Tim pengembangan inklusi untuk jadi resource center
Pendidikan inklusif 28 hari, bu Novi Smansa
Penggagas: Neneng Fitri Ekasari Kepala SLB Cahaya Gemilang Pertiwi Cianjur
Situasi
Di Kabupaten Cianjur terdapat 8 SLB dengan kekhususan tunanetra tunagrahita, tunarungu, autis hiperaktif atau SLB A, B, C.
Dari ke-8 SLB tersebut masing-masing memiliki guru yang memiliki kemampuan mengelola anak-anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ketukan yang dibuka di sekolah tersebut.
Di sisi lain di Kabupaten Cianjur terdapat SMA dan SMK yang harus membuka program inklusif. Yaitu program yang diberikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tetapi bisa masuk ke sekolah SMA atau SMK. Misalnya anak tunanetra bisa masuk ke SMA Karena untuk membaca dan berkegiatan lain bisa dibantu oleh pendampingnya. Juga anak-anak lain yang berkebutuhan khusus yang bisa dimasukkan ke SMA atau ke SMK tetapi tidak mengalami hambatan intelektual.
Tantangan
SMA dan SMK menerima anak yang berkebutuhan khusus atau program inklusif dengan tidak direncanakan titik Setelah pendaftaran siswa baru, tiba-tiba sekolah baru tahu bahwa terdapat murid yang berkebutuhan khusus. Akibatnya sekolah tidak siap menerima anak-anak yang harus dilayani secara inklusif ini juga para guru tidak memiliki pengalaman atau pengetahuan yang cukup untuk memberikan layanan inklusif. Guru-guru mata pelajaran mengeluh merasa berat untuk memberikan layanan inklusif kepada anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah karena tidak tahu bagaimana caranya.
Di sisi lain sekolah luar biasa memiliki para guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan menangani anak-anak berkebutuhan khusus mulai dari tingkatan rendah sampai dengan tingkatan berat kekhususannya. Tetapi mereka tidak dapat memberikan layanan kepada SMA atau SMK karena sekolah luar biasa tersebut tidak ditunjuk sebagai partner atau Resource center untuk pendidikan inklusif.
Harapan
1. Terdapat kolaborasi antara SMA SMK dengan SLB untuk melayani anak-anak inklusif misalnya melalui para guru SLB memberikan pendidikan inklusif kepada guru-guru SMA dan SMK
2. Pihak cabang Dinas Pendidikan wilayah 6 menyediakan wadah untuk menghubungkan antara SLB sebagai sumber informasi inklusif dengan SMA dan SMK sebagai sekolah pengguna pendidikan inklusif di luar SLB.
3. Ada kegiatan yang dilakukan bersama antara anak-anak sekolah luar biasa dengan anak-anak SMA atau SMK sehingga muncul pertemanan antara siswa SMA SMK dengan SLB
4. Dengan adanya kegiatan yang digabung antara SMA dengan SMK dan SLB anak-anak saling memahami bahwa terdapat saudara-saudaranya yang berkebutuhan khusus dan mereka tidak melakukan bullying terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.
5. Para guru SMA dan SMK bisa mendapatkan pembimbingan dan pelatihan dari para guru SLB mengenai bagaimana melakukan kegiatan program inklusif di sekolah umum.
6. Para guru SLB dapat menjadi Mitra atau bisa juga menjadi pendamping atau mentor bagi guru-guru SMA dalam melaksanakan program inklusif.
7. Muncul kesadaran bahwa siswa berkebutuhan khusus itu bukan harus ditertawakan atau dicemohkan tetapi sama diperlakukan seperti anak-anak yang normal lainnya.
8. Adanya pertemanan satu anak inklusif dengan satu anak normal.
Rencana kegiatan
Januari: penyusunan program dan sosialiasasi
Februari-Oktober: pelaksanaan program
November: evaluasi program
Desember: pelaporan hasil program
Pendukung
- Komunitas Belajar Campernik sebagai wahana untuk mengenalkan program inklusif secara daring minimal 1 kali dalam satu bulan.
- para kepala sekolah dan guru SLB yang menjadi narasumber untuk kegiatan program inklusif.
No comments:
Post a Comment