraban kulawarga. Keun teu masalah ari lebah gawéna mah. Jadi masalah lamun budak teu mantuan dipanguruskeun, imah teu dibantuan pangmeresihankeun.

Lamun geus kieu sok ras bae kana umur. Urang Indonesia mah umurna pan teu panjang, ukur 60 atawa 65. Kuring ge kari nunggu sapupuh taun ka 60. Nya kagok sabar, sabaran baé.  Bédana jeung batur meureun, batur mah ngalaman senang heula dina rumah tangga méméh maot, ari kuring mah sangsara saumur-umur. Keun baé, meureun kitu milikna.

Balik ka budak. Gura-giru kuring nyangu, néangan deungeun sangu anu bisa asup kana beuteung budak SMP. Terus dibéré obat, disina saré wé geus kitu mah. Susuganan ari geus dahar bari geus dibéré obat mah kasakitna ngurangan. Kuring sorangan ngajentul, anger wé mikiran hirup.

Taya bèrésna lamun ukur dipikiran mah, tungtungna ngayap, mérésan baju meunang nyeuseuh.  Ditilepan. Can gé angeus satengahna, sirah nyanyautan nyeri kacida. Panon asa panas. Ti kamari panon téh bélékan, nyeri, jeung bareuh. Teuing kakebulan lamun keur kana motor, teuing mémang panyakitna keur jadi. Ngagolér wé tungtungna mah. Ngararasakeun awak salalian ngararasakeun nasib. 

Menikmati Korban

Saya tidak bisa mengajar lagi di hari Kamis ini karena ada undangan dari Kemenag untuk melatih guru-guru bajasa Inggris SMAK, Knya adalah Kristen di Merlynn Park Hotel Jakarta 23 dan 24 Agustus 2018.

Pagi2 saya telah berangkat bersama Mira menggunakan jasa Deni travel. Kami berangkat dengan mobil yang berbeda karena tujuannya beda.

Sambil memikirkan bagaimana caranya bisa tidur, saya lihat pengumuman resmi di grup sekolah. Isinya seperti di bawah ini.

Agenda Kamis, 23 Agustus 2018, pada jam Litetasi semua siswa dan guru, TU menyaksikan pemotongan hewan kurban, di area belakang, dan dilanjutkan KBM seperti biasa, ada beberapa siswa kelas XII yg didispensasi membantu kegiatan pemotongan hewan qurban.
Kepada bapak/ibu walikelas, untuk mengecek tempat pengolahan daging qurban jatah masing"kelasnya.
KBM efektif sampai jampel ke 6.
Siswa disilakan untuk menuju tempat pengolahan daging setelah shalat duhur berjamaah di lingkungan sekolah.

Menarik sekali kegiatan latihan berkurban ini, terutama dari sudut pandang siswa. Para siswa sedikit terusik dari segi keuangan karena banyak sumbangan yang harus dikeluarkan. Sumbangan harian uang kas kelas, sumbangan Planet Smanda, sumbangan Qurban, sumbangan persiapan Ujian praktek seni (khusus kelas 12).

Namanya juga latihan berkurban. Ya otomatis mengorbankan sedikit yang saku merupakan awal yang nyata.

Monday, August 20, 2018

Kieu kénéh

Subuh2, jam 2 geus tuturubun maké motor muru ka Bogor. Untung indit anu ayeuna mah Bapana daék nganteur.  Melangeun sugan, budak awéwé indit tabuh 2 subuh sosoranganan kana motor. Pan ayeuna mah loba kabéjakeun hal2 nu goréng.
Cénah aya nu dipaok motorna. Api2 nabrak ti tukang, terus ngagolepak, nu nubruk nyampeurkeun sugan téh rék nulungan,  padahal mah rék nyokot motorna, nu boga motor mah euleugeug hookeun motorna dibawa indit. Sakitu gé untung kénéh nu boga motor teu digunasika.

Terus hal goreng lianna nyaéta pulisi. Pulisi mah siga nu resep ngaheureuyan budak kuliahan téh.  Disebut ngaheureuyan téh pedah wé saban liwat ditilang, bangun2 geus dicirian motor anu éta kudu diarah.
Dipegat, diajak ngobrol, diajak transaksi kaamanan pajar aya aturan nu dilanggar, ngasongkeun paménta, kufu dibayar ku duit damey. Uang daméy teh haregana 150 rebu. Uluh mahal jeung duit gedé.  Tapi keur budak kuliahan mah batan ngabela diri, mending méré duit.  Lebah gerak cepatna mah alus, urusan langsung bérés,  ngan orokaya ari keur kolot mah, ngayakeun duit  150 rebu téh pan sakitu héséna.

Budak téh ayeuna semester 5 di Sampoerna University. Manéhna kapeto jadi panitia Ospek keur mahasiswa angkatan 2018. Ari kawanina mah, luar biasa, cacakan awéwé,  wanian. Naék gunung, neuleum ka laut, éstuning teuneung ludeung. Kagiatan Ospekna cenah nepika Salasa. Matak bingung, salila 2 peuting manéhna saré dimana.  Budak téh dititah kos2an, embung majar téh lebar ari kuliahna ngan 2 poé mah. Mendinh bulak  balik wé  ti imah. Cicing di adi beuteung do Tangerang, teu pati sumanget, alesanna anget wé cenah capé,  indit subuh, jam 5 kudu geus dina karéta. Neangan kosan wegah.

Mudah2an wé engké mah manggihan kosan anu matak manéhna betah.  Karunya atuda lamun bulak balik Cianjur-Bogor-Jakarta kana motor mah. Lamun kana mobil onaman, teu kaanginan, kahujanan, kapanasan. Lain teu boga mobil mah. Boga. Ngan euweuh, nyangkut di adi beuteung. Duka kumaha urusanna. Mobilna euweuh  duitna euweuh. Bapana budak siga anu teu pati melang, padahal mobil téh pan duitna meunang anjuk ngahutang.  Teu kasaan maké da ti mimiti kabeuli, dipaké ku batur alesan keur konsolidasi partéy. Ayeuna, lesot ti partéy,  ku adi beuteung ogé,   sarua, lapur.

Hirup téh kieu2 kénéh wé.  Bapana amprung2an dina partéy.  Kuring amprung2an néangan duit keur maraban kulawarga. Barudak ngamprung dina urusanna séwang2an.
20.08.2018

Friday, August 17, 2018

Seni

Reak, sumedang rancakalong
Banyet
Tarawangsa
Celempung

Sumber: kementrian
Instrument: Borang
PPKD: pokok2 pikiran kebudayaan daerah?
Terwujudnya harmonisasi antara budaya

Analitis,
Sampel: 8 kecamatan (cibeber,
Objek kebudayaan, seni pertunjukan, upacara (Nyalawena), cagar budaya,
Tugas: menemukan masalah dari setiap objek, target capaian setiap taun,
Kaji ulang: plus minus.
Tg 20 masuk aplikasi, log in ke apik revisi belakangan.
Sopandi:adat istiadat, tradisi lisan, ritus,
Dadan: teknologi tradisional,  permainan, pengetahuan tradisional, 
Bahasa

Sosialisasi UU no 5 di Tasik, akibat aya nu ngarasa ngawasa matéri Susan Febrianti, Karatuan dalem cikundul.

Monday, August 13, 2018

Ngahudangkeun nu paeh


Kasampak Siska keur méré matéri saréséhan pikeun para budayawan saIndonesia. Katingal leungeunna pakupis metakeun kumaha carana ambung tangan anu mindeng pisan salah dina milampahna utamana ku barudak sakola.

Manéhna kadéngé keur nerangkeun rusiah naha basa Sunda Cianjur meunang kalungguhan jadi basa Sunda panglemeskan di satatar Pasundan. Rusiahna aya tilu, urang Sunda Cianjur mah boga: rengkuh, lentong, jeung pasemon. Rusiah pentingna, lentong. Nurutkeun hasil panalungtikanna, engang nu kadua ti tukang kecap nu pangahirna dipanjangkeun.  Peserta pating arunggeuk, katingal reueus geus bisa nyakséni budak ngora nu nerangkeun hal-hal pelik ngeunaan kumaha ngaronjatkeun ajén budaya utamana budaya Sunda kalayan logis jeung ngindung ka jaman.
Siska sorangan saréngséna méré matéri, siga anu rusuh pisan, langsung naék grab mangprung nuju ka hiji imah. Lain imahna. Siska mah urang Bandung ogé cicingna di Bandung. Ieu mah Pekanbaru, Jalan Sultan Syarif Kasim. Manéhna muru ka saha?
○○○○○○○

"Punten janten ngarepotkeun," Siska ngamimitian nyarita.  Awéwé nu diajak nyarita najan geus kolot awakna lingsig beresih, lain jelema ripuh sigana.
"Oh, henteu anaking. Sukur bae bisa mampir ka dieu, bisa nyakséni Mamih nikah ka sobat almarhum Papa Siska kapungkur," tembalna bari nyekel taktak Siska.
Tacan gé Siska éngab, pok deui manéhna nyarita, "Istirahat heula baé, bada magrib urang ngariung. Pa Halim, sobat Papa -calonna Mamih téa, hoyong nepangan Siska. Aneu, rayi Siska panan tos pesen hoyong ngobrol cenah."

Siska imut, teu nyarita nanaon, terus baé muru kamar nu ditunjukkeun Mamih pikeun isitirahat.
Bérés ucul-ucul, Siska ngadon ngahuleng. Papa, anu Siska teu apal rupana, cenah kacilakaan di pabrik kalapa sawit. Siska digedèkeun di Bandung ku Mamah. Estuning tacan pernah nincak Pekanbaru, tempat di mana Papana muka usaha jeung Pa Halim.
○○○○○○

Ngariung jeung kulawarga Mamih keur Siska mah méré kasempetan pikeun meunang gambaran sakaligus nalungtik kumaha Papa baheula. Mamih téh pan istrina Papa sanggeus ningalkeun Mamahna waktu Siska karak tilu bulan dina kandungan. Papa muka usaha kalapa sawit jeung Pa Halim nu harita mah bujangan kénéh, berekah usahana langsung hasil gedé. Istilahna tina sahéktar, ngarekah jadi dua héktar, terus ngalipet jadi opat, jadi dalapan. Matak poho ka balik, poho ka pamajikan.

"Mangga dicobian Sis, didieu mah teu kaci pami teu aya lauk. Tah ieu mah Lauk Bilis atanapi Pantau, nu éta Baung, Selai, Patin sadayana ti sungai Kampar, Ubi Tumbuk sareng sambel cabé," Mamih tutunjuk kana dahareun anu ngajagrag dina méja makan matak barieukeun.
"Sabaraha lami Téh Siska di Riau?" Aneu nanya bari siga nu teu maliré kana dahareun anu ditunjukkan ku indungna.

Disela-sela huap, Siska waléh yén ngan bisa nepika malem Kemis di Pekanbaruna. Poé isuk, Rebo, teu aya jadwal, ngahaja nyadiakeun waktu pikeun kulawarga Mamih, hususna mah keur Aneu anu majar hayang ngobrol salaku adi ka lanceuk. Siska balik deui ka Bandung jam 9 peuting. Poé Kemis kudu geus aya deui di kantorna.

Saméméh ngahuap deui, panonna ngabagi rérét kanu ngariung méja makan, pok nanya, "Dupi Mamih gaduh foto Papa, atanapi naon baé titinggal anjeunna, rumaos Siska poékeun pisan. Mamah sapartos nu alim nyarioskeun Papa."

"Siska, geulis, sadayana tos sapuk, moal nyabit-nyabit deui Papa hidep. Hawatos ka Aneu," Mamih langsung ngajawab bari neuteup ka Aneu anu bangun teu genah cicing. Teu kanyahoan ku nu aya didinya tina sisi-sisi panon Aneu aya nu rembes.

Dahar jadi ilang ni'matna pas Aneu ngoléséd ningalkeun méja kalawan teu nyarita. Bari tungkul, katingal hariguna naék turun, leumpang bari teu ningali tincakeun, asup ka kamar anu dituduhkeun pikeun istirahat Siska.
○○○○○○

“Tétéh, tulungan Aneu,” pokna bari nutupan beungeutna ku dua dampal leungeunna basa katangén Siska asup ka kamar.

Siska ngahuleng, naha bet ménta tulung. Manéhna neuteup adi sabapana. 

“Aneu mah teu rido pami Mamih nikah ka Pa Halim, kajeun Aneu nemahan pati,” Aneu neruskeun omonganna, ceurikna beuki teu kaampeuh.

Siska bingung kacida kudu kumaha ngamimitian nyarita ka Aneu. Manéhna datang ka Pekanbaru hayang nyukcruk nu jadi bapa, dan puguh informasi ti indungna pribadi mah teu aya pisan. Siga ngahaja dibawa dikubur. Peun taya hubungan deui jeung nu hirup.

Karak gé Siska rék nyarita, kelepek Aneu pingsan. Siska hariweusweus bébéja ka Mamih ogé Pa Halim anu katingali masih kénéh pating haruleng dina méja makan.

Sanggeus dibére kayu putih bari dipencétan, nyah Aneu beunta. Karérét saréréa aya ngariung manéhna. Deukeut sirahna, Mamih bareueus keur melong. Gigireunna, Pa Halim anu panonna keur mencrong manéhna. Di gigireun Pa Halim, Siska katingal bangun keur bingung.

“Kunaon atuh geulis?” Mamih ngamimitian nyarita. “Pami datangna Téh Siska kadieu matak nyuat-nyuat kanyeri kapeurih Aneu, Téh Siska tiasa dipiwarang uih.”

“Aneu nu lepat Mamih, sanés Téh Siska anu teu terang nanaon. Ogé lepat Mamih anu gurung gusuh netepkeun putusan.” Omongan Aneu matak reuwas saréréa.

“Aneu, sing sadar anaking. Apanan natrat dina buku diari disebatkeun Bapa sorangan anu maéhan Aneu. Dosa Bapa Aneu dibayar kontan, satutas ningal tulisan éta Bapa ngjéngkat inidit ka pabrik, terus mobilna tibalik. Cilaka ku polah sorangan, dasar Bapa gejul!” Mamih ngajentrékeun bari kekerot nahan kakeuheul.

“Mamih, Bapa sorangan anu dina diari téh sanes Papa almarhum, tapi Pa Halim, anu ku Aneu dianggap bapa sorangan. Mamih emut waktos Aneu sok ameng ka kantor Papa anu oge janten kantor Pa Halim. Duka kumaha dinten éta mah Pa Halim anu biasa mikanyaah Aneu bet tega ngaruksak kahormatan Aneu. Pajar téh kango nyampurnakeun bisnis, ka Papa tos asa ka Bapa, kango ngahijikeunna saur Pa Halim hoyong janten mantu Papa,” Aneu mungkas caritaanna bari bluk nangkuban.

Mamih, Pa Halim, ogé Siska kabéh ngabetem.
Bapana Aneu anu taya lina ti Bapana Siska salila ieu dipupus tina catetan kahirupan Mamah jeung Mamih lantaran geus dianggap ngaruksak anak sorangan, nepika maotna gé teu sirikna dipupuas. Kiwari kapanggih saha nu sabenerna nu ngagunasika Aneu, anu katingali pangkapeupeuhna mah Mamih.

Simpena kamar, raména pikiran masing-masing jalma anu aya di éta rohangan ngadadak eureun. Mamih ngadeg bari leuleuy pisan nyoara, “Kang Halim, mangga mulih, teu kenging ngulampreng deui ka dieu. Narah kulawarga abdi nampi Akang boh hirupna boh paéhna.”

Friday, August 10, 2018

Kenapa tidak berhasil, kenapa sampah masih dimana-mana?

Deklarasi Realistic (reduce all plastic) dalam arti mengurangi penggunaan botol plastik telah berjalan selama dua minggu. Para guru membawa Tumblr dan mengisi air minum dari dispenser. Namun ketika melihat ke luar kelas, masih bertumpuk botol-botol plastik bekas air minum tumpah ruah berserak di luar tong sampah. Program Realistic seolah tidak menunjukkan efek sama sekali.

Pertanyaan besar muncul, mengapa tindakan yang dimotori para guru tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi perubahan kondisi sampah botol plastik sekolah? Sambil menyimak kekhawatiran dari Bu Ratih yang menjadi penanggung jawab kegiatan, saya mencoba menganalisis mengapa hal yang dipandang mengganggu itu muncul.

Jumlah guru hampir seratus, beberapa siswa melalui himbauan wali kelas telah pula ada yang mulai membawa tumblr. Seharusnya, tong sampah tidak terlalu tumpah ruah dengan sampah botol plastik.

Setelah beberapa saat, saya mengajukan asumsi. Kemungkinan tidak adanya perubahan dalam kuantitas sampah yang diproduksi selama proses pembelajaran karena ada yang luput. Salah satu yang langsung dapat ditunjuk adalah 'sosialisasi'. Pengurangan botol plastik air minum telah dilakukan oleh para guru dan beberapa siswa belum didukung oleh kondisi penentu keberhasilan lainnya. Ketika siswa atau guru membeli air minum ke kantin, tetap masih membeli air minum lengkap dengan botolnya. Air dari botol dipindahkan ke tumblr.

Pihak kesiswaan pada saat rembuk pengurangan botol plastik mengajukan kekhawatiran bahwa pengurangan penggunaan botol ini akan merugikan dua pihak. Pertama, pihak kantin  yang biasa menjual air minum botolan. Kedua, pihak penjaga sekolah yang biasa mengurusi sampah botol yang bisa mendapatkan sedikit uang jajan dari menjual sampah botol. Kekhawatiran ini akhirnya mengakibatkan jumlah botol yang beredar di dalam sekolah tidak berkurang, sekalipun tumblr ada pada hampir setiap meja guru dan siswa.

Mengantisipasi berlanjutnya kondisi yang tidak diharapkan masih berlangsung, saya mengajukan tawaran. Pertama, bicarakan dengan Kepala Sekolah untuk memahamkan para penjual air minum botolan di kantin untuk beralih ke menjual air saja. Jika selama ini ada kerjasama dengan perusahaan kemasan air minum Al Mashsoem, bagaimana jika minta dikirim air galon. Para siswa juga guru membeli air yang dimasukkan ke tumblrnya. Tidak lagi membeli air botolan. Kedua, secara perlahan mengajak agar penjual air minum mengurangi jumlah botol air minum yang dijual. Jika biasanya menjual 10 botol misalnya, kurangi menjadi 8. Terus jumlah botol yang berisi air, dikurangi secara perlahan agar para pembeli juga secara perlahan beralih ke membawa tumblr dan membeli hanya air.

Ketiga, lakukan deklarasi secara gebyar, dalam upacara kalau perlu. Secara resmi lakukan kegiatan yang menguatkan siswa bahwa di sekolah ini pengurangan botol air minum secara perlahan diimplementasikan dengan konsekuensi jika membeli air harus membawa tumblr sendiri. Dalam seminggu atau dua minggu ke depan masih bisa membeli air botolan, namun mulai minggu ketiga atau keempat, sudah tidak ada lagi air botolan di kantin. Kantin hanya menjual air saja, botolnya bawa sendiri.

Keempat, rencana mengelola sampah oleh kelas segera dimulai. Teknisnya, setiap awal pelajaran, pihak kebersihan kelas membawa kantong plastik tempat pembuangan sampah (dipisah organik dan non organik). Pada akhir jam pelajaran kedua kantong plastik tersebut dikilo, dan diserahkan kepada pihak sekolah. Setiap minggu dipantau kelas mana yang sampah botolnya makin hari makin berkurang. Namun untuk program ini, menurut KS belum bisa dilaksanakan karena belum ada tempat penyimpanan sampah sementara yang disediakan sekolah.

Ketidakberhasilan suatu program bukan berarti kegagalan dari program tersebut. Banyak hal yang mempengaruhinya. Pengurangan penggunaan botol plastik tidak akan serta merta berhasil hanya dengan membawa tumblr dan air dari rumah. Perlu tindakan lanjutan lainnya yang harus diupayakan bersama sehingga program ini bisa menunjukkan hasil.

Semoga pelaksna program berhasil meyakinkan semua pihak untuk terus melanjutkan program baik ini. Harus diakui bahwa perlu waktu dan pembiasaan yang baru agar program ini terlihat hasilnya.



Monday, August 6, 2018

Jumat alokasi waktu penguat PPK rutin

Bagi warga SMAN 2 Cianjur, hari Jumat merupakan salah satu hari untuk pelaksanaan penguatan pendidikan karakter.  Bentuk pelaksanaan bersifat rutin yang melibatkan seluruh warga sekolah.

Pada pukul 6.45, semua warga sekolah berkumpul dan duduk di lapangan sekolah. Tujuannya untuk memulai hari dengan kegiatan berdoa bersama, diikuti mengumandangkan asmaul husna. Selanjutnya diadakan kegiatan membaca Yasin bersama.

Untuk menyejukkan hati, warga sekolah menerima Kultum yang disajikan oleh siswa dari perwakilan kelas. Materi Kultum disesuaikan dengan kalender keagamaan yang terkait dalam kehidupan nyata. Misalnya pada Jumat ini dibahas tentang pelaksanaan ibadah Haji dipandang dari kesiapan materi dan tenaga.  Tenaga menjadi  bagian dari kajian karena untuk berhaji memerlukan kekuatan fisik yang luar biasa. Sebagai contoh menghadapi udara ekstrim yang terjadi di tanah suci, juka badan tidak fit, niscaya ibadah terganggu.

Kegiatan ini  berakhir pada pukul 7.15. Selanjutnya para siswa masuk kelas dan jam pertama dimulai.

Bagi siswa non muslim disediakan pula kegiatan keagamaan sesuai agamanya.
Salah satu kegiatan diantaranya untuk para siswa Kristiani. Penguatan karakter dan keimanan terhadap agama yang dianutnya  dibimbing oleh lbu Siti Manur Gurning. Jangan terkecoh dengan nama, lbu Siti Manur Gurning beragama Kristen sehingga beliau menjadi pembimbing bagi siswa non muslim.

Kegiatan rutin yang dilakukan untuk penguatan karakter keimanan dan ketakwaan menjadi bagian penting dalam penguatan kegiatan baik yang sebelumnya telah dilaksanakan secara rutin di SMAN 2 Cianjur.
Dengan menjadi sekolah rujukan, SMAN  melaksanakan kegiatan berbasis agama dengan tanggung jawab yang semakin ditingkatkan. Pengontrolan dengan menggunakan daftar hadir dan catatan materi kuliah tujuh menit menjadi penanda keseriusan pelaksanaannya.

Saturday, August 4, 2018

Permulaan selalu membingungkan

Sekarang hari Jumat. Kenapa kalau hari Jumat? Kan minggu kemarin ada Jumat, minggu depan ada Jumat juga.

Jumat sekarang, 03 Agustus 2018 tidak sama untuk warga SMAN 2 Cianjur. Pasalnya ini menjadi Jumat pertama pelaksanaan aktualisasi kepramukaan yang berbasis keunggulan sekolah rujukan, yakni sikap tanggung jawab, toleran, santun (untuk PPK), mengisi pot dengan media (untuk PKWU), dan mengolah sampah botol plastik menjadi barang ekonomis ( program sekolah tanpa plastik).

Setiap yang pertama, sama seperti yang pertama lainnya, yaitu bingung.  Bingung karena harus apa dulu,  bagaimana jika salah,  siapa yang bertanggungjawab,  kemana harus mengadu dan serentetan bingung lainnya yang memenuhi kepala para guru juga siswa.

Waktu yang telah ditetapkan telah tiba. Para guru semua, seolah tercekat, 'inilah waktunya.'  Waktu untuk memulai perubahan, waktu untuk menandai menjadi sekolah rujukan, waktu untuk berkinerja sebagai guru sekolah rujukan.

Semua terpaku, dan tiba-tiba semua mata memandang ke arah yang tak bertepi. Entaj siapa yang memulai,  muncul pertanyaan, "Bu Nira kemana ya?"

Kami baru tersadar bahwa Bu Nira tidak ada diantara kami. Bu Nira adalah penanggung jawab pengelola untuk PKWU dan mengajari para wali kelas X dan XI bagaimana mengolah sampah botol plastik menjadi pengurang sinar matahari.

Seorang guru berkata, "Untuk membuat pengurai sinar matahari, ada tutorialnya di WA, sudah dibuatkan videonya." Kami mencoba membuka video yang dimaksudkan, tapi mendadak lemot, karena wifi sekolah dipakai bersamaan oleh puluhan guru. Maka unduh videopun gagal.

Seorang guru berkata, "Tadi Bu Nira mengajarkan ke beberapa guru, mungkin bisa bantu."  Beberapa pasang mata saling pandang dan diakhiri senyum simpul mewakili gambaran bingung tentang bagaimana guru yang sedikit tadi mengajarkan cara mengubah sampah botol dalam waktu singkat kepada 30an wali kelas dan 600an siswa.

Seorang guru lainnya berkata, "Bu Nira sedang membeli pot untuk menyemai bibit sayuran."

Saya ikut bingung. Tagihan Silabus, RPP juga jatuh pada hari Jumat yang sama. Saya lihat beberapa guru masih depan laptop menyelesaikan Silabus dan RPP yang saya umumkan batas pengumpulan pada pukul 16.00 Jumat 03.08.2018.

Kebingungan semakin menjadi karena wali kelas X dan XI yang belum diajari mengolah botol plastik harus masuk kelas dan mengajari siswanya. Kerta ls berisi prosedur menjadi tidak berguna karena tidak ads petunjuk misalnya berapa ukuran lebar untuk bentuk uril, berapa lebar ukuran untuk bentuk hati.  Belum lagi laporan yang membuat buntu yakni siswa tidak  membawa seterikaan, dan alat lainnya yang telah dipesankan.

Wali kelas XII tidak bergerak, belum paham apa yang harus dilakukan. Para siswa berseliweran, ada yang  menggendong tas, ada yang mondar mandir saja, ada yang mulai menyetel suara musik dari kelasnya. Benar-benar hingar bingar dan penuh kebingungan.

Saya akhirnya menawarkan solusi. Pak Dadang diminta mengumumkan agar semua wali kelas X dan XI beserta siswanya berkumpul di lapangan untuk belajar mengolah sampah botol plastik secara kolosal dibimbing guru yang dilatih Bu Nira.

Saya tawarkan Bu Erie dan Pak Gian untuk memilih RPP mana yang bagus untuk dilanjutkan dibuatkan videonya. Bu Erie menyebutkan telah memiliki kandidat guru yang bagus untuk divideokan mengajarnya. Saya iyakan, lakukan yang mungkin dilakukan karena waktu berjalan tanpa menunggu ketertinggalan yang kita lakukan.

Saya minta Pak Ginanjar untuk mengumumkan nama-nama guru yang telah  mengirimkan Silabus  dan RPP.  Namun sampai tulisan ini dibuat,  pa Ginanjar tidak mengunggah data nama-nama guru tersebut, mungkin karena khawatir dan takut mempermalukan. Saya paham itu.

Sambil masih berbicara ini itu kepada  beberapa  guru,  saya lihat anak-anak dan guru telah berkumpul di lapangan. Saya lihat guru yang  telah menerima kursus kilat langsung ambil alih tugas menyebar teknik mengolah sampah botol plastik. Anak-anak duduk bersila di lapangan. Sebagian mengisi gerah siang dengan memukulkan botol satu sama lain, menambah suasana semakin membingungkan, mana yang harus diperhatikan.

Bu Nira akhirnya datang membawa pot. Langsung diserbu  wali kelas XII. Pot-pot  diisi media, dan disimpan di dekat  kelasnya masing-masing.

Waktu untuk mengolah sampah botol plastik dan mengisi media tanam di pot telah selesai. Anak-anak mengumpulkan semua hasil pekerjaannya. Botol plastik yang berubah menjadi bentuk uril, hati,  dan bunga dimasukkan pada kantung penyimpanan. Minggu depan dilanjutkan lagi pembuatannya. Pot bunga berisi media telah berjejer depan kelas.
Anak-anak masih ribut berebut cuci tangan ketika bel tanda bubar kegiatan berbunyi.

Sekarang Jumat yang dikhawatirkan dan membingungkan telah berakhir dengan pembelajaran hidup yang bisa dipetik berbeda-beda oleh setiap orang. Jumat  menjadi Jumat istimewa karena masing-masing dari kami warga SMAN 2 Cianjur mendapatkan pelajaran baru yang mengubah cara pandang kami terhadap diri kami sendiri.

Masalahnya saya harus mandiri

Pada saat para siswa diminta menuliskan masalah apa yang membebani, sebagian besar siswa yang tinggal tidak bersama orang tua atau ngekos, mereka memandang bahwa tinggal tanpa orang tua adalah masalah. Jauh dari orang tua  dan harus mengatur hidup sendiri,  mereka sebut mandiri. Dan itu adalah masalah. Masalah pertama adalah makan. Mereka membuat nasi sendiri dan membeli lauknya. Mereka mengatur keuangan yang biasa diberikan secara bulanan.

Sebagian besar siswa SMA kelas XI yang saya ajar tinggal bersama orang tua. Semuanya hanya tinggal pakai, tinggal ambil, tinggal marah. Mau kendaraan, mau baju, mau, sepatu, semuanya telah disediakan. Milik orang tua adalah milik anak. Walaupun belum berSIM, motor boleh dipakai atas nama mempercepat kehadiran di sekolah.

Mau jajan, mau hape, mau pulsa, mau kuota, semua kebutuhan itu telah jadi bagian dari uang saku. Minta uang jajan dengan kuota sekalian menjadi biasa dengan alasan pelajaran zaman sekarang mah banyak pakai kuota. Walaupun sesungguhnya kuota digunakan untuk Mobil Legend, Tic Toc atau bermedia sosial lainnya. Orang tua tak urung mengabulkan khawatir si anaka benar-benar membutuhkan kuota untuk dukungan belajar.

Kemudahan yang dialami siswa yang tinggal bersama orang tua,  tentu tidak dialami anak kos. Pagi-pagi harus mencari makan sendiri, sedangkan anak yang tinggal bersama orang tua malah diteriaki dipaksa makan agar tak sakit perut.
Pada saat pulang sekolah,  anak kos harus mencari makan lagi. Pada saat libur, Sabtu Minggu digunakan untuk membersihkan kamar dan mencuci baju. Kedua pekerjaan yang tidak dilakukan sebagian besar anak yang tinggal bersama orang tua.

Tidak tinggal bersama orang tua memaksa anak kos mengerjakan semuanya sendiri.  Dalam budaya Indonesia ada kesan bahwa anak dilayani orang tua. Mau makan, tinggal ambil, mau baju, tinggal pakai, mau apapun tinggal minta. Ketika anak kos tidak bisa merajuk untuk menikmati sayur kesukaan, atau merenggut manja untuk mendapatkan baju baru, maka ketidakbisaan ini dipandang ketidakadilan. Maka tak sedikit, anak kos yang didampingi orang tuanya dalam semester awal sekolahnya.  Selanjutnya ditemani saudara atau pembantu.

Maka ketika seorang anak Indonesia melanjutkan kuliah ke luar negeri dimana semuanya menggunakan motto  DIY (Do it yourself) mereka terkejut sampai merasa shock culture.  Di tanah air mereka berlaku bak raja kecil yang bisa menyuruh-nyuruh, di tanah orang dia harus jadi orang biasa yang mengerjakan semuanya sendiri. Memasak, mencuci baju, berbelanja semuanya tidak bisa selesai dengan merajuk atau merenggut.

Siswa  kelas XI yang mengeluh bahwa mandiri adalah masalah tentu ini menjadi isyarat bahwa ia sebelumnya adalah raja kecil yang semuanya dilayani. Mandiri seharusnya tidak masalah bahkan sejatinya dipelajari sehingga diperoleh dan menjadi bagian dari keterampilan personal. Semoga saja masalah mandiri ini tidak terjadi di kelas X atau kelas XII yang tidak saya ajar.

Thursday, August 2, 2018

Curi Start


Sebagian sekolah sudah memulai kegiatan sejak tanggal 2 Juli 2018 pada saat siswa masih libur. Memulai lebih awal dua minggu dari sekolah lainnya. Bahkan bisa saja menjadi tiga minggu lebih awal, karena tidak sedikit sekolah yang pada minggu pertama, tidak langsung ada aktifitas tatap muka. Hari pertama diisi dengan salaman antara guru dan siswa satu sekolah. Hari kedua, diisi dengan ngobrol-ngobrol menunggu jadwal. Hari ketiga, sudah ada jadwal, tapi masih belum bisa masuk kelas karena jadwal dianggap tidak cocok dengan keinginan. Hari berikutnya nyoba-nyoba masuk kelas, hanya kenalan, ngobrol ke sana sini tidak memberikan pelajaran moral apapun. Akhirnya tiba pada hari terakhir, hari kelima dalam minggu pertama sekolah, digunakan untuk kegiatan keagamaan, Jumat berkah, Jumat bersih, habislah seminggu tanpa ada tatap muka dengan siswa.
Bagi sekolah yang memulai lebih awal, mencuri start istilahnya, mereka mengisinya dengan kegiatan diantaranya adalah In house training.  Saya mendapatkan undangna untuk berbagi cara membuat silabus dan rencana pengajaran di SMAN 8 Bandung pada tanggal 2 Juli 2018. Sebuah undangan yang mengejutkan karena saya mengukur diri saya yang dalam tanda petik berasal dari sekolah kecil di daerah kecil, dan saya memandang diri saya juga guru kecil. SMAN 8 Bandung, bagi saya yang dari daerah, rasanya seperti melihat ke manara gading. Belum lagi di sekolah tersebut terdapat beberapa guru yang telah menjadi instruktur nasional, instruktur provinsi, juga instruktur kota, jadi lengkaplah sudah. Rasanya seperti menantang keberanian sendiri untuk dapat berdiri dan berbagi cara membuat dokumen yang sudah menjadi kegiatan sehari-hari, jadi lalapan begitu kalau kata orang Sunda, maksudnya untuk mengacu pada aktivitas yang tidak asing lagi.
Ternyata sekolah yang memulai kegiatan dengan IHT tidak hanya SMAN 8 Bandung saja, tapi beberapa sekolah lain juga melakukan yang sama. Bentuknya serupa yakni IHT. Di bebera grup WA yang anggotanya dari seluruh Indonesia sudah ramai saling berbagi kegiatan menyambut tahun ajaran baru dengan IHT menyusun RPP.
Dalam pandangan saya, sangat tepat jika dua minggu pertama sebelum siswa masuk, para guru telah menyiapkan diri untuk siap mengajar. Banyak yang harus disiapkan para guru sebelum hari pertama masuk tiba. Dokumen yang harus disiapkan diantaranya analisis SKL, KI, dan KD untuk melengkapi analisis konteks sekolah. Kemudian membuat penetapan minggu efektif berdasarkan kalender pendidikan, membuat silabus, membuat rencana pengajaran, membuat bahan ajar, dan membuat media pembelajaran. Mungkin untuk beberapa guru lainnya harus membuat karya tulis ilmiah untuk keperluan kenaikan pangkatnya. Jika dituliskan, sepertinya terlalu banyak hal yang harus dilakukan oleh guru dalam waktu dua minggu. Mungkin dua minggu tidak akan cukup.
Saya acungi jempol bagi sekolah yang mencuri start. Pencurian ini positif karena memberikan waktu kepada guru untuk secara bersama-sama memulai menyiapkan mental dan secara fisik menyiapkan dokumen yang akan digunakan dalam satu tahun ke depan. Penyusunan silabus dan RPP, walaupun sudah sangat biasa, namun biasa pula para guru menghindarinya. Di beberapa grup WA berseliweran sms yang meminta dikirimi RPP model terbaru. Saya memikirkan dengan sedikit masygul bagaimana bisa meminta RPP pada orang lain. RPP merupakan rencana pengajaran yang dirancang berdasarkan silabus dan sangat spesifik sesuai dengan kreatifitas guru secara perorangan.
Dugaan bahwa RPP dibutuhkan hanya untuk kebutuhan administrasi sangat mengganggu pikiran saya. Jika hal ini terus berlangsung, maka tak heran pengajaran semakin mundur. RPP dibutuhkan hanya untuk memenuhi kebutuhan administrasi, dan mengajar tidak direncanakan secara saksama, hanya mengikuti buku siswa. Tidak berarti yang tidak membuat RPP tidak lihai mengajar, hanya secara prosedur, apapun berhasil dengan lebih baik jika direncanakan terlebih dahulu.
Saya mengikuti curi start seperti sekolah lain mengingat saya merasa bertanggung jawab untuk memulai bekerja walaupun tidak ada tatap muka dengan siswa. Saya bermimpi membuat bahan ajar sendiri terutama untuk kelas peminatan yang bukunya belum memadai secara jumlah oleh sekolah. Pun, belum memadai secara konten karena buku yang dibeli sekolah terbitan 2014 tanpa ada materi menyimak. Sedangkan untuk bahasa Inggris materi menyimak menjadi penting untuk melatih keterampilan menyimak siswa.
Keinginan membuat bahan ajar ditahan, saya mendapatkan tanggung jawab untuk berbagi dengan para guru terkait cara menyusun silabus dan RPP. Saya hanya mencuri start dengan membuat analisis SKL, KI, KD, membuat silabus dan beberapa RPP, prota dan prosem. Saya anggap itu jauh dari standar, hanya untuk sementara, saya harus berbagi waktu dengan guru-guru terlebih dahulu. Dan, siapa tahu saya tidak mendapatkan jadwal mengajar kan?