Berdasarkan hasil penelitian, siswa Indonesia ditemukan sebagai siswa yang paling bahagia. Namun, kebahagiaan itu tidak berbanding lurus dengan hasil belajarnya. Dari berbagai hasil pengukuran hasil belajar, siswa Indonesia menempati urutan bawah. Sebagai contoh, dari hasil penilaian PISA, 90% siswa mampu menjawab pertanyaan lower order thinking skills, dan hanya 1% saja yang mampu menjawab soal higher order thinking skills.
Melihat kondisi di atas, muncul asumsi jangan-jangan siswa Indonesia datang ke sekolah tidak mendapatkan pengalaman belajar, atau datang ke sekolah tetapi tidak belajar. Siswa sibuk menyiapkan diri untuk belajar, tetapi belajarnya tidak terjadi. Ibarat mau makan, sibuk menyiapkan meja, menaruh piring di sini, sendok di sana, gelas di situ, tetapi makannya tidak terjadi.
Asumsi kerennya adalah jangan-jangan para guru belum tuntas mengajarkan level C1-C2 atau pemahaman (Level 1) sudah loncat ke level 2 (penerapan) atau level 3, (penalaran) sehingga ada bagian yang kosong. Siswa belum paham, tetapi sudah diajak menganalisis dan mengevaluasi.
Bagaimana dengan pembelajaran mendalam (PM)? PM menawarkan pembelajaran yang bertahap, mulai dari memahami, dilanjutkan pada mengaplikasikasikan, dan kemudian merefleksi. Memahami dalam arti mampu menunjukkan pemahaman terhadap pengetahuan esensial, pengetahuan aplikatif, serta pengetahuan nilai dan karakter. Mengaplikasi kurang lebih setara dengan para siswa melakukan pendalaman pengetahuan yang tiga tadi. Sedangkan Merefleksi merupakan kemampuan siswa dalam meregulasi diri, yaitu menunjukkan kepiawaian dalam mengontrol dan mengelola diri sendiri dalam mencapai tujuan dan meningkatkan kualitas hidupnya sehingga menjadi pembelajar yang sukses.
Penerapan PM juga dipandang sebagai penerapan pembelajaran yang memuliakan. Memuliakan dalam arti semua pihak yang terlibat dalam mendidik, mereka saling menghargai, saling menghormati, dengan mengedepankan siswa dari sisi potensi, martabat, dan nilai-nilai kemanusiannya. Pembelajaran yang diberikan dilakukan untuk mendorong munculnya berkesadaran, atau memicu siswa untuk memahami kenapa dirinya harus belajar, memiliki motivasi yang muncul dari dalam dirinya sendiri untuk mau belajar, dan mencari cara sendiri bagaimana cara belajar yang sesuai dengan kemampuan dan kesiapan dirinya sehingga menjadi siswa yang aktif belajar dan bisa mengatur dirinya sendiri dalam bagaimana membelajarkan dirinya sendiri.
Pembelajaran yang diberikan dengan pendekatan PM juga sejatinya pembelajaran yang memberikan manfaat dan nyambung dengan kebutuhan kehidupannya. Lebih jauh lagi, diharapkan para siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan baru dari pengetahuan yang sudah diperolehnya dan dengan demikian kehidupannya menjadi lebih baik. Pelaksanaan PM dilakukan dengan suasana belajar yang positif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa atau menggembirakan. Siswa merasa terhubung secara emosional, sehingga relatif mudah untuk memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan yang sedang dipelajarinya.